Mohon tunggu...
Belfin P.S.
Belfin P.S. Mohon Tunggu... Lainnya - Pecinta Kompas dan Penulis yang Bahagia

Pecinta Kompas, penulis bebas yang bahagia. IG: @belfinpaians FB: belfin paian siahaan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ketika Posisi Kepemimpinan Didominasi Perempuan

28 Februari 2021   14:38 Diperbarui: 28 Februari 2021   14:50 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hal lain yang juga membuat bertanya-tanya adalah: mengapa di tempat ini, mayoritas pemimpinnya adalah perempuan? Apa penyebabnya? Apakah ini kebetulan saja atau memang disengaja? Usut punya usut, ternyata ini murni kebetulan. Hal ini terjadi karena memang kinerja perempuan di sini lebih unggul daripada pria. Indikatornya dapat dilihat dari prestasi kerja dan komitmen mereka. Alhasil, berkumpullah para wanita karier yang multitasking dan berprestasi.

Berbicara mengenai pemimpin perempuan, saya jadi teringat dengan dua tokoh politisi yang baru-baru ini tren dibicarakan warganet. Mereka adalah Kamala Haris, wakil presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, dan Anne Aly, anggota parlemen dari Australia. Menariknya lagi, ada satu pernyataan Kamala Haris dalam pidatonya. Ia mengatakan, "Saat ini, saya menjadi perempuan pertama di kantor ini, tetapi bukan yang terakhir." Pernyataan itu mengindikasikan sebuah harapan dan peluang agar para perempuan mendapatkan bagian penting dalam dunia politik.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa tidak ada aturan yang melarang perempuan untuk terlibat dalam ranah publik, termasuk di bidang politik atau bidang lainnya. Secara yuridis pun, tidak ada konstitusi yang melarang perempuan untuk menjadi pemimpin seperti kepala daerah, kepala negara, anggota dewan. Perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Namun, pada kenyataannya, budaya politik (termasuk dalam dunia kerja) sudah terlanjur terbentuk dari kultur yang maskulin, yang membelenggu perempuan.

Sama halnya dengan Kamala Haris dan Anne Aly serta para pemimpin perempuan di tempat saya bekerja, ada satu pertanyaan besar yang membuat saya penasaran yaitu bagaimana mereka keluar dari sistem dan kultur patriarkhis ini sehingga mereka bisa bersinar di ranah publik, memiliki karier yang cemerlang, tapi juga menjadi ibu rumah tangga yang baik? Bagaimana mereka menyeimbangkannya?

Menurut saya, mereka adalah perempuan cerdas dan hebat, yang mungkin saja telah menimbang dan mengatasi persoalan domestik, khususnya mengenai urusan anak, suami, dan rumah tangga sehingga tak begitu mengganggu urusan pekerjaan. Kalau saya cermati satu per satu, ada beberapa asumsi yang membuat hal ini dapat terjadi. 

Pertama, dukungan suami yang tidak mempersoalkan pekerjaan mereka yang akan banyak menyita waktu di luar rumah. Kedua, anak-anak mereka yang sudah besar dan mandiri. Ketiga, komitmen tinggi untuk membagi waktu yang seimbang antara pekerjaan dan urusan rumah tangga. Keempat, komitmen untuk tak menikah dulu. Untuk yang keempat ini, ada beberapa kolega perempuan yang memang memfokuskan diri untuk bekerja dan belum menikah.

Asumsi ini hanyalah asumsi saya pribadi karena sampai sejauh ini belum ada narasi utuh dan kisah-kisah sukses mereka yang diceritakan. Bisa jadi, semua kisah itu dirasa tidak perlu karena bukan sesuatu yang heroik. Sudah tugas mereka menjadi ibu dan mengatasi persoalan mereka sendiri-sendiri. Akan tetapi, menurut saya, kisah itu perlu dinarasikan supaya tidak ada lagi kultur yang dominan, sebab perempuan juga memiliki hak yang sama.

Terlepas dari itu semua, meski pemimpin di tempat kerja saya mayoritas perempuan, bukan berarti sentuhan feminin mereka serta merta mengubah dunia kerja menjadi lebih feminin. Justru sebaliknya, karena mereka workaholic, suasana kerja jauh lebih keras dan detail. Hal sekecil apapun bisa dibahas ramai dan harus tuntas. 

Akibatnya, jam kerja terasa panjang. Kecerewetan mereka masih samalah dengan ibu dan istri saya. Kalau sudah begitu, saya memilih diam saja. Mereka memang ada benarnya. Menurut Anda bagaimana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun