Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pramuka Tak Wajib: Generasi Digital Terancam Kehilangan Empati dan Terjerat Bullying!

14 Agustus 2025   10:14 Diperbarui: 14 Agustus 2025   10:24 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak mengikuti kegiatan Pramuka, belajar empati dan kerja sama sambil mengurangi risiko bullying digital. (Sumber: Dokpri Gen-AI)

Anak-anak kini lebih sering menatap gadget daripada bermain di lapangan.
Pramuka tidak lagi wajib, padahal pengalaman nyata ini mencegah bullying.
Tanpa pengalaman sosial, anak bisa menjadi korban maupun pelaku bullying.
Apakah kita rela membiarkan mereka kehilangan empati dan kepemimpinan?

Perubahan Dunia Pendidikan

Sejak dikeluarkannya Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024, Pramuka hanya menjadi ekstrakurikuler pilihan. Siswa bebas menentukan ikut atau tidak. Kebijakan ini sejalan dengan prinsip Kurikulum Merdeka, menekankan pembelajaran berbasis pengalaman. Namun, dominasi gadget memunculkan risiko serius bagi karakter anak. Apakah generasi digital tetap belajar kepemimpinan, empati, dan tanggung jawab seperti dulu? Psikolog menilai keputusan ini bisa meningkatkan perilaku negatif, salah satunya adalah bullying.

Generasi Gadget dan Risiko Karakter

Anak-anak menghabiskan 4--6 jam per hari di gadget. Mereka bermain game, berselancar media sosial, dan menonton video online.
Interaksi sosial langsung menurun drastis. Kemampuan komunikasi dan empati ikut menurun. Dr. Ratna Wijayanti, psikolog anak, menegaskan:

"Tanpa pengalaman sosial nyata, anak sulit memahami perspektif orang lain dan mengendalikan emosi."

Kurangnya pengalaman sosial meningkatkan risiko bullying di sekolah maupun daring.

Data KPAI 2023 menunjukkan 3.800 kasus perundungan, hampir separuh terjadi di lembaga pendidikan. FSGI melaporkan 30 kasus bullying di tingkat SMP diproses hukum. BPS mencatat siswa kelas 8 yang mengalami perundungan naik 15,02%, dan kelas 11 naik 14,77%. KemenPPPA 2023 melaporkan 251 anak SD menjadi korban kekerasan di sekolah. Ini menegaskan: bullying bukan masalah kecil, tapi ancaman nyata bagi anak.

Dulu vs Sekarang: Pelajaran Empati dari Pramuka

Dulu, hampir semua siswa mengikuti Pramuka. Kegiatan camping dan orientering mengajarkan kepemimpinan dan kerja sama.
Proyek sosial membentuk empati dan tanggung jawab. Anak belajar menghargai perbedaan teman sebaya. Mereka belajar menyelesaikan konflik secara damai.

Kini, Pramuka tidak wajib. Banyak anak lebih fokus ke aktivitas digital. Mereka kehilangan kesempatan belajar nilai-nilai sosial penting. Kurangnya pengalaman nyata bisa meningkatkan perilaku negatif, termasuk bullying. 

Contoh nyata: seorang siswa SMP yang jarang ikut kegiatan sosial lebih sulit bekerja sama. Ia sering tersinggung dan mudah emosi terhadap teman, bahkan memicu konflik kecil. Pengalaman sosial nyata seperti di Pramuka bisa mencegah situasi ini.

Pramuka sebagai Pencegah Bullying

Pramuka melatih karakter melalui pengalaman nyata. Kegiatan kelompok mengajarkan kerja sama dan menghargai perbedaan.
Siswa belajar kepemimpinan dan bertanggung jawab atas hasil tim. Kegiatan sosial mengajarkan empati dan kontrol diri.
Anak belajar memahami perasaan teman dan menahan impuls negatif. Melewatkan Pramuka berarti melewatkan pengalaman belajar karakter. Pengalaman nyata ini menjadi "vaksin" mencegah perilaku bullying. Pramuka tetap relevan meski kini menjadi ekstrakurikuler pilihan.

Inovasi Pramuka untuk Generasi Digital

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun