Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kenapa Ice Breaking Biasa Gagal Mencairkan Siswa Zillenial di Kelas?

19 September 2025   11:12 Diperbarui: 20 September 2025   07:56 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi- Siswa di MIN 1 Balikpapan membuat lampu. (Dok Tanoto Foundation/Wiwik Kustianingsih via Kompas.com)

Akibatnya, yang seharusnya menjadi momen menyenangkan malah menimbulkan jarak emosional antara guru dan murid. Siswa kehilangan respek, guru kesulitan mengendalikan kelas, dan tujuan pembelajaran tidak tercapai.

Generasi Zillenial Butuh Ice Breaking yang Relevan

Digital native terbiasa belajar melalui beragam platform dan interaksi cepat, sehingga metode lama terasa monoton. Mereka ingin belajar bukan hanya mendengar, tapi mengalami, bereksperimen, dan berinteraksi.

Pengalaman saya menunjukkan bahwa ice breaking yang efektif untuk Zillenial bukan yang paling heboh, tapi yang relevan dengan dunia mereka. Misalnya, di kelas Bahasa Indonesia, saya pernah mencoba tiga metode ice breaking berikut:

  1. Kuis digital singkat
    Menggunakan Kahoot atau Quizizz, saya membuat kuis lima pertanyaan tentang teks cerita pendek. Pertanyaan seperti "Apa ciri utama teks cerita pendek?" atau "Ceritakan tokoh utama dari novel yang kalian baca minggu lalu" memicu kompetisi sehat. Siswa antusias menjawab cepat, tertawa ketika teman salah, dan tetap fokus.
  2. Pertanyaan reflektif
    Saya menanyakan, "Ceritakan satu momen membaca teks yang membuat kalian tertawa atau terharu." Siswa mulai berbagi pengalaman pribadi, kelas menjadi hangat, dan interaksi terasa personal.
  3. Challenge kreatif
    Siswa diminta membuat meme lucu tentang kesalahan ejaan atau mini-video menceritakan kembali cerita pendek secara dramatis. Beberapa membuat meme dengan ilustrasi lucu, sementara yang lain membuat trailer mini-video 30 detik. Aktivitas ini ringan, kreatif, dan dekat dengan kehidupan digital mereka.

Dengan cara ini, ice breaking tidak hanya mencairkan suasana, tapi juga membuka jendela pikiran mereka yang haus pengalaman baru. Guru menjadi fasilitator, bukan entertainer semata.

Ice Breaking yang Malah Membangun Jarak

Tidak semua ice breaking berakhir menyenangkan. Ada aktivitas yang membuat siswa merasa tidak dipahami. Ketika permainan terasa kekanak-kanakan, mereka cepat kehilangan minat. Hasilnya, alih-alih mendekatkan, kegiatan itu justru memperlebar jarak antara guru dan murid.

Masalah utamanya sering kali bukan pada aktivitasnya, melainkan pada koneksi yang gagal terbangun. Hubungan guru-murid yang sehat adalah fondasi pembelajaran efektif. Tanpa koneksi itu, semua strategi pengajaran, sekreatif apapun, kehilangan impact. Guru harus mampu membaca kelas, memahami karakter siswa, dan menyesuaikan metode ice breaking sesuai kebutuhan mereka.

Saatnya Guru Beradaptasi

Sudah saatnya guru memandang ice breaking bukan sekadar hiburan atau formalitas. Ice breaking adalah strategi pedagogis: jembatan yang menghubungkan kondisi psikologis siswa dengan materi pelajaran.

Pertanyaan penting bukan lagi, "Apa ice breaking seru yang bisa saya lakukan?", tapi "Apakah ice breaking ini relevan dan membantu siswa belajar?"

Zillenial tidak menolak ice breaking. Mereka menolak diperlakukan seperti generasi yang bukan diri mereka. Ice breaking terbaik bukan yang paling heboh, melainkan yang paling bermakna: membuka pikiran, memicu interaksi, dan menyiapkan siswa belajar dengan fokus dan semangat.

Guru yang mampu beradaptasi dengan karakter digital native akan menemukan momen awal kelas bukan lagi ritual formalitas, melainkan peluang membangun koneksi, menumbuhkan motivasi, dan menciptakan pengalaman belajar yang benar-benar berkesan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun