Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Burung Turun ke Jalan

1 April 2020   19:16 Diperbarui: 1 April 2020   20:59 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh StockSnap dari Pixabay

Seekor burung turun ke jalan, di sinar pagi yang mulai mengiris dini. Kaki rampingnya menjejak bumi, lembut dan berhati hati. Sementara kedua mata bundarnya terlihat berpendar dan bergerak gerak penuh curiga seakan memeriksa pandang berulang ulang. 

Lehernya yang tebal berbulu halus  mengirim kilat indah rona violet tertimpa sinar mentari, ketika lehernya berputar sebagai tanda siaga.  Seekor burung mirip merpati turun ke bumi untuk memuaskan rasa laparnya, namun berhati hati terhadap yang bukan lingkungannya. 

Pedestrian yang sejuk terlihat sepi, rumput halus bak permadani toska diinjaknya berjingkat, sebagai isyarat alami langkah penuh curiga. Ketika langkah kakunya mulai membiasa mengatasi kecemasan serasa berjalan di alas yang aneh, dia menampak seekor cacing yang menyembul dari sisiran tanah berumput. 

Dikejarnya lalu digenggam dengan cakarnya, sembari membelah belah dengan paruh tajamnya. Teramat nikmat sarapan melata bergelang itu dilahapnya hingga tandas. 

Sesudahnya dia melonjak kecil menghampiri kilat embun yang masih tertinggal di pucuk pucuk rumput.  Si burung ungu menyeruput air suling alam sepuasnya, berkali lehernya bolak balik membungkuk dan mendongak, menelan aliran air murni yang sejuk masuk temboloknya.  

Tiba tiba burung kikuk melompat kesamping  bergerak refleks untuk membiarkan seekor kumbang yang merebut jalurnya. Sementara kembali mata burung bergerak putar mengintai penuh syak.  Kembali ke gerak sedia kala, burung kian kemari gelisah seperti takut membahayakan bumi.

Dan aku yang memperhatikannya, tanpa diketahui, begitu geli mengikuti keseluruhan tingkah lelaku sang burung. Ku mencoba ramah dan mendekat, sambil mengayunkan lembut remah remah roti yang ku bawa. 

Namun dia hanya melirik sekejap kearah remah yang ku tebar di tanah, seraya membuka gulungan bulu sayapnya sebagai persiapan lepas bumi. Perlahan kedua sayap kelabunya melebar penuh, sebagai tanda kesiapan mengangkat tubuh. 

Lalu perlahan kaki kecilnya naik mengayun, melepas tanah dilanjutkan dengan ayunan kedua sayap sebagai tanda melepas bumi. Perlahan lalu cepat, mengangkat tubuhnya menyelaraskan dengan gerak sayapnya. 

Semakin tinggi, sayap burung bergerak bak dayung  membelah samudra, demikian lembut, sayap itu bergerak tanpa membuat percikan, memotong udara seperti kayuh dayung membelah air.    

Aku mendongak memaksa pandang laju indah kayuh udara sang burung , hingga kehilangan nya di saput awan.  Membuatku terhuyung untuk segera melepas tatapan dan mengambil duduk di kursi taman yang sepi. Lama ku tarik berkali nafas yang terasakan makin memberat, namun kudiamkan saja dengan menyandarkan punggungku lebih landai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun