Saat Bediding, anak-anak laki-laki maupun perempuan, akhirnya banyak yang terkena pilek, batuk menggigil menular seperti wabah, Anak-anak kecil hidungnya molor ingus sentlap-sentlup bunyinya menjijikkan. Belum ada obat buatan pabrik yang mujarab saat itu. Kadang anak yang agak besar hanya disuruh berkumur air hangat dicampur sedikit garam, jika tidak dibuatkan teh jahe diminum selagi hangat untuk mengencerkan dahak. Obat yang ada saat itu pelega hidung mampet adalah Vick Vaporub, atau  Balsam Frair.Â
    Kebanyakan ibu yang anaknya pilek masak sayur soto atau sop yang banyak kuah, dimakan selagi hangat untuk melonggarkan pernafasan. Kadang anak yang sudah agak besar dan berani makan sambal disuruhnya menambah sambal, agar tenggorokan terasa lega.
    Anak-anak perempuan biasanya main dakon, atau bekelan, yang umumnya mencari rumah yang lantainya sudah diplester semen atau berubin. Mereka membawa peralatan bermain sendiri dari rumah masing-masing, dimasukkan saku rok yang dipakainya. Beberapa keluarga yang cukup mampu ada yang meminjamkan alat dakon, terbuat dari kayu jati yang dibuat cekungan-cekungan. Alat ini bisa dipinjam, dan biji dakon menggunakan isi buah srikaya atau sirsat, namun kadang juga memakai batu-batu kecil yang hampir sama besarnya.
    Pada malam hari, sekitaran pertengahan bulan Jawa, bulan purnama bersinar dengan terangnya, tanpa terhalang awan yang jarang ada di musim kemarau. Anak-anak laki-laki maupun perempuan berkumpul di lahan kosong yang luas, dan tidak banyak tumbuhannya. Tempat itu sesuai untuk medan bermain selepas Isa, yang bisa menampung banyak anak.
    Masing-masing anak membentuk kelompok-kelompok kecil yang sesuai dengan seleranya, sehingga terhimpun beberapa kelompok. Ada satu kelompok yang senang saling memberi umpan pertanyaan tersembunyi untuk ditebak teman lainnya. Mereka yang dapat memberi tebakan yang tidak terjawab oleh teman yang lain menjadi pemenangnya.
    Ada sekelompok remaja yang  sudah agak dewasa mulai merasa birahi rasa cinta kepada lawan jenisnya, sehingga perbincangan hangat yang terjadi soal percintaan. Tipe wanita yang dipuja saling diungkap, dan tidak terasa asyik membicarakan gadis tetangganya sendiri, atau teman sekolahnya, sehingga kadang ceritanya yang masih jujur itu cukup menggelikan.
    Sekelompok anak-anak saling berbicara pelan di bawah pohon mangga yang rimbun terlindung dari cahaya bulan yang sedang purnama. Mereka saling menceritakan pengalamannya baru saja ikut latihan kesaktian badan, sehingga lama-lama mempraktekkan kesaktiannya kebal terhadap pukulan, sehingga agak menjadi perhatian dari kelompok lainnya. Beberapa teman memukul teman yang mempraktekkan kekebalan dengan tangan kosong, tapi tidak dirasakan olehnya. Untuk menyadarkan, salah satu teman menempeleng kepalanya, sehingga sadar kembali, dia berusaha agar tidak terjadi suatu keributan.
    Satu kelompok bermain petak umpet. Dari rumah ayah dan ibu biasanya memesan sebelum pergi bermain, hati-hati jika main petak umpet, jangan bersembunyi di balik rumpun pohon pisang pemeonya  katanya bisa disembunyikan mahkluk halus. Tidak boleh juga sembunyi di tempat gelap yang jarang dibersihkan, apalagi di bawah pohon uwi yang banyak duri kemarung yang tajam, dan kaki bisa tertusuk karenanya. Sandal harus tetap dipakai, jangan sampai terkena pecahan kaca yang kadang terserak sembarangan.
Kenangan Indah Tak TerlupakanÂ
    Adapun yang menjadi kenangan, walaupun anak-anak berbeda jenis permainannya, jarang mereka itu berselisih, apalagi sampai terjadi tawuran. Mereka bermain rukun dan damai, tanpa menimbulkan benih-benih permusuhan. Tidak ada saling menghina, atau mengejek, yang ada saling berkunjung bergantian ke rumah teman-temannya yang lain, sehingga akrab juga dengan para orang tuanya.
    Pada sekitaran bulan Agustus dan sebelumnya, anak-anak desa mengadakan latihan pentas untuk memperingati Hari Kemerdekaan 28 Agustus 1945. Umumnya para remaja latihan pentas Ketoprak atau Wayang Orang. Pementasannya dilakukan di sekitar tanggal 17 atau Sabtu malam yang berdekatan dengan tanggal itu. Ini adalah suatu tali silaturahmi anak-anak desa, yang dapat mempengaruhi terbinanya hubungan sosial budaya, sehingga menumbuhkan perasaan saling toleransi.