Mohon tunggu...
BEKA Bayu Krisna
BEKA Bayu Krisna Mohon Tunggu... Coach NLP/ Mind Management

Hobi : Membaca dan memberikan pelatihan Kepribadian : curosity sangat tinggi, komunikatif, humoris Topik konten yang paling disukai adalah komunikasi, mind management, marketing, ligkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Monkey See, Monkey Do : Cermin Pejabat Masa Kini

13 Agustus 2025   07:04 Diperbarui: 10 Agustus 2025   22:00 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berpikir, Merasa, Baru Berkata

René Descartes pernah mengatakan, “Cogito ergo sum” — Aku berpikir, maka aku ada.
Bersumber dari filsuf Perancis ini saya selalu menjabarkan agar bisa dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari : "What you think is what you feel, is what you talk." - Apa yang kamu pikirkan akan memengaruhi perasaanmu, dan pada akhirnya keluar melalui ucapanmu.

Sayangnya, beberapa pejabat justru membalik urutannya: bicara dulu, pikir kemudian.
Seperti Sadewo, yang ucapannya berbuntut demo. Seandainya ia lebih dahulu berpikir dan merasakan keresahan rakyat, mungkin demo itu tidak pernah terjadi.

Dalam komunikasi kepemimpinan, urutan logis ini sangat menentukan. Satu kalimat yang keluar tanpa filter bisa menciptakan konflik horizontal, memicu kegaduhan politik, bahkan membuat rakyat kehilangan rasa percaya.

Menjaga Martabat Lewat Lisan

Sebagai orang Jawa, saya yakin Bupati Pati, Sudewo tahu pepatah, “Ajining diri soko lathi” — martabat seseorang ditentukan oleh lisannya.  Sayangnya banyak pejabat kekinian  melupakan pepatah ini. Lisannya kasar, etikanya luntur, akibatnya rakyat kehilangan hormat. Kabarnya, meski Bupati Pati ini akan mencabut kebijakannya, rakyat tetap akan berdemo pada 13 Agustus 2025 (Detik.Com/8/8/2025).

Rakyat hari ini bukan lagi massa diam. Mereka merekam, menyebarkan, dan menanggapi pernyataan pejabat lewat media sosial. Lisan tak lagi sekadar kata, tapi bisa jadi bukti digital yang kekal.

Penyesalan selalu datang terlambat, setelah masyarakat sudah hilang kesabarannya. Sebenarnya masyarakat kita adalah masyarakat kolektif, yang suka kerukunan. Bila diajak bicara, dilibatkan dalam proses, mereka pasti mendukung. Sayangnya, kebijakan sering dibuat sepihak tanpa sosialisasi.

Sudah waktunya pejabat berpikir sebelum berbicara, belajar berempati, dan mengasah komunikasi publiknya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun