Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Hampir menjadi mahasiswa abadi di jurusan Matematika Universitas Negeri Makassar, lalu menjadi abdi negara. Saat ini sedang menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, beasiswa Pusbindiklatren Bappenas. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Kunjungi saya di www.basareng.com. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rapor Merah

12 Februari 2017   20:29 Diperbarui: 12 Februari 2017   20:34 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Keluar dari ruang kelas dengan wajah tertunduk. Senyum yang tadi menghiasi wajahnya sirna seketika. Hatiku mulai deg2an tak tau harus mulai dengan omongan apa. Dengan nada suara kecewa, Dia pun mengajakku untuk segera pulang. Meninggalkan ruang kelas yang penuh hingar bingar tercampur sedih dari beberapa orang tua. Masih dalam diamnya, distarter sebuah vespa tahun 82. Umur motor yang lebih tua dariku tapi masih setia menemani ke manapun ku pergi. Aku semakin gemetar, takut, entah kata2 apa yang nantinya akan keluar dari mulutnya. Di tengah perjalanan pulang, tiba2 motor belok ke sebuah warung sop saudara. Iyya, makanan yang selama ini menjadi salah satu favoritnya. Dia masih tetap diam membisu seribu bahasa. Aku tak berani mengeluarkan kata walau hanya menyapa. Sampai makanan habis aku tak berani bertanya. 

Saat lorong rumah telah terlihat dari kejauhan, aku makin takut.
Saat masuk pintu rumah, aku hanya bisa diam. Sampai beliau akhirnya memanggil untuk duduk di sebuah kursi ruang tamu. Sebuah pertanyaan keluar dari mulutnya. "Ada masalah apa di sekolah? Apa yang membuat nilai rapormu terjun bebas seperti terjun dari langit tanpa parasut?" tanya nya dengan nada suara masih rendah. Aku tak tau harus menjawab apa. Setelah beberapa lama aku pun menjawab, mungkin ini proses yang harus kulalui, sebuah tahap adaptasi dimana pergaulan anak2 kota yang tak pernah kujumpai sebelumnya. Nasehat hari ini untukku, "jangan terpengaruh dengan kehidupan mereka. Kamu itu anak orang tak punya. Jangan pernah gengsi, hati2 bergaul, jika tak serius sekolah silahkan lanjutkan kerja di sawah." Kata beliau dengan sedikit menekan volume suara. Diperlihatkan sebuah angka di buku laporan nilai caturwulan. Sebuah angka yang aku sendiri sangat malu pada diriku. bagaimana tidak, lulusan terbaik di sebuah smp yang nilainya kini sangat memalukan. Saat kupalingkan wajahku, beliau sudah tak duduk di kursinya. Aku sangat malu pada diriku, lalu kubuat janji dalam hati. Wajah sedihnya karena kecewa kali ini adalah yang terakhir. Akan kubuat dirinya bangga suatu saat nanti. Bangga karena aku adalah anaknya. Sebuah nilai merah yang tak selayaknya ada dalam buku nilaiku. Sebelumnya tak pernah ada nilai serendah itu yang mengisi bukuku. sebuah cambuk keras untuk lebih giat lagi belajar...... (bersambung)

#sepenggal kisah di bangku kelas 1 sma

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun