Tarekat di Aceh memiliki sejarah panjang yang erat kaitannya dengan tradisi Islam lokal, dan Abi Bidok merupakan salah satu tokoh penting dalam memastikan keberlanjutan dan pengajaran tarekat yang murni. Suluk yang beliau ajarkan lebih dari sekadar mengikuti ritual-ritual tertentu, tetapi sebuah perjalanan hidup yang bertujuan untuk mencapai maqamat (derajat tinggi) dalam berhubungan dengan Allah.
Di Dayah Daruzzahidin, Abi Bidok sering mengingatkan para muridnya tentang pentingnya taubat nasuha, ikhlas, dan tawakal—tiga pilar utama dalam tarekat yang menjadi kunci untuk mencapai kedekatan dengan Sang Khaliq. Suluk yang dihidupkan oleh beliau bukan hanya di atas kertas atau sekadar teori, tetapi benar-benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari para santrinya. Setiap langkah mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari diajarkan untuk senantiasa diwarnai dengan dzikir dan doa, serta menjaga kesucian hati dari segala bentuk sifat buruk.
Abi Bidok juga mengajarkan bahwa tarekat bukanlah untuk mengejar kemuliaan duniawi, tetapi untuk mencapai ma'rifat—pengetahuan batin yang hakiki mengenai hakikat kehidupan dan alam semesta. Bagi beliau, perjalanan suluk adalah perjalanan menuju Allah yang harus ditempuh dengan kesabaran, keikhlasan, dan ketulusan hati.
Tarekat di Negeri Japakeh: Sebuah Tradisi yang Hidup
Japakeh adalah daerah yang dikenal memiliki banyak pesantren dan dayah yang mengajarkan tarekat sebagai bagian dari pendidikan spiritual. Namun, di bawah bimbingan Abi Bidok, tarekat di negeri ini semakin hidup dan berkembang dengan penuh semangat. Suluk yang beliau ajarkan di Dayah Daruzzahidin bukan hanya untuk santri di negeri tersebut, tetapi juga menyebar ke berbagai daerah Aceh, bahkan luar Aceh.
Abi Bidok dikenal sebagai sosok yang memiliki kepribadian karismatik dan khusyuk, yang memancarkan aura kedamaian. Tidak hanya itu, beliau juga mampu membawa tarekat ke dalam kehidupan masyarakat biasa yang mungkin tidak memiliki banyak waktu untuk berkonsentrasi dalam pengajian formal. Melalui majlis dzikir yang diadakan secara rutin di dayah dan masjid sekitar, beliau menghidupkan komunitas dzikir yang menguatkan ikatan batin antara sesama umat dan kepada Allah. Bahkan masyarakat di negeri Japakeh yang sebelumnya mungkin tidak terlalu mengenal tarekat dengan mendalam, mulai merasakan manfaat spiritual yang luar biasa dari menghidupkan suluk ini.
Abi Bidok tidak hanya mengajarkan ajaran tarekat dari segi teori, tetapi juga mempraktekkan langsung dalam kehidupannya. Suluk bagi beliau adalah perjalanan menuju penyucian jiwa. Beliau sangat memperhatikan detil-detil ibadah, seperti wudu, salat, dan dzikir, agar setiap amal dilakukan dengan kesadaran penuh, dan tidak hanya sekadar rutinitas. Di dalam pengajaran tarekat ini, beliau menekankan bahwa kemurnian hati adalah kunci utama, dan segala bentuk amalan harus dilakukan dengan penuh tawhid (keesaan Allah).
Di negeri Japakeh, khususnya, banyak orang yang merasa terinspirasi oleh keteladanan Abi Bidok dalam menjalankan tarekat. Para mursyid yang sebelumnya hanya mengenal cara-cara tradisional dalam mengajarkan suluk, banyak yang mengambil ilmu dan hikmah dari pengalaman beliau. Sebagai seorang guru tarekat yang sangat menjaga kemurnian ajaran, Abi Bidok selalu mengingatkan agar setiap perjalanan suluk diwarnai dengan rasa syukur dan redha kepada Allah.
Seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan teknologi, banyak orang mulai melupakan pentingnya penjagaan hati dan kerendahan hati yang diajarkan oleh tarekat. Namun, Abi Bidok berhasil menunjukkan bahwa tarekat tetap relevan, bahkan di tengah kemajuan zaman. Di negeri Japakeh, beliau menekankan pentingnya keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Tarekat bukan untuk menghindari dunia, tetapi untuk menghadapinya dengan hati yang bersih dan niat yang benar.
Banyak orang yang datang ke Dayah Daruzzahidin tidak hanya untuk mempelajari ilmu agama, tetapi juga untuk menemukan kedamaian batin melalui pengajaran suluk. Tarekat yang beliau ajarkan membantu banyak orang menemukan ketenangan di tengah berbagai pergolakan hidup. Dengan mengikuti ajaran tarekat Abi Bidok, mereka belajar bagaimana menghadapi cobaan hidup dengan hati yang lapang, penuh tawakal, dan tidak terburu-buru.
Tarekat sebagai Jembatan Spiritualitas di Tengah Kemajuan DuniaÂ