Oleh: Basuki Kurniawan
Dosen Hukum Tata Negara -- UIN KHAS Jember
Menjadi wartawan adalah profesi mulia. Tapi kehormatan profesi ini akan runtuh jika digunakan untuk menekan orang demi keuntungan pribadi. Itulah yang terjadi dalam kasus Mustaqim dan Mamas Arifin, dua wartawan yang dihukum pidana karena memeras narasumber dengan dalih investigasi.
Kasus ini bermula ketika keduanya bersama seorang anggota LSM mendatangi rumah Maskuri, Ketua Gabungan Kelompok Tani di Pemalang. Mereka mengaku sedang menyelidiki dugaan penyimpangan bantuan dana Program Usaha Agro Pertanian (PUAP) dari pemerintah senilai Rp100 juta, termasuk bantuan alat pertanian seperti traktor.
Dalam pertemuan itu, terjadi tekanan tersirat kepada Maskuri. Ia diancam akan dilaporkan dan diberitakan secara negatif jika tidak kooperatif. Bahkan, salah satu terdakwa sempat memotret Maskuri---yang justru membuatnya semakin takut. Akhirnya, karena merasa tertekan, Maskuri menyerahkan uang sebesar Rp2 juta agar masalah itu "tidak diangkat ke media."
Perkara ini sampai ke Pengadilan Negeri Pemalang. Hakim menyatakan para terdakwa terbukti melakukan pemerasan secara bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut. Mereka dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 bulan, awalnya dengan masa percobaan 1 tahun. Namun di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Semarang mencabut masa percobaan tersebut. Akhirnya, Mahkamah Agung memperkuat putusan itu dan menolak kasasi para terdakwa.
Wartawan Tidak Boleh Minta Uang dari Narasumber
Dalam pertimbangannya, Mahkamah Agung menegaskan bahwa wartawan dilarang meminta atau menerima imbalan apa pun dari narasumber terkait informasi atau berita yang sedang diliput. Hal itu tidak hanya melanggar etika profesi, tapi juga dapat memenuhi unsur pidana pemerasan.
Pasal 369 ayat (1) KUHP menyebutkan:
"Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran nama baik, memaksa seseorang supaya memberikan sesuatu, dipidana."
Dengan kata lain, menyampaikan ancaman "akan diberitakan secara negatif jika tidak memberi uang" bisa menjadi bentuk pemerasan yang bisa dihukum penjara.
Putusan Pengadilan sebagai Pelajaran Bersama