Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Sarjana, Apoteker

Pendidikan terakhir, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Sarjana lulus November 1975, Apoteker lulus Maret 1977. Profesi Apoteker, dengan nama Apotek Sido Waras, sampai sekarang. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil tahun 2003, dengan jabatan terakhir Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lampung Timur. Dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Tulang Bawang Bandar Lampung, Januari 2005 sampai dengan Desember 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ayat Mana Diamalkan

12 Juni 2020   12:31 Diperbarui: 12 Juni 2020   12:35 1699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semoga keselamatan dan rahmat Allah tercurah bagi kita semua, amiin.

Penulis mohon maaf kepada saudara -- saudara pembaca yang budiman, karena penulis seorang muslim maka uraian dalam artikel selalu disertakan ayat -- ayat Al Qur'an.  Sehubungan dengan hal tersebut, kepada saudara -- saudara yang non muslim, penulis persilahkan menggunakan firman atau ayat yang sesuai.

Mari kita ikuti bersama kelanjutan uraian tentang takwa, ditinjau dari sisi iman atau percaya kepada kitab - kitab. Sebagai orang yang beragama apapun agamanya, tentu kita wajib beriman atau percaya kepada kitab -- kitab. Artinya kita wajib mempercayai adanya kitab -- kitab Allah. 

Dikisahkan pada zaman kenabian dahulu, dikenal ada 4 kitab besar yang diturunkan sesuai dengan zamannya. Di zaman Nabi Musa As. aturan yang berlaku untuk mengatur umatnya tercakup dalam kitab Taurat, sekaligus membenarkan kitab-kitab sebelumnya.  Pada zaman Nabi Daud As. aturan yang berlaku untuk mengatur umatnya, tercakup dalam kitab Zabur, sekaligus membenarkan kitab-kitab sebelumnya. 

Pada zaman Nabi Isa As. aturan yang berlaku untuk mengatur umatnya, tercakup dalam kitab Injil, sekaligus membenarkan kitab-kitab sebelumnya. Dan akhirnya sampailah pada zaman Nabi Muhammad SAW. aturan yang berlaku untuk mengatur umatnya tercakup dalam kitab Al Qur'an, sekaligus membenarkan kitab-kitab sebelumnya.

Surat Al Maa'idah ayat 48. Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab -- kitab ( yang diturunkan sebelumnya ) dan batu ujian terhadap kitab -- kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. 

Untuk tiap -- tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat ( saja ), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba -- lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.  

Atas dasar firman Allah tersebut, mari kita sesama makhluk ciptaan Allah yang wujudnya manusia, bersama -- sama, seiring sejalan, saling bahu membahu, saling asah, saling asuh dan saling asih, serta saling menghidupi, dalam berlomba -- lomba berbuat kebajikan di dunia ini.  Menurut agama, dan kepercayaan masing -- masing. 

Dengan mempedomani kitab suci yang diyakini akan dapat mensucikan diri, mensucikan jiwa dan mensucikan hati, guna memperlancar perjalanan kita dalam melakoni hidup dan kehidupan di atas dunia ini, serta kembalinya ke sisi Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci, tempat kita semua kembali pada saatnya nanti.

Mari kita amalkan atau kita laksanakan firman atau ayat Allah dengan benar dan tepat, demi terwujudnya kedamaian di atas dunia. Tanpa harus mengkafirkan kelompok yang lain. Tanpa harus memfitnah kelompok yang lain. Tanpa harus menghujat kelompok yang lain. Tanpa harus menyalahkan kelompok yang lain. Tanpa harus menghasut kelompok yang lain. Dan seterusnya dan seterusnya dan seterusnya, karena hakekatnya kita semua ini sedang sama - sama  menjalani ujian Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa.

Jadi tidak usah selalu bertengkar, berselisih dan berantem dengan sesama peserta ujian hanya karena perbedaan sisi pandang dalam dunia inderawi. Karena  agama adalah untuk membangun akhlak manusianya, dan bukan untuk memisahkan antara penganut agama yang berbeda. Yang justru akan dapat membuyarkan konsentrasi, sehingga berakibat tidak lulus dari ujian-Nya. Bagi yang muslim, ya sudah barang tentu Al Qur'an yang diyakini sebagai pedoman hidupnya. Sedangkan saudara-saudara yang non muslim, sudah semestinya mempedomani kitab sucinya masing -- masing, silahkan. Toh kita sudah akrab dengan kalimat lakum dinukum waliadin, yang arti harfiahnya: kamu agamamu, aku agamaku.

Pada kesempatan ini, mari kita kaji Al Qur'an yang diyakini sebagai pedoman hidup, karena penulis muslim; Kepada saudara-saudara non muslim, silahkan mengaji menurut Kitab Suci yang diyakini sebagai pedoman hidupnya masing -- masing.

Wahyu Al Qur'an diturunkan Allah Swt, melalui perantaraan malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad. Kata pertama, yang disampaikan malaikat Jibril kala di Gua Hira sekitar 14,5 abad yang silam, adalah "ikrok"(bacalah). Kata bacalah disini hendaklah dimaknai, dengan membaca agar dapat memahami makna batiniyah, atau makna yang tersirat, atau makna yang tersembunyi, dari apa yang dibaca dalam Al Qur'an. 

Jadi tidak hanya diartikan dengan membaca an sich, lebih -- lebih dibaca dalam bahasa yang tidak dimengerti. Karena sesungguhnya Al Qur'an adalah petunjuk, dan yang seharusnya juga dimaknai sebagai perintah-Nya. Surat Al Baqarah ayat 2. Kitab ( Al Qur'an ) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.

Namanya saja perintah dan petunjuk, sudah barang tentu harus  disampaikan dalam bahasa kaum yang akan diberi petunjuk. Sehingga perintah dan petunjuk tadi, dapat dimengerti dengan jelas maknanya. Dan muara akhirnya dapat dilaksanakan dengan benar dan tepat, oleh kaum yang menerima perintah dan petunjuk tersebut. 

Al Qur'an disampaikan dalam bahasa Arab, karena yang menerima wahyu Al Qur'an adalah Nabi Muhammad, yang nota bene beliau adalah orang Arab. Jadi, agar Al Qur'an dapat dimengerti oleh kaum Arab, ya sudah barang tentu harus disampaikan dalam bahasa Arab. Surat Yusuf ayat 2. Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. Surat Az Zukhruf  ayat 3. Sesungguhnya Kami menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya).

Atas dasar ayat -- ayat tersebut, bagi pemeluk Islam yang bukan orang Arab, tentunya akan lebih mengerti perintah dan petunjuk Allah tadi, kalau disampaikan dalam bahasanya sendiri. Seperti kita yang diciptakan sebagai orang Indonesia, tentunya akan lebih mengerti perintah dan petunjuk-Nya, bila dari bahasa Arab telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian dikaji makna batiniyah Al Qur'an melalui roso pangroso, agar dapat menemukan makna hakikinya dan yang selanjutnya kita posisikan Al Qur'an sebagai pedoman hidup yang wajib dilaksanakan.

Karena Al Qur'an bukanlah syair, yang hanya dibaca, dihafal dan dilagukan belaka. Surat Yaasiin ayat 69 : Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya ( Muhammad ) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Qur'an  itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. 

Dari ayat ini, mudah -- mudahan kita dapat menyadari bahwa Nabi Muhammad bukanlah penyair. Dan sudah barang tentu, apa -- apa yang disampaikan kepada umatnya bukanlah syair. Lalu apa yang disampaikan itu? Tidak lain adalah pelajaran, berupa perintah dan petunjuk Allah, untuk memberi penerangan bagi perjalanan hidup seseorang. Baik perjalanan hidup di dunia inderawi ini, maupun perjalanan hidup seseorang menuju ke sisi Yang Maha Suci, sebagai tempat kita semua kembali, pada saatnya nanti.

Apabila kita telah memahami dan meresapi, makna yang terkandung didalamnya, mudah-mudahan kita akan memiliki kebenaran, kejujuran dan disiplin hidup. Sehingga setiap pendapat dari seseorang, apapun predikat dan sebutannya akan selalu diujikan terhadap kitab suci yang diimani, sebelum diikuti. Alhasil kita akan memiliki karakter yang kuat dalam bertindak, dan tidak akan terperangkap menjadi manusia pengekor belaka.

Berkaitan dengan Al Qur'an, pernah penulis mengirim pertanyaan melalui SMS kepada teman -- teman, dan pertanyaan yang sama juga pernah penulis lemparkan kepada mahasiswa. Ternyata jawabannya sama dengan apa yang sering disampaikan, oleh para penceramah atau para penyampai risalah. Pertanyaannya adalah, selama ini dimanakah anda menempatkan Al Qur'an? Pada umumnya, menjawab di tempat shalat, di meja dan di rak buku. Atas semua jawaban tadi, ya kita hargai dan hormati, karena itu adalah pendapat seseorang.

Khusus kepada mahasiswa, dari jawaban tersebut penulis lalu melanjutkan dengan pertanyaan selanjutnya. Benarkah jawaban anda tersebut? Penulis berkata kepada mahasiswa, silahkan disimak dengan baik, saya akan membacakan beberapa ayat Al Qur'an, surat Asy Syuu'araa' ayat 192 sampai dengan ayat 195, khususnya ayat 194 tolong anda cermati baik-baik. Surat Asy Syuu'araa' ayat 192. Dan sesungguhnya Al Quran ini benar - benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, Surat Asy Syuu'araa' ayat 193. dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), Surat Asy Syuu'araa' ayat 194. ke dalam hatimu ( Muhammad ) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang - orang yang memberi peringatan, dan surat Asy Syuu'araa' ayat 195. dengan bahasa Arab yang jelas. 

Selanjutnya penulis bertanya kembali kepada mahasiswa, dari rangkaian ayat -- ayat tadi, di mana seharusnya kita menempatkan atau memposisikan Al Qur'an? Mahasiswa yang ada dalam ruangan tersebut, satupun tidak ada yang menjawab dengan kata -- kata, melainkan hanya memberi isyarat dengan mengarahkan ibu-jarinya ke dada masing-masing. Nah disitulah seharusnya kita menempatkan atau memposisikan Al Qur'an ( Kitab Suci ), sehingga setiap tingkah laku, perbuatan dan tutur kata kita sehari -- hari, selalu disinari Nur Illahi, kata penulis.

Mari kita sadari akan hal tersebut, kalau benar - benar kita beriman atau percaya kepada Al Qur'an, dan memposisikannya sebagai pedoman hidup. Perintah dan petunjuk Allah itu, wajibnya dilaksanakan, bukan hanya sekedar dibaca, dihafal dan dilagukan layaknya sebuah syair. Surat Al Qiyaamah ayat 16. Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk(membaca) Al Qur'an karena hendak cepat-cepat ( menguasai )--nya. Surat Al Qiyaamah ayat 17. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan  (membuatmu pandai) membacanya. Surat Al Qiyaamah ayat 18. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.

Dari penggalan kalimat surat Al Qiyaamah ayat 18. ..........  maka ikutilah bacaannya itu. Mestinya dimaknai sebagai perintah kepada penganutnya agar, setelah membaca Al Qur'an, ditindak lanjuti dengan pengamalan atau pelaksanaan atau tindakan, sesuai dengan apa yang dibacanya itu. Dan tidak diartikan, hanya sekedar menirukan orang membaca kitab Al Qur'an.

Mudah -- mudahan dari rangkaian surat Al Qiyaamah ayat 16, 17 dan 18, dapat menyadarkan kita penganut Islam, bahwa untuk mengkaji ( mengaji ) makna batiniyah yang terkandung dalam perintah dan petunjuk Allah; Sebaiknya dilakukan dalam keadaan tenang, tidak tergesa -- gesa, sabar dan ikhlas, serta dirasakan melalui rasa yang merasakan ( Jawa = roso pangroso ). Dan sudah barang tentu menggunakan bahasa kita sendiri, mengingat pada posisi seperti ini hakekatnya kita berhadapan, dan berkomunikasi langsung dengan Yang Maha Suci. Atau dengan kata lain, saat kita mengaji Al Qur'an, hakekatnya sedang terjadi komunikasi antara kita yang diciptakan, dengan Dia Yang Menciptakan.

Kalau orang Arab yang memang sehari -- harinya berbahasa Arab, silahkan mengaji Al Qur'an menggunakan bahasa Arab, dan mengamalkannya sesuai dengan adat dan budaya Arab. Kalau orang Indonesia yang sehari-harinya berbahasa  Indonesia, silahkan mengaji Al Qur'an menggunakan bahasa Indonesia, dan mengamalkannya sesuai dengan adat dan budaya Indonesia. Kalau suku Jawa yang sehari -- harinya berbahasa Jawa, mau mengaji Al Qur'an menggunakan bahasa Jawa ya monggo (silahkan), dan mengamalkannya sesuai dengan adat dan budaya Jawa. 

Kalau suku Padang yang sehari-harinya berbahasa Padang, mau mengaji Al Qur'an menggunakan bahasa Padang ya silahkan, dan mengamalkannya sesuai dengan adat dan budaya Padang, dan seterusnya dan seterusnya dan seterusnya, apapun suku bangsa dan bangsanya, warna kulit dan bahasanya, silahkan. Karena itu memang kehendak Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, bukan keinginan manusianya.

Intinya kita mengaji, menggunakan bahasa kita sendiri atau bahasa yang kita mengerti. Mudah -- mudahan kita menjadi orang yang beruntung dapat memahami makna batiniyah yang terkandung di dalamnya, karena ayat Allah dibaca dengan bahasa yang dimengerti atau bahasanya sendiri. Dengan demikian diharapkan dapat mengamalkan atau mewujud-nyatakannya kedalam tingkah laku, perbuatan dan tutur kata kita sehari -- hari, sesuai dengan adat dan budayanya sendiri.

Kecuali hal tersebut juga perlu disadari, perintah dan petunjuk Allah itu umumnya disampaikan dalam bentuk perumpamaan. Dan bahkan, Allah membuat perumpamaan dari diri kita sendiri. Surat Al Ankabuut ayat 43. Dan perumpamaan -- perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang -- orang yang berilmu. Surat Ar Ruum ayat 28. Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. Apakah ada diantara hamba-sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu; maka kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu, kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat bagi kaum yang berakal.

Kalau benar -- benar kita mengimani Al Qur'an, mari kita yakini kebenarannya, lalu kita posisikan sebagai pedoman hidup dan diacu dalam setiap kita akan bertindak. Seandainya pemeluk Islam, sudah sampai di tataran ini tingkat kesadarannya, kira - kira adakah orang yang masih merasa bangga, bila dapat mengatakan orang lain kafir?

Adakah orang yang masih merasa bangga, bila dapat memfitnah orang lain?Adakah orang yang masih merasa bangga, bila dapat menghujat orang lain? Adakah orang yang masih merasa bangga, bila dapat menyebarkan kebencian kepada orang lain? Adakah orang yang masih merasa bangga, bila dapat menghasut orang lain? Adakah orang yang masih merasa bangga, bila dapat melakukan kebohongan, korupsi dan perbuatan jahat atau perbuatan jelek atau perbuatan tercela lainnya?

Tentunya tidak ada yang merasa bangga, dan justru sebaliknya harus merasa malu dan sedih, manakala sampai melakukan perbuatan -- perbuatan jahat atau perbuatan - perbuatan tercela semacam itu. Karena kesemua perbuatan jahat atau tercela yang maunya ditujukan kepada orang lain, sesungguhnya tertuju bagi dirinya sendiri. 

Surat Al Israa' ayat 7. Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.

Mengapa yang katanya pemeluk agama, tetapi masih senang melakukan perbuatan -- perbuatan tercela seperti itu? Kenyataan menunjukkan, lebih -- lebih di era kemajuan teknologi sekarang ini. Sungguh memprihatinkan, memalukan, menyedihkan dan ironis memang, mengaku sebagai pemeluk agama apapun agamanya, namun tingkah laku, perbuatan dan tutur katanya sama sekali tidak mencerminkan layaknya seorang agamis. 

Dengan entengnya, mengkafirkan kelompok lain. Dengan entengnya, memfitnah kelompok lain. Dengan entengnya, menghujat kelompok lain. Dengan entengnya, menyalahkan kelompok lain. Dengan entengnya, menghasut kelompok lain. Dengan entengnya, melakukan kebohongan, melakukan korupsi dan perbuatan tercela lainnya. Kalau ada orang dan atau kelompok orang yang sepak terjangnya seperti itu, berarti hanya wadag atau wujudnya saja yang manusia, sedangkan sepak terjangnya adalah iblis, setan dan sebangsanya, melalui hawa nafsu yang ada di dalam dirinya.

Kalau memang kita ingin memperbaiki diri, mari kita tingkatkan dari pemeluk agama, menjadi penganut agama. Artinya, kita tingkatkan pemahaman kita dari jenjang lahiriyah atau sareat yang selama ini hanya dengan membangga-banggakan atribut yang dipeluk; Meningkat ke jenjang tarekat, hakekat dan makripat, sehingga makna batiniyah dipahami untuk selanjutnya diamalkan dalam tingkah laku, perbuatan dan tutur kata sehari-hari.

Saat sekarang ini, pernyataan -- pernyataan sebagaimana ungkapan di atas, dengan mudahnya dapat dijumpai dalam ujaran -- ujaran di media sosial. Dan sangat disayangkan, yang katanya pemuka-pemuka dengan entengnya berkomentar, bahwa kesemuanya itu terjadi karena dampak dari kemajuan teknologi. Lagi -- lagi pihak lain dalam hal ini kemajuan teknologi, yang dituding penyebabnya. 

Padahal kita masih ingat dengan kata-kata bijak yang berbunyi, bahwa untuk menggapai suatu keberhasilan atau menggapai suatu sasaran kegiatan, tidak bergantung kepada senjata yang digunakan, tetapi bergantung kepada orang yang ada dibelakang senjata. Istilah jaman now, untuk menggapai suatu keberhasilan not depend on the gun, but depend on man behind the gun.

Analog dengan kata-kata bijak tadi, mestinya kemajuan teknologi dimaknai agar dapat memberikan dampak positip bagi kemajuan negeri ini, bila yang memegang atau yang menguasai teknologi, adalah manusia yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. Karena itu bagi yang merasa dirinya penganut agama apapun agamanya, dan lebih -- lebih yang merasa menjadi pemuka agama apapun sebutannya, hendaklah menyadari bahwa tugas anda adalah memproduksi man behind the gun itu. Bukan malah membuat kelompok -- kelompok, yang muaranya hanya  untuk mencari kenikmatan duniawi. Mengingat hakekat agama adalah untuk membangun manusia, demi terwujudnya insan yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.

Manusia hidup karena kebiasaan, jadi karena sudah saking biasanya, setiap ada permasalahan dengan entengnya selalu mengarahkan telunjuk ke arah pihak lain, dengan tanpa dirasakan melalui rasa yang merasakan atau roso pangroso. Prakteknya setiap menyalahkan kan mengarahkan telunjuk ke pihak lain, mbok coba dicermati dan dirasakan, jari-jari yang lain mengarah kemana? 

Justru lebih banyak jari yang mengarah kepada diri sendiri bukan? Kalau posisinya seperti itu, mbok ya malulah menyalahkan orang lain, karena dirinya sendiri justru lebih banyak berbuat kesalahan yang penuh dengan noda dan dosa.

Kemudian berhijrah dengan mengarahkan semua jari-jari ke diri sendiri, kalau memang ingin memperbaiki akhlak dan budi pekerti dirinya sendiri, agar tidak semakin dalam terperosok kelembah sesat. Karena semua perbuatan, kelak harus dipertanggung jawabkan di hadapan Yang Maha Suci secara pribadi. Meskipun saat berbuat di atas dunia ini dilakukan bersama rombongan, dengan jumlah anggota yang tidak sedikit. Karena itu berhati -- hati dan mari kita sadari, bahwa pertanggungjawaban akhir ada pada diri kita masing -- masing, dan bukan ditanggung oleh pemuka rombongan, pimpinan kelompok, atau pimpinan golongannya.

Surat Al A'raaf ayat 179. Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.

Ala bisa karena biasa, begitulah kira -- kira bunyi mutiara kata. Oleh karena itu mari dibiasakan untuk membaca Al Qur'an atau Kitab Suci, yang sudah diterjemahkan dari bahasa Arab atau bahasa Asing lainnya kedalam bahasanya sendiri atau bahasa yang dimengerti, agar kita dapat memahami makna batiniyah yang terkandung didalamnya. Kita coba mengawali belajar ngaji (mengkaji) ayat -- ayat Allah yang tertulis. "Ikrok" (bacalah) merupakan kata pertama yang diterima Nabi Muhammad, saat di Gua Hira sekitar 14,5 abad yang silam. Yang oleh penganutnya, lalu diterjemahkan sebagai perintah untuk membaca Al Qur'an dalam bahasa dimana wahyu tersebut diturunkan ( Arab ).

Sehingga ngaji yang seharusnya dimaknai dengan mempelajari perintah dan petunjuk Allah, agar memahami makna batiniyah yang terkandung didalamnya, lalu diartikan hanya dengan belajar membaca  dalam bahasa Arab. Dengan tujuan akhirnya, bila membaca Al Qur'an dalam bahasa Arab, akan mendapat pahala dan masuk surga, walau tidak mengerti artinya tidak apa-apa, kata orang. Hanya didasari atas kata orang saja, tanpa dievaluasi benar tidaknya pemahaman tersebut, dengan serta merta diikuti umat pengikutnya. Kalau sampai saat ini masih seperti itu pemahamannya, lalu ayat mana yang di amalkan?

Kalau benar-benar ingin memperbaiki diri, mari kita gunakan akal atau nalar sehat kita untuk mengaji firman Allah atau perintah dan petunjuk Allah, karena hanya dengan akal, orang akan dapat menerima pelajaran. Surat Az Zumar ayat 9. (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.  Surat Az Zumar ayat  18. yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.

Sebaliknya bila seseorang mengaji firman Allah atau perintah dan petunjuk Allah, dengan mengedepankan nafsunya, niscaya kesesatan yang akan diperoleh.  Surat Yusuf ayat 53. Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. Surat Shaad ayat 26. Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan ( perkara ) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang - orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.

Terima kasih.

Semoga keselamatan dan rahmat Allah tercurah bagi kita semua, amiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun