Dengan tiga kemenangan besar dengan cleansheet, lalu pelatih Indra Sjafri menurunkan ” korps cadangan” atau klub rotasi menghadapi lawan terakhir Kamboja Rabu 10/5.
Dari starting sebelas yang diturunkan ternyata hanya terdapat satu pemain yaitu Haykal Alhafiz (full back kiri) sebagai satu-satunya pemain dari 20 yang belum pernah dimainkan. Tidak ada rombak pemain besar-besaran seperti yang santer terdengar sebelum laga Indonesia vs Kamboja.
Semua pemain kecuali Haykal pernah bermain dan tetap sebagai pemegang posisi pada formasi 4-3-3, hanya beberapa pemain dicadangkan, highlight seperti Marselino Ferdinan, Rizky Ridho, Pratama Arhan,dan Alfeandra Dewangga. Ini suatu hal yang lumrah dalam satu serial kejuaraan pada saat posisi tim sudah berada dalam kepastian lolos ke babak selanjutnya.
Persoalan mau dibawa kemana, apakah rotasi pemain, ataukah mencari arah formasi terbaik, saya pikir itu adalah gimmick semata, logikanya seorang pelatih membawa timnas semestinya sudah melampaui kedua hal di atas dan timnas utama sudah menjadi the best team.
Barangkali komunikasi coach Indra Sjafri lebih kepada urusan psywar dalam menghadapi lawan di babak selanjutnya untuk mengaburkan kekuatan menyeluruh baik pasukan substitusi ataupun pasukan utama timnas U22 Garuda. Tapi malah udah ketahuan ya, kekuatan cadangan dan intinya yang tergambar dari laga kontra Kamboja kemarin. Jadi enggak tau deh, mungkin bisa ditanyakan kepada Indra Sjafri sendiri maksudnya apa?
Tapi yang jelas, hasil akhir 2-1 melawan Kamboja menggambarkan realitas timnas kita bahwa level pemain cadangan memiliki gap yang cukup jauh. Hal penting lain yang terlihat, adalah penyakit kambuhan timnas tidak pernah teremedi atau terobati. Mudah berantakan saat menghadapi pressure, dimana pemain bertahan Garuda kehilangan pola dan menjadi lebih individual.
Menghadapi trisula serang Kamboja, Lim Pisoth (7), Nhean Sosidan (10) dan Sieng Chanthea (9), pertahanan kita ketinggalan kereta dan bolong-bolong, sistem blok pertahanan 4 bek dari 4-3-3 tidak pernah sejajar.
Bahkan ketika Kamboja menyerang dengan 3v5, 3 pemain forwardnya bisa mengalahkan 5 bertahan kita. Bek kanan Rio Fahmi selalu saja kedodoran saat menahan kecepatan sayap kiri Lim (7), begitu pula bek kiri Haykal sering ketinggalan kecepatan jauh dari kanan luar Kamboja Sieng (9).
Puncaknya pada penyebab penalti Kamboja dimana central back Beckham kehilangan langkah dan harus susah payah menjatuhkan Lim (7) di kotak penalti.
Di sisi serang, Indonesia tidak banyak ide saat Kamboja bertahan total, sehingga dari produktifitas begitu minim dibandingkan tiga laga sebelumnya. Banyak tendangan jarak jauh individual yang menunjukkan egoisme pemain untuk berambisi membuat gol sendiri sehingga membuat seorang Witan Sulaeman relatif bekerja seorang diri membongkar ruang untuk memberi assist tanpa support pemain lain.
Beruntung penalti Lim Pisoth digagalkan oleh kiper Adi Prasetyo sehingga Indonesia lolos untuk kemenangan empat sempurna meskipun cleansheet jadi ternoda.
Secara kasat mata tampak bahwa menghadapi tim lemah seperti Filipina, Myanmar dan Timor Leste, Garuda masih bisa mengendalikan permainan dengan skor besar, walaupun skor besar tidak linier dengan performans dari permainan Garuda muda.