Mohon tunggu...
Bari Rafi
Bari Rafi Mohon Tunggu... Saya seorang Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Andalas

Penulis yang suka menyampaikan cerita lewat kata. Bagi-bagi ide, pengalaman, dan hal seru sehari-hari. Yuk, follow IG aku @barirafiii biar gak ketinggalan!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rumah yang Retak, Tapi Masih Layak Untuk Ditinggali

5 Juni 2025   02:31 Diperbarui: 5 Juni 2025   02:31 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Seorang Anak yang Telah Lelah Melihat Kedua Orang Tuannya yang Selalu Memperdebatkan Masalah dengan Egonya yang Besar.

Tak semua orang pulang ke rumah dengan senyum. Tak semua anak memanggil "Ayah" dan "Ibu" dalam satu tarikan napas. Di luar sana, ada banyak rumah yang sunyi, kosong, atau malah gaduh setiap hari. Rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman, justru menjadi sumber luka yang sulit sembuh. 

Keluarga yang tidak utuh bukan hal asing hari ini. Tapi mengapa masih banyak orang merasa bersalah karena keluarganya tidak sempurna? Seolah-olah keluarga harus selalu lengkap, rukun, dan harmonis agar layak disebut "rumah". 

Padahal kenyataannya, banyak rumah yang berdiri hanya karena tembok, bukan karena kasih sayang. 

Kenyataan yang Tak Perlu Disangkal

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, jumlah perceraian di Indonesia mencapai 447.743 kasus. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya. Artinya, dalam satu tahun, lebih dari satu juta anak bisa jadi terdampak oleh perceraian orang tuanya. Itu belum termasuk kasus keluarga yang secara hukum utuh, tapi secara emosional berantakan ayah dan ibu tinggal serumah tapi tak saling bicara, atau anak-anak yang tumbuh tanpa pelukan.  

Lebih dari sekadar angka, ini adalah kenyataan yang dihidupi oleh banyak orang. Tapi anehnya, dalam banyak percakapan, mereka yang berasal dari keluarga "bermasalah" sering kali dianggap tak layak bicara tentang kebahagiaan, cinta, atau masa depan. 

Padahal, siapa bilang luka membuat seseorang jadi kurang layak? 

Retak Bukan Berarti Runtuh 

Ada anggapan bahwa anak dari keluarga broken home pasti tumbuh jadi pembangkang, keras kepala, atau kurang kasih sayang. Mungkin tidak sepenuhnya salah, tapi jelas terlalu menyederhanakan. 

Penelitian dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia menyebutkan bahwa anak dari keluarga tidak utuh memang berpotensi mengalami gangguan psikologis seperti kecemasan atau depresi. Namun, hasilnya sangat bergantung pada lingkungan sekitar, support system, dan bagaimana anak tersebut dibimbing atau didampingi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun