Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jadikah Orang-Orang Nasaret Masa Kini, di Sini?

30 Juli 2021   08:17 Diperbarui: 30 Juli 2021   08:53 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bacaan Jumat 30 Juli 2021

Mat 13:54 Setibanya di tempat asal-Nya, Yesus mengajar orang-orang di situ di rumah ibadat mereka. Maka takjublah mereka dan berkata: "Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? 55 Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? 56 Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?" 57 Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: "Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya." 58 Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ.

Renungan

            Hidup manusia bagaikan bulan. Disamping segi terang, terdapat segi gelapnya. Disamping terlihat, nampak jelas, terlacak, teridentifikasi, namun toh sekaligus tak terlihat, samar-samar, tak dikenal, tak terkuak, banyak misterinya. Lazimnya yang segera dilihat adalah hal-hal kulit, luar, bungkus, lahiriah, jasmaniah, ragawi. Sedangkan segi "jeroan", kedalaman, rohaniah, batiniah, spiritual tidak segera dikenali.  Timpang, tidak lengkap, tidak pas bahkan keliru memandang seseorang melulu berdasarkan yang nampak dan terlacak.

            Sudut pandang itulah yang digunakan orang-orang sekampung halaman Yesus, ketika Yesus mudik. Saat mudik ke tempat asal-Nya, Yesus mengajar orang-orang  di rumah ibadat. Mereka takjub. Namun toh mempertanyakan dari mana diperoleh-Nya hikmat  dan kuasa-Nya untuk mengadakan mujizat-mujizat? Sebab mereka mengenal Yesus sebagai anak tukang kayu. Mengenali ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas. Juga mengetahui saudara-saudara-Nya perempuan semuanya yang biasa bersama mereka. Sekali lagi mereka mempertanyakan  dari mana diperoleh-Nya semuanya itu.

            Pertanyaan dari mana diperoleh-Nya hikmat dan kuasa mengadakan mujizat itu diajukan  dua kali. Namun rupanya orang-orang sekampung-Nya tidak mau mencari jawaban. Mereka berhenti pada pengenalan pekerjaan dan "trah" keluarga Yesus. Bisa jadi  merasa status sosial mereka lebih tinggi dari pada keluarga-Nya, sehingga gengsi, menutup diri untuk mengenalilebih lanjut asal usul hikmat dan kuasa-Nya dalam mengadakan mujizat-mujizat.

            Pengenalan yang tidak komplit, tidak sempurna melahirkan tanggapan yang tidak pas bahkan keliru. Hanya berdasarkan pengenalan akan pekerjaan dan latar belakang asal-usul silsilah keluarga-Nya,  mereka kecewa, tidak percaya dan menolak Dia. Mereka gagal mengenali segi hakiki kedalaman asal-usul hikmat dan kuasa-Nya mengadakan mujizat. Hanya yang berasal dari Allah, punya hikmat dan  kuasa tanpa batas. Mereka gagal mengenali bahwa Yesus yang mereka kenali pekerjaan dan asal-usul keluarga-Nya sejatinya berasal dari Allah. Kegagalan ini membuat mereka kecewa, tidak percaya dan menolak-Nya. Karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ

Sikap demikian itu tidak pernah membuatnya melihat apalagi mengalami campur tangan, penyelenggaraan Allah, karya-karya-Nya yang dahsyat dan ajaib. Siapapun yang gagal mengenali jati diri Yesus sebagai yang datang dari Allah, yang kasih dan kuasa-Nya tanpa batas, tidak akan mengalami mujizat-mujizat-Nya.

Kemampuan mengenal jati diri Yesus pada dasarnya merupakan karunia belaka. Siapapun yang mengalami Yesus sebagai Allah yang memanusiakan  diri adalah semata berkat kuasa Roh-Nya. Tiadanya sikap terbuka atas  kuasa Roh dalam diri orang-orang sekampung-Nya, mengakibatkan mereka tidak mengenal karya Yesus sebagai nabi. Saat itu memang nasib para nabi tidak diterima di negeri sendiri. Maka Yesus berkata : "Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya."

Apa yang dapat dipetik dari permenungan ini? Bagaimana kehidupan diri? Bersikap suuzan-kah terhadap nama Yesus Kristus dan kristianitas? Sungguhkah mengenali jati diri Yesus Nasaret sebagai yang datang dari Allah? Bersyukurkah dikaruniai kemampuan mengalami dan mengamini Yesus sebagai Allah yang mengejawantah? Jadikah orang-orang Nasaret masa kini, di sini?

Yang mengalami Yesus sebagai Allah yang mengejawantah, hidup benar sebagai manusia benar dengan Allah benar yang esa, kuasa dan kasih-Nya tanpa batas. Hidup penuh syukur,  sukacita,  semangat, jadi berkat, pada saat untung dan malang, suka dan duka, sehat maupun sakit.  Ini  misteri. Mengamini Yesus Allah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun