Mohon tunggu...
Bataona Noce
Bataona Noce Mohon Tunggu... Freelancer - Aku... Nanti, kalian akan mengenaliku di sana....

Mencintai bahasa dan sastra, seperti mencintai dirinya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ibu Kota Negara Kami Adalah Lembata

17 Mei 2019   13:12 Diperbarui: 17 Mei 2019   17:51 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ilustrasi/shutterstock)

Saban hari terjadi kegaduhan besar di rumah kami....

Di tanah milik ayahku, di sebuah negera yang kalian sebut 'Lembata', terjadi perang kehormatan... Aku melawan ayah... Ayah melawan para menterinya. Ibu dan adikku jadi jurinya... Dan seluruh rakyat ayah jadi penonton, penuh sorak ria.

Saban hari terjadi kegaduhan besar di rumah kami....

Aku dan ayah tak pernah seia sekata. Lucunya... Ayah kadang merajuk tak mau makan siang. Anehnya... kami selalu makan malam bersama. Para menteri ayah hanya menikmati sandiwara bodoh kami....

Saban hari terjadi kegaduhan besar di rumah kami....

Aku dan ayah meributkan perihal ibu kota negara kami.... perihal di mana harus dipindahkan ibu kota negara kami....

Hingga suatu hari tiba... Seluruh menteri ayah menyekapku di sebuah ruang bawah tanah berukuran 2,5 m x 1,5 m... namanya 'Lembata' (Lembaga Bawah Tanah). Di atas tanah itulah kelak ayah memindahkan dan membangun ibu kota negara kami yang baru.

Tak ada lagi kegaduhan besar di rumah kami....

Simbu, Mei 2019

(Oh iya, puisi ini hanya fiksi ya... Tidak bermaksud menyinggung pihak manapun )

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun