Pernahkah kamu mencium aroma buku baru, lalu tiba-tiba merasa hangat tanpa alasan? Atau pernahkah kamu tenggelam dalam cerita, hanya dengan membalik halaman demi halaman, sampai lupa waktu?
Mungkin pengalaman itu terasa kuno untuk generasi sekarang yang akrab dengan gawai, tablet, atau laptop. Mereka lebih sering membaca komik di webtoon, mendengarkan audiobook, atau menelusuri artikel pendek di media sosial. Praktis, cepat, instan.
Tapi, pertanyaannya: apakah buku fisik masih relevan di era digital yang serba layar ini?
Generasi Digital dan "Literasi Instan"
Anak-anak Generasi Z dan Alpha lahir di dunia digital. Sejak kecil, mereka terbiasa dengan teks singkat, konten visual, dan informasi kilat. Bagi mereka, membaca di layar terasa lebih menarik: ada gambar berwarna, audio, bahkan fitur pencarian instan.
Faktanya, survei literasi juga menunjukkan tren naik dalam membaca digital. Pandemi bahkan mempercepat kebiasaan ini e-book melonjak, audiobook semakin populer.
Namun, ada sisi lain yang sering luput. Membaca di layar biasanya diselingi notifikasi chat, iklan, atau dorongan untuk pindah aplikasi. Hasilnya, anak-anak lebih sering membaca potongan singkat daripada menuntaskan bacaan panjang.
Inilah yang disebut "literasi instan": cepat, praktis, tapi dangkal. Padahal, kecintaan membaca sejati justru tumbuh dari proses mendalam, bukan sekadar scroll sebentar.
Jadi, Kenapa Buku Fisik Masih Penting?
Mari kita lihat bersama-sama. Buku fisik ternyata punya banyak kelebihan yang sulit digantikan oleh layar.
1. Ada Kedekatan Emosional
Bayangkan memegang buku hadiah ulang tahun dari sahabat. Atau membuka kembali novel favorit dengan coretan kecil di pinggir halaman. Ada rasa hangat yang tidak bisa diberikan oleh file PDF. Buku fisik menghadirkan memori personal yang melekat.