Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Street Smart Versus Text Book Smart

19 Februari 2014   05:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:41 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Gelar didalam pendidikan nampaknya masih jadi prestige.

Terbukti banyaknya anak selepas bangku SMA yang 'merasa' atau 'terpaksa' harus masuk kuliah, demi mengejar gelar semata. Pendapat bahwa kalau bisa ya harus kuliah itu sebetulnya tidak ada salahnya sama sekali.

Pendidikan tinggi memang penting untuk bekal hidup ke depannya. Kebanyakan jenjang kuliah adalah sesuatu yang harus dilewati karena satu tahap menuju dunia yang sebenarnya : pekerjaan.  Gelar identik dengan pekerjaan yang nyaman. Gaji bulanan. Hidup mapan. Sebagai sebuah bentuk dari negara dunia ketiga yang masih juga kagok merayakan kemerdekaan, tampaknya pendapat umum seperti ini sulit untuk disingkirkan.  Proses melewati perguruan tingginya tidak salah.

Namun tujuan pencapaiannya itulah yang melenceng.

Dan saat para fresh graduate ini masuk ke sebuah dunia yang bagi kebanyakan mereka baru , ternyata harapan tak sesuai dengan kenyataan. Bayang bayang lulus kuliah langsung kerja saat melihat bahkan pada satu posisi yang diincar bisa terdapat ribuan fresh graduate. Apa yang diajarkan di text book tidak bisa serta merta di implementasikan riil di dunia nyata.

Hanya jadi sekedar hafalan di otak atau buku yang selama ini memberati backpack saja. Pintar sih, tapi hanya text book smart.  Berusaha melihat sebuah tantangan runut seperti halnya model studi kasus yang berada di kelas. Ada hitungannya, ada kecermatannya, tetapi sulit untuk di cerna di dunia nyata.

Hal dan anggapan seperti ini lah yang menyebabkan 'lahan basah' bernama sekolah favorit sampai dengan perguruan tinggi favorit sepertinya menjadi incaran.

Street Smart ?  Pintar karena pengalaman. Karena keadaan. Jangan tanya teori yang rumit rumit kepada mereka. Namun insting survival memang sudah ditempa 'dijalanan'.  Belajar otodidak. Melalui kesalahan, kegagalan dan semangat. Tak jarang kecerobohan.  Bangku kuliah tak dimakan. Tapi nongkrong di pasar buku loakan dan ngobrol ngalor ngidul di sebuah warnet jadi 'universitas'nya.

Memulai dari bawah, pada umumnya.  Sadar akan realita hidup yang keras, sehingga sifat tak manja pun secara tak langsung di tempa disana.  Seorang yang 'street smart' menghargai kode etik tak tertulis yang beredar 'dijalanan'. Bukan sebuah kode etik akademis. Ini jalanan, Bung.

Kelemahannya? Melawan sistem yang ada. Bahwa seorang alumni akan mempunyai kecenderungan mengangkat almamaternya. Bahwa mereka yang telah atau pernah duduk di bangku kuliah menganggap bahwa hanya dengan kuliah semua jadi bermakna.  Aturan main dunia dimana gelar , predikat seakan menjadi sebuah jaminan mutu.

Namun tak jarang, mereka yang street smart ini menjadi besar karena jiwa wiraswastanya tinggi. Mengambil sebuah resiko tentang pekerjaan dan lain hal bukan lah sesuatu yang baru bagi mereka. Sehingga apabila tekun dan mencintai suatu bidang, mereka akan sukses dibawanya.

Lantas mana yang lebih baik kalau begini ? Pendapat subyektif saya yang tidak terlalu mengagung agungkan titel atau sebuah institusi pendidikan , maka akan mengatakan bahwa keduanya sama pentingnya. Disaat negara belum bisa menjamin hak pendidikan secara merata ke seluruh lapisan rakyat Indonesia, penilaian harus diberikan secara fair. Bukan melulu mengikuti aturan main yang telah ada selama ini.

Masa bodoh dengan aturan aturan tersebut. Atau pendapat bahwa mereka yang melalui jalur pendidikan tinggi lebih terstruktur daripada yang tidak ? Masa bodoh dengan itu juga.

Seperti halnya internet. Dia bagus untuk membuka pikiran. Dari satu sudut di kota kecil seorang dapat 'berkelana' bahkan sampai ke Yaman sana. Atau ke China. Bahkan melihat keindahan kota di Osaka. Tapi kembali lagi, itu bukan hal yang nyata.

Menyerap semua pengetahuan tanpa tau bagaimana caranya untuk menerapkan semua itu maka seseorang akan menjadi tak lebih dari perpustakaan berjalan.  Namun sebaliknya terlalu 'nikmat' belajar dengan jalanan sebagai gurunya tanpa sudi untuk membelajari sesuatu lebih lanjut berkaitan dengan disiplin ilmunya, seseorang sulit untuk terbuka pikirannya.

Pilih yang mana?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun