"Assalamu'alaikum," sapanya dengan lembut. Dari dalam rumah, terdengar teriakan, "Muhammad gila! Muhammad gila!" Beliau tidak terkejut dan malah tersenyum.
Pintu terbuka, dan Rasulullah saw. pun bertanya, "Bapak sudah makan?" Orang Yahudi itu kaget dengan pertanyaan itu dan ia akhirnya menggelengkan kepala. "Kalau begitu, ini saya bawakan makanan," ujar Rasulullah saw. kemudian.Â
Beliau tahu bahwa orang Yahudi itu telah hilang beberapa giginya, sehingga makanan yang ia bawa dikunyah terlebih dahulu.
Setelah benar-benar lembut, baru disuapkannya pada mulut orang Yahudi tersebut. "Saya suapkan pelan-pelan saja, ya," Rasulullah saw. menyuapkan sampai habis padanya.Â
Orang Yahudi itu tidak kuasa menolak karena ia memang lapar, dan cara menyuapkan Rasulullah saw. begitu lembut dan menenangkan. Dengan lahap dan suka cita, orang Yahudi itu makan dengan nikmatnya.
Keesokannya harinya Rasulullah saw. pun datang lagi dan menyuapi orang Yahudi itu meski terus saja beliau diteriaki, "Muhammad gila! Muhammad gila!" Dan orang Yahudi itu sendiri tidak mengetahui kalau yang menyuapinya adalah orang yang disumpah-serapahi.Â
Terus begitu hingga hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan. Hingga kemudian, ajal Rasulullah saw. sudah mendekat.
Rasulullah saw. lalu berwasiat pada Umar bin Khattab agar dia meneruskan menyuapi orang Yahudi itu sepeninggalnya. Umar pun menyanggupinya. Kisah tentang kebaikan Umar bin Khattab juga pernah ditulis oleh sosok itu dalam artikel Khalifah Umar dalam Menyikapi Keberagaman. Setelah Rasulullah saw. wafat, Umar meneruskan wasiat beliau.
Pada hari pertama, Umar datang ke rumah orang Yahudi yang buta lalu mengucapkan salam. Dari balik pintu terdengar teriakan, "Muhammad gila! Muhammad gila!".Â
Umar terkejut. Pintu terbuka dan Umar mengakui bahwa kesabaran Rasulullah saw. memang tiada duanya. Ia pun segera menyuapi orang Yahudi itu. Namun, orang Yahudi itu menolaknya dan mengatakan, "Kamu terlalu kasar!"
"Kamu pasti bukan orang yang biasa menyuapiku? Makanannya begitu lembut dan cara menyuapiku juga penuh kesopanan. Siapakah kamu dan mana orang yang biasa datang ke rumahku?" Umar menangis mendengar betapa lembutnya Rasulullah saw. mengurusi orang Yahudi itu sementara ia sendiri mencaci-maki beliau. Umar pun berkata, "Tahukah kamu siapa yang menyuapimu setiap hari?"