Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Sarjana, Apoteker

Pendidikan terakhir, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Sarjana lulus November 1975, Apoteker lulus Maret 1977. Profesi Apoteker, dengan nama Apotek Sido Waras, sampai sekarang. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil tahun 2003, dengan jabatan terakhir Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lampung Timur. Dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Tulang Bawang Bandar Lampung, Januari 2005 sampai dengan Desember 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Tikus Mendapat Grasi

6 September 2017   09:09 Diperbarui: 6 September 2017   10:36 2996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: wallpapersafari.com

Dari jawaban yang diperoleh dan melihat perilaku kucing tadi, selanjutnya si kakek mengatakan, ternyata kucing yang pada dasarnya binatang, kok ya tahu "unggah ungguh ". Artinya tahu sopan santun dan dapat menghormati, serta menghargai induknya. Lagi enak-enak mau menyantap makanan ibaratnya, begitu sang induk datang, makanan diberikan begitu saja dan ditinggal pergi. Tetapi mengapa manusia yang merupakan mahluk paling sempurna di antara mahluk ciptaan Allah, eeee boro - boro sang anak menghormati dan menghargai orang tuanya. Malah berbuat sebaliknya. 

Ini sering kita membaca atau melihat di media masa, baik cetak maupun elektronik. Karena permintaan belum dapat dipenuhi, orang tuanya dibunuh. Jangankan kepada orang lain yang lebih tua atau dituakan, selagi kepada orang tua sendiri saja perlakuannya seperti itu. Jauh dari rasa hormat dan menghargai.

Mari disimak dan dirasakan melalui rasa yang merasakan atau roso pangroso, dalam tayangan di televisi saat ini. Sering kita menyaksikan seseorang, menyebut orang tua dan atau orang yang dituakan, langsung dengan menyebut namanya saja. Apakah itu salah? Salah sih tidak, hanya sebagai orang timur tampaknya ada rasa yang kurang pas, di samping menunjukkan rendahnya tingkat kepribadian orang tersebut. Misal disebutkan pada : era Soekarno, era Soeharto, apalagi dengan teman-teman sebayanya. 

Tampaknya akan lebih enak dan santun, bila dikatakan pada era Bung Karno, atau era pak Harto. Dan sebelum nama teman didahului dengan kata-kata : bang atau kak atau mas atau uda atau mbak atau uni atau lainnya. Di samping enak didengar dan dirasakan, itupun mengandung makna menghormati dan menghargai kepada orang yang dituakan.

Namun di era sekarang ini, boro - boro menghormati dan menghargai orang yang dituakan. Sebaliknya, justru seolah-olah merasa bangga bila dapat menjelek-jelekkan, mencemooh, melecehkan orang yang dituakan, inilah kenyataan. Silahkan dinilai sendiri, apakah perilaku seperti itu termasuk dalam kriteria orang yang berakhlak mulia dan berbudi luhur atau tidak. Atau dengan kata lain, masih banyak orang yang belum dapat memerangi atau mengendalikan hawa nafsunya, yang sesungguhnya hawa nafsu berkiprah atas kendali iblis, setan dan sebangsanya.

Padahal surat An Nissa ayat 86 menyebutkan : Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik,atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu. Jadi kalau kita sendiri belum dapat menghormati dan menghargai orang lain, yaa tidak usahlah kita mengharap akan dihormati dan dihargai orang lain. Dalam ayat Allah yang tidak tertulispun, pengetrapan rasa hormat dan menghargai kepada orang tua, atau orang yang dituakan digambarkan layaknya perilaku kucing tadi. Mudah-mudahan dengan gambaran tersebut, menjadikan kita ingat, sadar dan malu.

Betapa kurang dan dangkalnya pemahaman kita sebagai penganut agama, terhadap perintah dan petunjuk Allah. Baik berupa ayat-ayat Allah yang tertulis, maupun ayat-ayat yang tidak tertulis. Akankah, kondisi seperti ini akan terus dipertahankan, tanpa mau mengevaluasi dan memperbaiki sesuai perintah dan petunjuk Allah?

Kisah nyata si kakek dan burung emprit. Rumah menyatu dengan Apotek Sido Waras, beralamat di jalan Rajabasah Raya Blok E No. 06 Perumnas Way Halim, Bandar Lampung. Meski beralamat di Perumnas, namun si kakek membeli dari pemilik lama yang pindah ke Padang. Di halaman depan terdapat pohon mangga dermayu, yang berjarak sekitar 4 meter dari dinding depan rumah. Saat menempati rumah di bulan Oktober tahun 1993, diameter pohon mangga tersebut baru kurang lebih 7 Cm. 

Dengan kamar tamu dipindahkan posisinya dan diperpanjang kedepan, akhirnya dinding depan rumah hanya berjarak sekitar 35 Cm dari pohon mangga. Pohon mangga ini tumbuh subur, dan berbuah terus menerus tidak mengenal musim. Hingga saat ini pohon mangga dermayu tadi sudah berumur lebih dari 25 tahun, dengan diameter pohon mangga sudah lebih dari 45 Cm.

Dengan rimbunnya pohon mangga, dapat manarik perhatian burung-burung untuk menginap dan membuat sarang. Suatu waktu terdapat sarang burung emprit 5 buah dan bahkan lebih, belum lagi sarang burung kutilang. Karena yang bersarang silih berganti, maka ada kalanya sarang yang masih baik kondisinya dan ada pula sarang yang kelihatan sudah lapuk, artinya sarang tadi sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya. Di dunia memang tidak ada yang langgeng, tidak terkecuali tanaman. Suatu saat si kakek melihat ada 2 cabang kering yang posisinya dipohon paling atas, dan masing - masing cabang terdapat sarang burung emprit. 

Si kakek khawatir kalau patah dan jatuh akan menimpa genteng, maka dipanjatlah pohon mangga sambil membawa gergaji untuk memotong cabang yang sudah kering tersebut. Saat menggergaji di satu cabang kering, tanpa diketahui dari mana datangnya, hinggap sepasang burung emprit di cabang kering lainnya. Mengetahui ada sepasang burung emprit hinggap dicabang kering, si kakek berhenti menggergaji dan memandang kearah burung emprit. Sepasang burung berbunyi prit, prit, prit, lalu terbang entah kemana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun