A. Terapi Setrum Aki
    Setelah terapi Setrum Aki di Karanganyar
 (Bp. Suwardi) yang pasiennya cukup banyak,
 terapisnya memesan agar saya tiga kali
 seminggu datang untuk diterapi. Selanjutnya
 saya menepati pesannya, sehabis Subuh saya
 sudah dari rumah untuk perjalanan kurang
 lebih 30-an menit menuju rumah terapisnya.Â
    Terapi berjalan lancar, yang Alhamdulillah
 selesai diterapi badan menjadi enteng dalam
 menyetir mobil, dan tidak merasakan
 kesakitan. Sambil diterapi, saya dipesan tidak
 boleh minum obat dokter dulu, dan tidak
 diperbolehkan diet, apalagi disuntik insulin.
 Menurut pengalamannya, pasien yang sudah
 disuntik insulin, akan sulit sekali diterapi
 untuk menurunkan kadar gulanya. Katanya
 pankreas sebagai organ sumber isulin
 mestinya diaktifkan, jika tidak maka akan
 jadi mengering.  Ibarat sumber mata air yang
 jarang ditimba airnya, maka lama-kelamaan
 airnya mengering.
    Saya justru dipesan banyak minum dengan
 gula, dan terapisnya siap menggarapnya untuk
 menurunkan gula darah. Beliau berceritaÂ
 mengibaratkan: "Jika akan memasak ikan
 asin, maka ikan asin sebaiknya dicuci dengan
 air hangat dicampur garam, sehingga garam
 akan ikut melarutkan kandungan garam  ikan
 asin. DM menyebabkan penyerapan gula darah
 terhambat, maka untuk melarutkan darah
 yang kental akibat kandungan gula tidak
 terserap, akan dilarutkan oleh cairan gula
 yang diminum."Â
    Adapun pantangan pengidap DM, tidak baik
 minum dan makan yang  panas-panas, dan
 pedas-pedas. Oleh terapisnya, bahkan perut
 dibuat agar tidak tahan pedas, untuk ikut
 nembantu mengatasinya. Makan nasi
 dianjurkan hanya 5 sendok nasi dingin (sega
 wadang), menurutnya jika kebiasaan makan
 nasi sudah sedikit, maka DM 50 % sudah
 sembuh.
    Pada terapi yang ketiga, baru memegang
 kaki kanan saya, beliau menimpuk pelan kaki
 saya, dan berkata: "Mana gula darahnya, gula
 darahmu sudah tidak ada. Jika mau terapi
 sebulan sekali saja untuk mengecek
 perkembangannya. Sekarang kamu boleh
 pulang, tidak usah terapi." Komentar begitu
 sambil mengingatkan pantangan-pantangan
 yang harus dihindarinya. Di samping itu,
 harus segera cek gula darah, untuk melihat
 situasi kadar gula.
    Setelah cek gula darah, kadar gula saya
 yang tadinya 525, alhamdulillah sudah anjlok
 ke 196. Selanjutnya, beliau  meminta
 sebulan sekali saja untuk diterapi, akan tetapi
 dua minggu sekali saya tetap mendaftar untuk
 diterapi, oleh karena saya benar-benar
 merasakan pengaruh yang signifikan terhadap
 penurunan kadar gula. Saya seakan kecanduan
 diterapi, walau di bagian-bagian tubuh
 tertentu sangat sakit disetrum, namun sekian
 menit berikutnya akan terasa nyaman, yang
 menimbulkan ketagihan.Â
    Logika yang diterangkan oleh terapisnya,
 ibarat saluran air, yang di tempat tertentu ada
 sumbatan sampahnya. Jika sampah lancar
maka mengalir deras. Begitu juga aliran darah
 jika ada sumbatan penyempitan darah, maka
 jika  disetrum akan kesakitan dan alat ujung
 terapi terus ditekan, tidak lama kemudian
 sumbatan akan meleleh?, sehingga aliran
 darah lancar, dan pasien akan merasakan
 nikmatnya disetrum.
B. Menularkan Pengalaman
    Selanjutnya, oleh karena saya
 merasakan penurunan gula darah yang
 signifikan, saya mengajak beberapa teman
 yang mengeluh karena tinggi gula darahnya.
 Di IAIN Surakarta (saat itu belum
 beralis status menjadi UIN), saya
 menceritakan kepada Rektor IAIN (Dr. H.
 Imam Sukardi, M. Ag), Drs. Wardoyo, M. Hum
 (Dosen Ushuluddin), dan Joko S. (Sopir IAIN).
    Di Universitas Veteran Bangun Nusantara
 Sukoharjo: Drs. Bambang Partono, M. Pd.
 (Rektor), Bagyo (Staf Perpustakaan) juga
 berkenan melakukan terapi. Prof. Dr. H.
 Ujianto, MS (Rektor UNTAG Surabaya) beserta
 istri (Tutik Ujianto) dan beberapa tetangganya
 dari Nganjuk juga melakukan terapi.
    Dari Universitas SAHID Surakarta ada juga
 dua orang (namanya lupa), dan dari Semarang
 Perumahan Tlogosari ada dua orang  (tetangga
 adik saya) yang diberitahukan oleh  adik saya,
 ikut melakukan terapi.  Tetangga saya ada dua
 yang ikut terapi, dengan saya antar sendiri,
 karena dari keluarga tidak mampu. Menurut
 ceritera yang ikut terapi menyatakan
 manfaatnya, sehingga ada juga yang
 kecanduan seperti saya, namun ada juga yang
 tidak melanjutkan terapi, karena bagi yang
 tidak tahan, disetrum dengan aki memang di
 bagian-bagian tertentu akan merasakan
 kesakitan, walaupun beberapa menit
 kemudian akan merasakan kenikmatan. Di
 samping itu beberapa di antaranya tidak tahan
 pantangannya.
    Rektor IAIN Surakarta saat terapi, kadar
 gulanya 600, saya antar sendiri memakai
 Honda Jazz Pink pribadi miliknya (jadi tidak
 memakai mobil dinas), dan saya yang
 menyopir. Saat terapi, karena teman akrab
 saya ikut masuk di ruang terapi. Sama dengan
 saya, saat terapi pertama, dia menjerit-jerit
 karena kesakitan, sehingga saya goda: "Rektor
 kok jerit-jerit, apa tidak malu!." Saya cukup
 heran mensyukuri nikmat Allah SWT,...........
 lha kok teman saya sekali saja tetapi, gula
 darahnya sudah anjlok menjadi di kisaran 130
 dari yang tadinya 600.
    Akhirnya, dia kecanduan, dan sebulan
 sekali pasti mengajak saya untuk terapi,
 walaupun kadar gulanya sudah dinyatakan
 normal, dengan ngampiri saya di Sukoharjo.
 Jika mengajak terapi dia bilang: "Bos.....(dia
 panggil saya bos), rindu mBah Wardi, ayo
 terapi!." Berangkatlah kami, kadang diantar
 sopir pribadi.
    Setelah itu saya mengantar Drs. Budi
 Santosa Rahardjo (dosen Ushuluddin
 Almarhum), yang mengeluh jika pundaknya
 kesakitan jika dipakai olah raga. Dia saya antar
 sendiri memakai mobil lawas  saya (Mercy
 Tiger tahun 1980) dua atau tiga kali.Â
    Pada kasus sebaliknya, dua teman dari
 IAIN Surakarta yang ikut melakukan terapi,
 menyatakan tidak kuat menahan sakit jika di
 terapi, baru sekali dua kali di terapi,
 meneruskan obat jalan dari dokter yang
 merawatnya. Dia adalah Drs. Wardoyo, M.
 Hum., yang pernah terapi dua kali pernah
 bertemu dengan saya di depan gedung
 LemLit IAIN Surakarta, dan berkata:  "Pak
 Bas, aku menyerah tidak kuat terapi di tempat
 mBah Suwardi. Sekarang saya obat jalan
 dokter lagi, aku sudah mulai impoten!."
   Selanjutnya, saya dengar Pak Wardoyo ini ke
 luar masuk RSUD Boyolali beberapa kali, dan
 tidak lama kemudian.......Inna lillahi wa Inna
 ilaihi Raji'un,....... Alhamdulillah saya dapat
 takziah dan ikut bersama teman-teman
 mensholatkannya. Takdir telah berjalan
 sebagaimana Garis Allah SWT.
C. Menjadi Konsultan
    Pada tahun 2008, saya diajak teman akrab
 saya (Prof. Dr. H. Ujianto. MS.) yang saat itu
 Rektor UNTAG Surabaya, ke SampitÂ
 Kalimantan Tengah,  dan  diangkat menjadi
 Wakil Rektor I Universitas Darwan Ali Sampit
 di Seruyan Kalimantan Tengah. Dalam jabatan
 itu merangkap Konsultan Bidang Akademik di
universitas yang bersangkutan.
    Saya melakukan diet (rutin Puasa,
 Daud,makan sedikit, tidak makan yang panas,
 dan pedas-pedas), namun tidak diet gula. Oleh
 karena jauh, saya tidak bisa melakukan terapi,
 analisa saya, saya terlalu mementingkan
 pekerjaan, sehingga mengabaikan potensi
 penggerogotan DM saya. Pisah dengan
 keluarga, pola makan minum saya tidak
 terkontrol, di pagi hari kadang hanya minum
 energen. Lauknya sering over ikan laut karena
 dekat laut dan pelabuhan ikan.
    Setiap hari mengkonsumsi ikan laut (udang
 atau lobster, udang sembah, kepiting/
 rajungan, belut laut, ikan senangin yang
 mahal itu, telang, pipih, pari, hiu mini,  telur
 ikan, dan kerang-kerangan, serta berbagai
ikan laut yang lain).
    Pola makan saya berubah, karena saya
 bergaul dengan para pelaut, produsen ikan
 asin/terasi, yang saya sering membawa
 sekedar buah-buahan atau makanan kecil,
 sambil saya omong-omong soal ikan dan suka
 duka menjadi pengepul ikan dan nelayan.
    Bergaulnya saya dengan mereka, sambil
 seakan mewawancara, menghasilkan dua
 novel anak, dan cerita pendek. Adapun akibat
 pola makan saya yang berubah, dampaknya
 telapak kaki saya mulai kesemutan parah, dan
 tidak kunjung sembuh atau mereda.
D. Kembali Mengajar di IAIN SurakartaÂ
    Sepulang dari Sampit, mulai aktif di IAIN
 Surakarta kembali, dengan kaki kesemutan
 yang parah, dan jika sore hari membengkak.
 Ini.....sudah takdir saya, ketika saya datang
 untuk terapi di tempat mBah Wardi
 Karanganyar, tiga kali tidak bisa bertemu,
 karena terapisnya (mBah Wardi) sering sakit
 dan dirawat di rumah sakit, maklum umur
 sudah mendekati 90 tahun.
    Tiga tahun (2013-2015) saya diamanahi
 menjadi Wakil Dekan III Fakultas Ékonomi dan
 Bisnis Islam (FEBI) yang sudah beralih
 status menjadi UIN RM Said Surakarta.
 Kembali sibuk, dan kadang melupakan
 kesehatan., tidak diet, akan tetapi lama tidak
 terapi strum aki.
    Pada akhir tahun 2015 alhamdulillah habis
 masa jabatan, selanjutnya aktif mengajar dan
 membuat proposal Pendirian Pusat Studi
 Kependudukan, Lingkungan Hidup dan
 Pedesaan, dan saya diserahi sebagai
 kepalanya. Pusat Studi itu kurang mendapat
 dukungan, terutama dari bagian administrasi,
 untuk sekedar menyiapkan ruang beserta isi
 kantornya. Padahal saya sudah menjalin
 kerjasama dengan Biro Pusat Statistik
 Sukoharjo untuk mengolah data penduduk
 Sukoharjo dalam bentuk profil.
    Saat itu menjelang Sensus 2020, saya juga
 menyiapkan relawan untuk  membantu Sensus
 Penduduk 2020, yang mulai dilakukan di bulan
 Mei. Saya bilang ke Rektor akan
 menyumbangkan 97 buah buku dan jurnal
 yang fokusnya Studi Kependudukan, akan
 tetapi karena ruang kerja tidak jelas, buku
 tersebut saya berikan siapa yang ingin
 membutuhkan.
E. Memasuki Usia Pensiun
    Tanggal 26 Mei 2018 memasuki masa
 pensiun, setelah menerima penghargaan:Â
1. Dosen Teladan Tingkat Propinsi Kal-Teng;
2. Satya Kencana 20 tahun dari Megawati
  Sukarnoputri;
3. Satya Lencana 30 tahun dari SBY;
4. Sebanyak 7 SK atau Sertifikat Nasional
   Lomba Penulisan Tingkat Nasional;Â
5. Beberapa pengalaman menjadi: Ketua
  Jurusan, Kepala Biro, Kepala Bagian,
  Pembantu Dirèktur, Pembantu Ketua, Wakil
  Rektor, Wakil Dekan dan Kepala Pusat Studi.
    Selanjutnya menjadi Dosen Luar Biasa,
  yang belakangan disebut Dosen Tidak Tetap,
  dengan Mata Kuliah tetap PendidikanÂ
  Kewarganegaraan. Sementara itu gula darah
  selalu di atas 300 sampain325, kaki
  kesemutan parah, yang di malam hari sering
  kambuh dengan rasa sakit luar biasa,  kadang
  jujur sampai saya menangis. Selama itu
  pula, saya tidak pernah kontrol untuk
  memeriksakan perkembangan gangguan DM
  yang menggerogoti kesehatan saya.
  Disambung ke Testimoni III.
Sukoharjo
Minggu, 12 Â Oktober 2025. 09.26.
   Â
   Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI