Teori tabula rasa ini menjadi salah satu asumsi dasar dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah kita pada saat ini. Dengan asumsi bahwa anak adalah sebuah kertas kosong, maka tugas utama guru dan proses pendidikan adalah mengisi kertas kosong itu dengan informasi-informasi (pelajaran) yang penting bagi anak-anak. Padahal hal tersebut tidak sepenuhnya tepat.
Bagiku, anak-anak adalah individu dengan segala sifatnya. Memang ada bagian individu pada anak-anak yang belum berkembang seperti orang dewasa. Tetapi, individu itu bukan kertas kosong yang pasif menerima apapun pengaruh dari lingkungannya.
Ketika kita memandang anak sebagai individu, itu akan membuat proses pendidikan yang kita lakukan berbeda dibandingkan jika kita memandang anak sebagai kertas kosong. Dengan memandang anak sebagai individu, kita lebih melibatkan anak dalam proses pendidikan untuk dirinya sendiri; kita mendengarkan dan memperhatikan pendapat mereka serta menjadikannya sebuah hal yang penting dalam proses pendidikan anak.
Analogi petani untuk menjelaskan kodrat anak
Pendidik dan peserta didik haruslah memiliki hubungan mutualisme yaitu sama-sama saling menguntungkan. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam yang membutuhkan tangan dingin guru yang diibaratkan sebagai petani. Walupun bibit itu adalah bibit unggul namun di tangan petani yang kurang perhatian maka pertumbuhan bibit itu tidak akan optimal. namun jika bibit itu bukan bibit yang berkualitas tapi dirawat oleh petani yang baik yang benar-benar memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan, maka bibit itu akan tumbuh dengan baik.
Menghamba Pada Anak
Menghamba pada anak dimaknai sebagai rasa penghargaan guru terhadap siswa sebagai manusia yang memiliki kodrat bawaan dari sang pencipta dan juga terlahir dari zaman yang dinamis. Siswa bisa merasa, berpikir, berkreasi sesuai dengan bakat dan minatnya. Tapi, juga berhak memiliki kebahagiaan dari proses belajarnya, bukan rasa terpenjara ketika mengikuti pembelajaran atau ketika mendapatkan didikan.
Memberi kebebasan, kemerdekaan pada anak dalam proses pendidikan bukan berarti bebas tanpa tuntunan. Akan tetapi, guru memerdekakan anak dari segala pilihan hidupnya sesuai potensi yang dimilikinya bukan atas kehendak guru menjadi manusia seperti dalam gambaran ideal guru dan orangtua.