Mohon tunggu...
Irham Bashori Hasba
Irham Bashori Hasba Mohon Tunggu... Lainnya - Sekilas Tentang Irham Bashori Hasba

Irham Bashori Hasba adalah pegiat sosial masyarakat, suka ngamati dan menuliskannya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Benarkah LPG Itu untuk Rakyat Miskin? Cerita Pagi Ini #2

15 Maret 2021   20:48 Diperbarui: 15 Maret 2021   21:49 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia berkata "saya masih kuat bekerja mas, kurang patut saya menerima uang sampeyan tanpa saya mengerjakan sesuatu". Saya hanya melongoh dan mengakhiri dengan kata "jika nganggur, kang Tukirin bisa bantu ibu saya bersihkan pekarangan ya kang, terserah jenengan kapan bisanya" Beliau menyanggupinya dengan sangat gembira "kalau seperti itu, saya sangat menerima dengan senang mas, Insya Allah besok ya mas". Setelah bersalaman kembali saya melanjutkan perjalanan.

Kebijakan Konversi Elpiji

Elpiji lebih sering dikenal dengan istilah GAS oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Elpiji atau LPG (Liquefied Petroleum Gas) merupakan minyak bumi yang komponennya terdiri dari Propana (C3H8) dan Butana (C4H10), dan komponen hidrokarbon ringan lainnya seperti Etana (C2H6) dan Pentana (C5H12) yang tekanannya ditambah serta suhunya diturunkan sehingga menjadi benda cair. 

Ketika LPG di masukkan kedalam tabung, akan langsung berubah menjadi Gas karena suhu dan tekanan yang normal sehingga penggunaannya aman bagi kebutuhan bahan bakar yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Selain itu, LPG memiliki fleksibelitas dalam penggunaannya karena tidak membutuhkan infrastruktur berlebih dan khusus, cukup tabung yang dialirkan ke kompor menggunakan selang tabung.

Kebijakan konversi LPG digulirkan pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono -- Muhammad Jusuf Kalla yang dilantik pada Oktober 2004. Kebijakan tersebut muncul karena berdasar analisis-analisis yang menyatakan bahwa penggunaan bahan bakar di Indonesia cukup besar sehingga seringkali APBN negara terus mengalami peningkatan dalam penggunaan bahan bakar tersebut. Tepatnya tahun 2006, wakil presiden Jusuf Kalla memanggil para jajaran direksi Pertamina untuk membahas rencana pemerintah untuk mengurangi beban subsidi bahan bakar yang kian meningkat. 

Dalam pertemuan tersebut, Departemen Energi dan Sumber Daya (ESDM) kala itu mengusulkan penggunaan briket batu bara sebagai pengganti minyak tanah dengan alasan harga yang lebih murah, kala itu Minyak tanah Rp. 2000,-/liter sementara Briket Batu Bara Rp. 1500,-/Liter. 

Pemilihan LPG sebagai ganti dari minyak tanah daripada briket batu bara seperti yang diusulkan Departemen ESDM berdasarkan pengkajian -- bahkan dengan mengirimkan tim ke Cina -- yang kemudian menilai bahwa briket batu bara bukan sebuah solusi, bahkan mulai ditinggalkan sebab kandungan sulfur dan kotor dianggap tidak ramah lingkungan. Briket batu bara juga dianggap tidak cocok untuk ruangan tertutup.

Penggunaan LPG juga dianggap Pemerintah kala itu sangat menguntungkan, Pertama; Penggunaan LPG sebagai ganti dari minyak tanah dapat menekan subsidi BBM yang ditanggung APBN. 

Meski membutuhkan investasi yang cukup besar yakni sekitar 20 Trilyun, namun penghematan yang dapat diperoleh dari konversi tersebut juga tidak kecil sebab jika pemakaiain minyak tanah dapat berganti ke LPG sepenuhnya, maka subsidi sebesar 40 trilyun rupiah setiap tahun untuk minyak tanah tidak diperlukan sehingga pemerintah akan menghemat 100% dari pengeluaran subsidi minyak tanah. 

Kedua, penggunaan LPG dapa mengurangi beban pengeluaran rumah tangga, terutama masyarakat yang kurang mampu. Perbandingan penggunaan miyak tanah versus LPG setara 2 : 1 dengan asumsi penggunaan LPG rumah tangga mencapai 0,4 kg dan 1kg LPG setara dengan 3 -- 4 liter minyak tanah sehingga jika dinominalkan masyarakat akan menghemat Rp. 25000,-/KK/Bulan. Penggunaan LPG juga tidak menimbulkan polusi yang berlebihan dan dapat dikatakan ramah lingkungan.

Selain itu, menurut data BPS tahun 2017 menyebutkan bahwa konsumsi masyarakat atas minyak tanah untuk keperluan rumah tangga mencapai 9,9 juta kilo liter setiap tahunnya, sebuah angka yang cukup fantastis dan perlu sebuah terobosan baru. Maka melalui analisis tersebut. Akhirnya pemerintah menegaskan melaksanakan kebijakan konversi penggunaan kayu dan minyak tanah ke LPG (Liquefied Petroleum Gas). Dalam perjalanan kebijakan tersebut, pemerintah membuat klasifikasi penggunaan LPG (Liquefied Petroleum Gas) yaitu LPG tidak bersubsidi dan LPG subsidi untuk masyarakat miskin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun