Sosok ulama Tgk Syarifuddin atau akrab disapa Abi Bidok mengawali perjalanannya menuntut ilmu di Dayah Gampong Blang Kuta, Ulee Glee, di bawah asuhan Almarhum Abu Abdul Mannan Alue Lhok, salah satu ulama besar dari Aceh Timur yang sangat disegani. Setelah beberapa waktu menimba ilmu, Abu Abdul Mannan dipanggil oleh masyarakat kampung asalnya untuk mendirikan sebuah dayah di Alue Lhok yang dikenal dengan nama Dayah Al-Muna. Di sinilah, Abi mulai menyerap berbagai ilmu agama, menimba pengalaman, dan memantapkan niatnya untuk mengabdikan diri sebagai ulama.
Namun, perjalanan intelektual Abi tidak berhenti di sana. Ia kemudian melanjutkan pendidikan ke Dayah Lam Ateuk, sebuah lembaga pendidikan yang dikenal luas di Aceh dan banyak melahirkan ulama besar. Di sinilah Abi semakin mendalami ilmu fikih, tasawuf, dan akhlak di bawah bimbingan Abu Lam Ateuk, seorang ulama kharismatik yang juga memiliki pengaruh besar di Aceh. Di bawah bimbingan Abu Lam Ateuk, Abi Bidok dibentuk menjadi sosok yang tidak hanya menguasai ilmu, tetapi juga memahami esensi hidup dan kesederhanaan.
Setelah menuntut ilmu di Lam Ateuk, Abi kembali ke kampung halamannya di Gampong Bidok, Kecamatan Ulim, Pidie Jaya. Di sinilah beliau mendirikan Dayah Daruzzahidin Al-Istiqamatuddin, yang akan menjadi rumah spiritual bagi ribuan santri dari berbagai penjuru Aceh. Nama Daruzzahidin sendiri memiliki makna yang dalam, yaitu "Negeri bagi orang-orang zuhud". Dayah ini bukan hanya sekadar tempat untuk menuntut ilmu, tetapi juga menjadi pusat pembentukan karakter dan kepribadian mulia yang berlandaskan keimanan yang kokoh.
Dayah Daruzzahidin: Sebuah Pusat Kegigihan dan Keikhlasan
Dayah Daruzzahidin merupakan warisan terbesar Abi Bidok yang tidak hanya menjadi tempat pendidikan formal, tetapi juga sarana pembentukan spiritualitas para santrinya. Dayah ini berkembang pesat seiring dengan berjalannya waktu. Meski berada di daerah pedalaman, dayah ini menarik perhatian banyak santri dari berbagai daerah. Keikhlasan dan ketulusan hati Abi dalam mengajarkan ilmu agama membuatnya menjadi sosok yang sangat dihormati. Beliau mengajarkan bahwa ilmu agama tidak hanya untuk dunia, tetapi juga untuk kehidupan akhirat.
Para santri yang datang ke Dayah Daruzzahidin tidak hanya diajarkan untuk menguasai kitab kuning, tetapi juga bagaimana mengamalkan ilmu dengan hati yang bersih, penuh cinta, dan tawakal kepada Allah. Abi tidak hanya berbicara soal teori agama, tetapi lebih menekankan pada praktik ibadah dan kehidupan sehari-hari yang penuh dengan kedamaian dan ketenangan batin. Beliau mengajarkan bahwa setiap amal yang dilakukan dengan ikhlas akan memberikan cahaya yang menerangi hati dan kehidupan.
Salah satu ajaran utama yang disampaikan oleh Abi adalah pentingnya zuhud, yakni meninggalkan segala hal yang dapat menghalangi seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah. Abi selalu mengingatkan para santrinya untuk tidak terjebak dalam kemewahan dunia, dan lebih memilih hidup sederhana, namun penuh dengan berkah. Konsep zuhud menurut Abi bukan berarti membenci dunia, tetapi lebih kepada tidak membiarkan dunia menguasai hati dan pikiran. Inilah prinsip yang beliau pegang teguh sepanjang hidupnya, dan itulah yang beliau wariskan kepada para santrinya.
Sosok yang Tawaduk dan Menjaga Keikhlasan
Walaupun memiliki banyak pengaruh, Abi Bidok adalah sosok yang sangat tawaduk dan rendah hati. Ia tidak pernah mencari popularitas atau kemasyhuran, meski banyak orang yang datang kepadanya untuk meminta nasehat dan petunjuk. Kehidupan Abi adalah kehidupan yang sangat sederhana. Beliau tidak pernah mendambakan penghargaan atau pujian dari orang lain. Sebaliknya, beliau selalu mengingatkan para santrinya untuk menjaga hati agar tetap bersih dari sifat riya’ dan takabur.
Bagi Abi, keberkahan hidup bukan terletak pada harta atau kedudukan, melainkan pada keikhlasan dalam beramal. Beliau sering kali menekankan kepada para muridnya bahwa ulama sejati adalah mereka yang mampu menjaga dirinya dari godaan dunia dan tetap berfokus pada tujuan akhir, yaitu meraih ridha Allah.
Kehidupan sehari-hari Abi Bidok selalu sederhana, tetapi penuh makna. Meskipun beliau memiliki banyak santri yang datang dari berbagai daerah, Abi tidak pernah terlihat sombong atau membanggakan dirinya. Justru sebaliknya, beliau selalu merasa bahwa dirinya masih harus terus belajar dan memperbaiki diri. Dalam setiap kesempatan, beliau selalu berpesan kepada santrinya untuk tidak pernah berhenti belajar dan beramal baik.
Kehilangan Abi Bidok merupakan sebuah duka yang mendalam bagi seluruh masyarakat Pidie Jaya, khususnya para santri dan umat yang pernah belajar darinya. Pada Senin, 24 Agustus 2020, beliau berpulang ke rahmatullah setelah beberapa waktu terakhir mengalami kondisi kesehatan yang menurun. Meski telah wafat, jejak-jejak kebaikan yang beliau tinggalkan akan terus hidup dalam ingatan dan doa para muridnya.
Saat jenazah beliau dimakamkan di kompleks Dayah Daruzzahidin, ribuan masyarakat, alim ulama, dan pejabat pemerintahan datang untuk memberikan penghormatan terakhir. Tidak ada yang bisa menggantikan sosok beliau yang selama ini menjadi penyejuk bagi banyak hati. Abi Bidok tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kehidupan yang sangat berharga bagi umat Islam, yaitu kesederhanaan, keikhlasan, dan kecintaan kepada Allah.
Warisan terbesar yang ditinggalkan oleh Abi Bidok bukanlah bangunan megah atau harta benda, melainkan ilmu, akhlak, dan doa-doa yang tak terhitung jumlahnya. Beliau telah mengajarkan para muridnya untuk selalu bersyukur, sabar, dan tawakal kepada Allah dalam setiap keadaan. Abi mengajarkan bahwa hidup ini sementara, dan yang abadi adalah amal baik yang kita lakukan untuk Allah.
Setiap ilmu yang diajarkan oleh Abi akan terus menjadi sedekah jariyah, yang pahalanya akan terus mengalir meskipun beliau telah tiada. Setiap lantunan ayat yang beliau ajarkan, setiap nasihat yang beliau berikan, akan terus menggema di hati para santri dan umat yang pernah mengenalnya.
Doa-doa Abi masih terus mengalir hingga saat ini. Di setiap sudut Dayah Daruzzahidin, suara dzikir dan doa yang beliau ajarkan masih bergema. Di setiap rumah santri, doa untuk Abi masih terus dipanjatkan. Begitulah, Abi Bidok tetap hidup dalam doa dan ingatan umat yang mencintainya.
Abi Bidok: Sebuah Cahaya yang Tidak Akan Padam
Meski tubuhnya telah terbaring di liang lahat, semangat dan ajaran Abi Bidok tidak akan pernah padam. Sebagaimana beliau sering berkata, "Ilmu itu hidup, ia akan terus menerangi hati-hati yang mau belajar." Begitulah Abi Bidok, meski telah pergi, tetapi cahayanya tetap ada, menyinari jalan para santri dan umat yang selalu merindukan keberkahan hidup dan akhirat.
Abi Bidok Menghidupkan Suluk dan Tarekat di Negeri Japakeh
Salah satu warisan spiritual yang paling signifikan dari Abi Bidok adalah peran besar beliau dalam menghidupkan suluk dan tarekat di Aceh, khususnya di negeri Japakeh. Tarekat adalah jalur spiritual yang telah lama dikenal dalam tradisi Islam, dan dalam konteks Aceh, tarekat memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan keagamaan masyarakat. Suluk, yang berarti perjalanan batin atau spiritual, adalah salah satu bagian penting dalam tarekat, di mana seorang murid memfokuskan dirinya untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui berbagai bentuk ibadah dan mujahadah.
Sebagai seorang ulama yang mendalami tasawuf, Abi Bidok tidak hanya berperan sebagai pengajar ilmu agama formal, tetapi juga sebagai seorang mursyid (guru tarekat) yang mengajarkan suluk kepada para santri dan masyarakat sekitar. Beliau menghidupkan tarekat di negeri Japakeh, sebuah daerah yang dikenal dengan kedalamannya dalam praktik spiritual. Di tempat ini, tarekat bukan hanya diajarkan sebagai bentuk ritual semata, tetapi lebih kepada proses penyucian hati dan perbaikan akhlak.
Tarekat yang Mendasari Kehidupan
Tarekat di Aceh memiliki sejarah panjang yang erat kaitannya dengan tradisi Islam lokal, dan Abi Bidok merupakan salah satu tokoh penting dalam memastikan keberlanjutan dan pengajaran tarekat yang murni. Suluk yang beliau ajarkan lebih dari sekadar mengikuti ritual-ritual tertentu, tetapi sebuah perjalanan hidup yang bertujuan untuk mencapai maqamat (derajat tinggi) dalam berhubungan dengan Allah.
Di Dayah Daruzzahidin, Abi Bidok sering mengingatkan para muridnya tentang pentingnya taubat nasuha, ikhlas, dan tawakal—tiga pilar utama dalam tarekat yang menjadi kunci untuk mencapai kedekatan dengan Sang Khaliq. Suluk yang dihidupkan oleh beliau bukan hanya di atas kertas atau sekadar teori, tetapi benar-benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari para santrinya. Setiap langkah mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari diajarkan untuk senantiasa diwarnai dengan dzikir dan doa, serta menjaga kesucian hati dari segala bentuk sifat buruk.
Abi Bidok juga mengajarkan bahwa tarekat bukanlah untuk mengejar kemuliaan duniawi, tetapi untuk mencapai ma'rifat—pengetahuan batin yang hakiki mengenai hakikat kehidupan dan alam semesta. Bagi beliau, perjalanan suluk adalah perjalanan menuju Allah yang harus ditempuh dengan kesabaran, keikhlasan, dan ketulusan hati.
Tarekat di Negeri Japakeh: Sebuah Tradisi yang Hidup
Japakeh adalah daerah yang dikenal memiliki banyak pesantren dan dayah yang mengajarkan tarekat sebagai bagian dari pendidikan spiritual. Namun, di bawah bimbingan Abi Bidok, tarekat di negeri ini semakin hidup dan berkembang dengan penuh semangat. Suluk yang beliau ajarkan di Dayah Daruzzahidin bukan hanya untuk santri di negeri tersebut, tetapi juga menyebar ke berbagai daerah Aceh, bahkan luar Aceh.
Abi Bidok dikenal sebagai sosok yang memiliki kepribadian karismatik dan khusyuk, yang memancarkan aura kedamaian. Tidak hanya itu, beliau juga mampu membawa tarekat ke dalam kehidupan masyarakat biasa yang mungkin tidak memiliki banyak waktu untuk berkonsentrasi dalam pengajian formal. Melalui majlis dzikir yang diadakan secara rutin di dayah dan masjid sekitar, beliau menghidupkan komunitas dzikir yang menguatkan ikatan batin antara sesama umat dan kepada Allah. Bahkan masyarakat di negeri Japakeh yang sebelumnya mungkin tidak terlalu mengenal tarekat dengan mendalam, mulai merasakan manfaat spiritual yang luar biasa dari menghidupkan suluk ini.
Abi Bidok tidak hanya mengajarkan ajaran tarekat dari segi teori, tetapi juga mempraktekkan langsung dalam kehidupannya. Suluk bagi beliau adalah perjalanan menuju penyucian jiwa. Beliau sangat memperhatikan detil-detil ibadah, seperti wudu, salat, dan dzikir, agar setiap amal dilakukan dengan kesadaran penuh, dan tidak hanya sekadar rutinitas. Di dalam pengajaran tarekat ini, beliau menekankan bahwa kemurnian hati adalah kunci utama, dan segala bentuk amalan harus dilakukan dengan penuh tawhid (keesaan Allah).
Di negeri Japakeh, khususnya, banyak orang yang merasa terinspirasi oleh keteladanan Abi Bidok dalam menjalankan tarekat. Para mursyid yang sebelumnya hanya mengenal cara-cara tradisional dalam mengajarkan suluk, banyak yang mengambil ilmu dan hikmah dari pengalaman beliau. Sebagai seorang guru tarekat yang sangat menjaga kemurnian ajaran, Abi Bidok selalu mengingatkan agar setiap perjalanan suluk diwarnai dengan rasa syukur dan redha kepada Allah.
Seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan teknologi, banyak orang mulai melupakan pentingnya penjagaan hati dan kerendahan hati yang diajarkan oleh tarekat. Namun, Abi Bidok berhasil menunjukkan bahwa tarekat tetap relevan, bahkan di tengah kemajuan zaman. Di negeri Japakeh, beliau menekankan pentingnya keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Tarekat bukan untuk menghindari dunia, tetapi untuk menghadapinya dengan hati yang bersih dan niat yang benar.
Banyak orang yang datang ke Dayah Daruzzahidin tidak hanya untuk mempelajari ilmu agama, tetapi juga untuk menemukan kedamaian batin melalui pengajaran suluk. Tarekat yang beliau ajarkan membantu banyak orang menemukan ketenangan di tengah berbagai pergolakan hidup. Dengan mengikuti ajaran tarekat Abi Bidok, mereka belajar bagaimana menghadapi cobaan hidup dengan hati yang lapang, penuh tawakal, dan tidak terburu-buru.
Tarekat sebagai Jembatan Spiritualitas di Tengah Kemajuan Dunia
Peran Abi Bidok dalam menghidupkan tarekat dan suluk di negeri Japakeh adalah salah satu warisan spiritual yang tidak akan pernah pudar. Dengan kesederhanaan dan kedalaman pengajaran beliau, tarekat yang diajarkan di Dayah Daruzzahidin terus mengalir dalam kehidupan spiritual masyarakat Aceh, khususnya di negeri Japakeh. Meskipun beliau telah berpulang, ajaran beliau tetap hidup dalam setiap hati yang merindukan kedamaian batin dan kedekatan dengan Allah.
Sebagaimana beliau mengajarkan, "Suluk itu adalah perjalanan, dan perjalanan yang sebenarnya adalah perjalanan menuju Allah." Dengan semangat itu, kami yang pernah mengenal beliau terus menghidupkan ajaran-ajaran tersebut, menjaga warisan yang sangat berharga ini, dan menyebarkan kedamaian yang beliau tanamkan melalui tarekat dan suluk yang telah beliau hidupkan.
Sungguh, ulama sejati tak pernah benar-benar wafat. Mereka hanya berpindah ke alam yang lebih baik, meninggalkan warisan yang tak ternilai harganya. Abi Bidok adalah salah satu dari mereka, dan warisan kebaikan yang beliau tinggalkan akan terus hidup di hati umat Aceh, khususnya di Pidie Jaya.
اللهم اغفر له، وارحمه، وعافه، واعف عنه، واجعل قبره روضة من رياض الجنة
Semoga Allah memberikan tempat terbaik untuk Abi Bidok di sisi-Nya, dan menjadikan beliau sebagai salah satu dari hamba-hamba-Nya yang mendapatkan rahmat dan surga-Nya
Semoga Allah menerima amal ibadah beliau, dan menempatkannya di tempat yang mulia di sisi-Nya.
Wallahu Muwaffiq ila Thariq
Tgk Helmi Abu Bakar El-langkawi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI