Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Menikah Itu Menyiapkan Komitmen, Bukan Resepsi Semata

8 Maret 2021   17:50 Diperbarui: 9 Maret 2021   19:02 1905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pasangan yang memikirkan persiapan menikah (foto dari Shutterstock/Prostock-studio)

Lebih penting mana, menyiapkan resepsi pernikahan mewah tapi berujung kandas, menyiapkan resepsi pernikahan sederhana berakhir langgeng akhir hayat, dan menyiapkan pernikahan mewah dengan cerita hidup penuh keterpurukan.

Banyak kejadian pernikahan tidak bertahan lama, ujung-ujungnya perceraian. Bukan saja terjadi kepada kaum muda-mudi bahkan para orang dewasa gagal menjalin hubungan pernikahannya. 

Alasan utama yang diajukan di muka pengadilan adalah ketidakcocokan. Entah karena berpaling pada yang lebih muda, lebih kaya atau lebih besar (baca: lebih besar rumahnya, bukan besar yang lain). Ini alasan keliru, tidak cocok bertahun-tahun, kok malah punya anak pula. Tragisnya, mereka yang sebelumnya sudah diikat dengan tali pacaran sejak lama, masih saja bisa retak.

Perkara pernikahan memang sangat sulit dijelaskan secara teori, sebab pada praktiknya hanya membutuhkan satu teori. Sama halnya dengan kita mempelajari matematika di bangku sekolah menengah, pernikahan juga banyak teori yang perlu kita pelajari. Sedangkan pada kehidupan nyata, kita hanya butuh satu teori. Lalu persiapan menikah butuh teori yang bagaimana?

Menikah hanya perlu komitmen. Titik.

Ketika sepasang kekasih memantapkan hati dan pikiran untuk menikah butuh kematangan hati dan pikiran, keduanya harus matang memikirkan keputusan tersebut. Kalau ada keberatan atau keterpaksaan, saya yakin bubar di tengah jalan.

Menikah bukan ajang uji coba, tidak ada kontestasi pernikahan. Mencoba menyatukan dua keluarga yang beragam. Merasakan sensasi swafoto dengan buku nikah. Apalagi hanya sekadar gaya-gayaan untuk mengucap akad pernikahan. Sekali lagi, menikah bukan upaya trial and error.

Baiklah, kita mulai saja. Menikah itu menyiapkan komitmen. Mulai tadi, bicara komitmen mulu. Memangnya komitmen yang bagaimana? Tak cukupkah menggelar resepsi pernikahan mewah sebagai bentuk komitmen?

Sejak kapan komitmen diukur dengan mewahnya resepsi pernikahan? Memang tak bisa kita tampik, kita menginginkan resepsi pernikahan bak ratu di negeri dongeng. 

Indah, memukau, menawan, dan glamor. Siapa sih yang gak pengen resepsi pernikahannya jadi buah bibir tetangga? Lebih-lebih jadi trending topic di media sosial, megah dan mewah. 

Tak ada salahnya menginginkan hal tersebut terjadi, keinginan itu manusiawi. Maklum bila kita mencita-citakan pernikahan yang berkilau. 

Namun, tidak diperkenankan untuk memaksa membesar-besarkan pernikahan hingga utang sana, utang sini. Celaka bila begitu.

Lalu, seperti apa sih komitmen yang diperlukan dalam pernikahan?

Pertama, komitmen kesetiaan
Memutuskan naik ke jenjang kehidupan yang lebih serius merupakan tindakan berani dan santun. Ketimbang mencuri-curi kesempatan untuk berbuat layaknya "suami istri".

Menikah bukan hal gampang, hanya mudah dibicarakan tapi sulit diimplementasikan. Tak jarang muda-mudi menunda pernikahannya hingga berusia tiga puluh tahun.  Alasannya gak siap berkomitmen. Jika dipaksakan dikhawatirkan menjadi malapetaka di masa mendatang. Mending menunda hingga keduanya siap sedia

Komitmen pertama yakni kesetiaan. Berlaku setia pada pasangan adalah kunci untuk membangun fondasi hubungan yang kokoh, yakin dan mantap pada pasangan kita. 

Jangan tergoda akan kehadiran orang lain karena lebih tajir, sebab belum tentu memiliki kesetiaan seperti yang pasangan kita miliki. 

Kesetiaan itu mahal harganya. Misalkan kita sudah resmi menikah, membangun kehidupan rumah tangga. Kita bekerja di luar kota, lalu kita meninggalkan istri tercinta. 

Di sinilah ujian kesetiaan dimulai. Kita yang memiliki paras menawan, kadang sering digoda oleh karyawan wanita di kantor. 

Begitu pun sebaliknya, memanfaatkan rupa wajah tampan untuk menggaet hati perempuan lain. Upaya tersebut harus dihilangkan dalam pikiran dan hati diri kita. 

Ingat, ada seorang istri di rumah yang sedang menanti kedatangan kita. Lihat dan pandang kembali cincin di jari manis kita, itu bukti komitmen kesetiaan kita. Jika ada yang menggoda, ingatlah istrimu.

Tindakan serupa harus ditanamkan pada seorang istri juga. Ingat ada suami kita yang membanting tulang di luaran sana, guna menghidupi keluarga kecil ini. Terdapat anak-anak di rumah yang butuh perhatian kita, bukan kita yang mencari perhatian pada lelaki tak bernyonya. 

Keduanya harus saling setia. Godaan sebesar apapun, hadapi dengan kesetiaan. Keterpurukan apapun, obati dengan komitmen kesetiaan. Ini kunci melanjutkan pernikahan yang jauh ke depan. Bertahan lama hingga ajal menjemput.

Kedua, komitmen keterbukaan

Kadang ada saja "maling-malingan" dengan pasangan kita. Biasanya masalah uang, maklum bumbu pernikahan memang begitu. Namun, alangkah baiknya antara pasangan saling terbuka. Tidak ada suatu hal yang disembunyikan, ditutup-tutupi, dan diselimut-selimuti.

Sebelum menikah, kita utarakan apa-apa kekurangan kita kepada pasangan. Misal kita memiliki riwayat sakit, alergi pada makanan, watak keluarga yang keras, dan hal-hal lain. Tindakan ini bakal menciptakan hubungan cinta yang apa adanya, bukan ada apanya.

Keterbukaan hubungan masa lalu, ini perlu disampaikan. Terutama teman-teman kita. Sebab, bisa saja kita bakal salah paham ketika melihat pasangan sedang bersenda gurau dengan akrab bersama seseorang yang kita gak ketahui. 

Jadi, kenalkan teman-teman kita pada pasangan. Gak perlu tatap muka, sekarang zamannya digital. Cukup tunjukkan foto teman-teman kita pada pasangan dan tambahkan identitas seperlunya.

Keterbukaan pasca menikah jauh lebih diharapkan oleh setiap pasangan. Mereka ingin melihat pasangannya hidup dengan tenang. Tanpa ada beban dosa di belakang. Sehingga gak ada perasaan yang mengganjal dalam hubungan percintaan. Masalah keluarga pasangan kita tau, begitu pun sebaliknya. Upaya ini dapat memberikan kedekatan kepada mertua dan keluarga besar. 

Ilustrasi berkomitmen dengan pasangan (foto dari fimela.com)
Ilustrasi berkomitmen dengan pasangan (foto dari fimela.com)

Ketiga, komitmen kejujuran

Masalah kejujuran, kadang kita gak jujur pada suami atau istri. Ada masalah malah ditangani sendiri. Ingat, kita ini sudah menjadi keluarga. 

Masalah keluarga pasangan menjadi urusan kita bersama, gak ada sekat dan gak perlu sungkan. Komitmen jujur sangat diperlukan sebelum dan sesudah menikah, akan ada banyak sekali peristiwa yang dilalui dan butuh kejujuran untuk menyelesaikan semua permasalahan. Jadi, gak bisa sembrono, harus diperhitungkan dan dipertimbangkan. Kejujuran perlu diprioritaskan dalam kehidupan rumah tangga.

Ambil contoh, istri kita minta izin mengikuti arisan dan kita mengizinkan. Eh, waktu Istri kita dapat arisan, dia gak ngomong dan malah uangnya disimpan sendiri buat kebutuhan pribadi. Apabila nanti, tiba-tiba kita butuh uang dan kita tanya pada istri mengenai uang arisan itu. Lalu dia bilang uangnya sudah habis. Ini bisa menimbulkan petaka dan menimbulkan kemarahan sang suami. Bisa runyam fondasi keluarga yang dibangun, kalau tidak mampu menahan amarah.

Oleh karena itu, komitmen kejujuran sangat perlu diterapkan dalam rumah tangga agar menciptakan kehidupan yang nyaman, aman, dan bahagia.

Keempat, komitmen saling percaya

Selanjutnya, kita butuh komitmen saling percaya. Jujur gak menjamin hidup bakal langgeng. Tapi setidaknya, kita harus jujur sejujur-jujurnya. Gak masalah misal ada satu rahasia yang mesti ditutup rapat. 

Toh jika dikatakan gak berdampak apa-apa. Misal, dulu kita pernah jatuh bersepeda, kaki kita cidera dan butuh waktu dua pekan untuk kembali pulih. Jadi, gak berimbas walau disampaikan. 

SaKejujuran kadang membawa kepada kecurigaan. Apakah benar istri saya dulu punya banyak mantan? Dengan hal ini, mungkin kita sebagai suami akan mencari tahu. 

Tindakan ini sangat membuang-buang waktu. Toh kalau sudah ketemu, terus mau apa kita? Jadi, saling percaya saja.  Tidak perlu mengusut tuntas hingga akhir. Percayalah pasangan kita telah mengatakan sejujurnya.

Suatu ketika, istri kita traveling bareng kawan-kawannya, mungkin kita khawatir, kok dia belum kirim status terkini. Ada apa? 

Sudah tenang, kita telpon saja. Kalau gak diangkat, mungkin sedang asyik bercanda dengan kawannya. Telpon lagi, eh ternyata terhubung. 

Gak perlu ditanya, dia bakal menjelaskan apa saja yang dilakukan sehingga lupa tidak mengabari. Kita kudu ingat, tidak boleh sidebarring saat berjumpa kawan-kawan, bakal merusak suasana. Sebab, sibuk dengan gadgetnya masing-masing.

Jadi, komitmen saling percaya wajib ditumbuhkan dalam kehidupan pra dan pasca menikah. Dengan begitu, kita tambah yakin bahwa pasangan kita benar-benar serius dengan kita. 

Kelima, komitmen mencintai

Perlu kita ketahui bersama bahwa wanita lebih cepat terlihat tua ketimbang pria. Kita lihat diri kita sendiri, pasti ada yang berubah dari diri kita. 

Hal itu dikarenakan, wanita lebih banyak melakukan aktivitas di dalam rumah yang kadang disepelekan oleh kita sebagai suami. 

Nyatanya, sebuah pekerjaan tak kasat mata dengan beban segudang. Untuk itu, saya mewakili para lelaki beristri, terima kasih istri tercintaku, yang sudah menjalankan kewajiban dengan penuh kebahagiaan, walau sangat menyesakkan.

Istri kita terlihat menua, jangan sampai kita berpaling pandang. Tetaplah kita mencintai dirinya, layaknya cinta pertama pada dirinya. Artinya, porsi cinta dan kasih masih sama besar seperti awal berjumpa. Takaran kasih sayang masih tetap sama seperti dulu. Namun, perlu ditingkatkan sedikit demi sedikit agar rasa cinta jauh lebih bermakna.

Bilamana ada pasangan yang tega mendua. Itu tandanya, dia tidak cinta sepenuhnya cinta. Katanya, cinta itu buta. Jadi, gak perlu mendua karena ada yang baru, ada yang mulus, dan ada yang wangi. 

Keutuhan rumah tangga ditopang dengan komitmen saling mencintai, walau raga yang kita miliki sudah tak lagi muda, sudah tak lagi bugar, dan sudah tak lagi kokoh. Yang namanya cinta, sampai kapan pun tetap cinta.

Keenam, komitmen menghargai

Memutuskan untuk menikah, berarti harus siap menghargai. Bukan memberi harga pada pasangan. Ini hubungan. Komitmen menghargai perlu dimiliki oleh kedua belah pihak. Kita dan pasangan kita, keluarga kita dengan keluarga pasangan kita.

Menghargai dalam arti menghormati, mengindahkan, dan mematuhi nasihatnya. Orangtua tentu tau yang terbaik bagi anaknya. Gak mungkin ada orangtua menjerumuskan anaknya ke lembah kegelapan. Ibarat kata, gak onok macan seng tego mangan anake dewe.

Misal pasangan kita sibuk dengan keluarganya, seakan-akan tidak memedulikan diri kita. Jangan karena hal ini, kita naik pitam. Coba lihat, kenapa istri kita tidak seperti biasanya, tanyakan dengan kepala dingin. 

Eh ternyata ada sanak keluarga pasangan kita yang jatuh sakit. Jadi, dia mesti bergegas ke sana, mesti meninggalkan beberapa kewajiban di rumah. 

Maka dari itu, penting sekali memiliki komitmen saling menghargai. Sederhananya, saling mengerti, memahami, dan memaklumi.

Ketujuh, komitmen tetap harmonis

Kadang ketika kita sudah berumur, tak lagi muda malah perilaku sewaktu muda jarang kita tunjukkan kepada pasangan. Ini sebenarnya agak salah.  Sebab, pasangan kita adalah pasangan kita sendiri. Bersama orang yang sama. Jadi, perlu sesekali menghidupkan perilaku semasa muda diulang kembali semasa tua.

Misal, dulu kita sering menyanyikan sebuah lagu di alun-alun kota, duduk bersama pasangan. Dan jika dilakukan lagi, akhirnya pasangan tambahan sayang. Lalu jua, bila dulu suka bercanda dengan pasangan kita yang humoris. Kita wajib menghidupkan sikap romantis dan humoris sewaktu muda dulu di masa sekarang, hal ini perlu supaya kita tetap harmonis.

Pasangan kita mungkin merindukan sikap humoris kita dulu dan bisa jadi pasangan kita mungkin kangen sikap romantis kita dulu. Menyanyikan sebuah lagu, memberi bingkisan coklat, makan malam di tempat spesial, maupun hal lainnya. 

Untuk itu, kita wajib mengulang kembali masa-masa indah dulu sebagai upaya menguatkan kembali hubungan yang sudah menua. Intinya tetap harmonis.

Itulah beberapa komitmen yang patut kita miliki, kita dan pasangan kita agar dapat hidup dalam kebahagiaan hingga akhir menutup mata. Komitmen tersebut perlu dibangun sejak awal menikah, bahkan jauh saat berpacaran, lebih-lebih diperkuat dalam kehidupan rumah tangga. Kehidupan keluarga.

Oleh sebab itu, resepsi pernikahan yang indah mewah mentereng bukanlah suatu hal yang wajib dan diprioritaskan oleh kita yang bakal melangsungkan pernikahan. 

Boleh membangun resepsi pernikahan mewah, tapi lihat dulu, keuangan kita bagaimana. Jangan sampai memaksakan dan akhirnya kita hancur berkeping-keping ditengah jalan. Penyesalan yang sangat menyakitkan. 

Saran saya dan mungkin kalian pun setuju, mengadakan resepsi pernikahan cukup sederhana saja, sesuai dengan kemampuan finansial, dan pikirkan masa depan. Intinya sederhana tapi bahagia. Intinya sederhana tapi dilandasi dengan komitmen kuat, kekal hingga esok nanti.

Jadi, lebih penting mana, menyiapkan resepsi pernikahan mewah tapi berujung kandas, menyiapkan resepsi pernikahan sederhana berakhir langgeng akhir hayat, atau menyiapkan pernikahan mewah dengan cerita hidup penuh keterpurukan?

Bayu Samudra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun