Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Pendidik, Penulis, dan Penggerak Literasi

Guru, penulis dan penggerak literasi yang percaya menulis adalah jejak sejarah diri sekaligus warisan nilai bagi generasi muda.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Game di Kelas: Kreatif atau Sekadar Tren Sesaat?

23 September 2025   12:35 Diperbarui: 23 September 2025   12:35 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana kelas saat siswa antusias mengikuti game edukasi digital. Sumber: Dokpri - Gen AI

Selain itu, format digital memberi kesempatan lebih luas bagi siswa yang pemalu. Mereka merasa lebih aman ikut berpartisipasi. Bagi generasi Z dan Alpha yang akrab dengan gawai, game adalah bahasa sehari-hari. Ketika guru memanfaatkannya, terbangun jembatan komunikasi yang membuat murid merasa dunia mereka dihargai.

Risiko dan Batasan Game

Namun, tidak semua pengalaman berakhir menyenangkan.

Saya pernah melihat murid lebih fokus menunggu leaderboard dibanding memahami materi. Mereka mengingat siapa juara, tetapi lupa isi pertanyaan.

Tidak semua materi juga cocok disampaikan lewat game. Konsep abstrak seperti analisis sastra, filsafat, atau nilai sosial tidak mudah disederhanakan dalam soal pilihan ganda.

Ada pula guru yang merasa tertekan. Mereka khawatir dianggap ketinggalan zaman jika tidak memakai game. Akhirnya, permainan digunakan bukan karena relevan, melainkan demi pencitraan kelas "inovatif".

Risiko lain adalah distraksi. Siswa bisa terjebak dalam semangat kompetisi menang atau kalah hingga melupakan tujuan belajar.

Sebuah riset dari Universitas Indonesia (2022) mencatat, 42% siswa lebih mengingat peringkat akhir daripada isi materi setelah belajar dengan game digital. Data ini menjadi alarm bahwa euforia bisa menutupi substansi.

Apakah Game Sebuah Keharusan?

Pertanyaan pun muncul: apakah guru wajib membawa game setiap kali mengajar?

Jawabannya jelas: tidak. Game hanyalah salah satu metode, bukan satu-satunya.

Pendidikan bukan ajang mencari siapa yang paling digital. Intinya adalah bagaimana siswa memahami, menghayati, dan mampu menerapkan ilmu. Jika game membantu, gunakan. Tetapi jika tidak relevan, jangan dipaksakan.

Saya pernah melihat guru yang bijak mengombinasikan metode. Ia membuka kelas dengan game singkat untuk mencairkan suasana, lalu melanjutkan dengan diskusi kelompok. Hasilnya lebih seimbang. Murid tetap bersemangat sekaligus mendapat ruang berpikir mendalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun