Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang Guru Muda, ASN, lulusan Universitas Mulawarman tahun 2020, Pendidikan, Biografi, sepakbola, E-sport, Teknologi, Politik, dan sejarah Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Literasi Digital: Tantangan E-Book dalam Misi Mencari Perhatian Generasi Muda Melalui Layar Gadget

6 Juli 2022   18:00 Diperbarui: 6 Juli 2022   18:02 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita mendengar kata literasi, mungkin  yang muncul pertama kali di benak kita adalah membaca buku. Ya, kegiatan membaca buku mungkin telah menjadi hobi dan rutinitas yang mengasyikkan bagi beberapa orang terutama generasi muda. Banyak orang yang telah menjadikan kegiatan membaca sebagai amalan wajib yang harus dilaksanakan semisal sebelum tidur. Membaca ketika waktu santai, membaca koran di pagi hari, membaca serial komik elektronik, membaca novel, menyimak sekilas tentang sinopsis sebuah buku, hingga mencoba memahami bacaan buku seperti buku ensiklopedia, biografi, literatur filsafat, dan lain sebagainya. 

Di era serba modern saat ini, buku sudah mulai mengalami sentuhan dengan yang namanya digitalisasi. Buku yang sedari awal dicetak ratusan bahkan ribuan eksemplar dalam sajiannya, memuat banyak informasi serta dijadikan sebuah referensi bagi para akademisi dan intelektual kini telah berntransformasi menjadi sajian buku dalam bentuk elektronik (e-book). Melihat dari perkembangannya selama ini, kita tentu mengetahui sajian dari bentuk buku jika dikonversikan dalam bentuk elektronik maka akan berbentuk PDF atau Dokument. Sejarah dari awal mula dirancangnya konsep buku elektronik dimulai sekitar tahun 1930 kala seorang penulis bernama Bob Brown pertama kalinya mengungkapkan idenya melalui apa yang disebut e-Reader yang dianggap akan dapat memudahkan seorang literatur untuk membaca buku hanya dengan melihat melalui "talkie" pertamanya (yaitu film yang menyertakan suara/audio)

Kemudian sekitar tahun 1949 seorang guru sekolah asal negeri Matador yakni Spanyol bernama Angela Robles merancang sebuah e-reader perangkat prototipe pertama. Setelah melihat murid-muridnya berjuang membawa buku berat bolak-balik dari  sekolah setiap hari, dia terinspirasi untuk menciptakan sebuah penemuan yang akan memungkinkan siswa agar lebih mudah mengurangi beban membaca mereka.

Sekitar tahun 1949, Roberto Busa mulai membuat indeks elektronik yang beranotasi berat untuk karya-karya teolog seorang filsuf dan ilmuan yakni Thomas Aquinas, yang selesai pada tahun 1970. Karya awal digital tersebut, disipan di satu komputer tetapi akhirnya dirilis sebagai CD-ROM pada tahun 1989. Lanjut pada tahun 1971, seorang mahasiswa Universtas Illinois Mechael S. Hart diberik waktu komputer tak terbatas pada komputer manframe Xerox besar di lab Material Research, yang terutama digunakan untuk pemrosesan data, tetapi terhubung ke ARPAnet (pendahulu internet modern). Michael S. Hart umumnya dikreditkan sebagai penemu e-Book seperti yang kita kenal sekarang.

Walau dalam sejarahnya buku telah bertransformasi dalam sajian digital, namun tetap saja dalam praktiknya di masyarakat kita masih lazim menemukan banyak orang yang tak terlalu menyukai kegiatan membaca buku, bahkan jika kita pergi ke banyak sekolah-sekolah masih mudah kita temui empat hingga enam orang anak dari sepuluh total anak di kelas yang justru tak menyukai kegiatan membaca buku. Bahkan walau sajian buku sendiri telah bertransformasi menjadi bentuk digital tetap saja motivasi dan kemauan si anak dalam membaca buku belum terbentuk secara maksimal. 

Berdasarkan data yang ditebitkan dari UNESCO, Indonesia menempati urutan kedua dari bawah soal literasi duna, artinya jika kita amati dan analisis secara mendalam minat membaca dari masyarakat Indonesia dapat dikatakan sangat rendah. Yang cukup mencengangkan, di Indonesia hanya ada 0,001%. Artinya, dalam jumlah total 1000 orang di suatu tempat, hanya ada satu orang saja yang rajin atau gemar membaca buku. Lebih jauh lagi, World's Most Literate Nations Ranked sebuah tajuk pemeringkatan terhadap beberapa negara yang memiliki kemampuan membaca atau literasi di dunia pernah dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016. Menempatkan Indonesia berada di  urutan ke-61 dari tota 60 negara di dunia yang memiliki minat teradap kegiatan membaca. Persisnya, Indonesia berada di bawah Thailand yang menempati urutan 59, dan hanya unggul satu peringkat dari negara Bostwana di ururtan 61. 

Lalu yang menjadi pertanyaan, apa yang harus dilakukan untuk dapat meningkatkan budaya gemar membaca khususnya dalam upaya mengoptimalkan e-book agar menarik perhatian masyarakat kususnya generasi muda agar mau membaca?

Mulai mengunduh e-book favorit/kesukaan

Jika anda merupakan seorang penyuka buku-buku teks keilmuan, banyak platform yang menyediakan sajian buku-buku elektronik bertemakan keilmuan seperti lipi.com, aplikasi perpusnas, dan masih banyak lagi. Memilih dan mencari buku-buku favorit yang biasanya akan dijadikan sumber bahan bacaan serta koleksi akan sangat membantu seseorang dalam menumbuhkan minat baca terhadap buku-buku elektronik.

Memudahkan akses dan bimbingan dalam pemanfaatan koleksi buku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun