Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mencari Udara

23 Juli 2019   22:49 Diperbarui: 23 Juli 2019   23:13 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kamu jahat, Dre!" Demi melirih sembari terisak, matanya basah, meski mata beloknya tetap mempesona. Pandre memandang keseluruh paras eloknya sedikit rentang, menggugah risalah cinta yang berkelindan seperti sinema. Tapi iya itu tadi, setiap melihat cinta di mata perempuan ini, Pandre seperti menemukan ketidak tahuan dikesudahannya.

"Maafkan aku Demi. Aku enggak bisa membohongi kamu  berkepanjangan. Aku enggak bisa lagi mengingkari lubuk hati ini"  perlahan suara lelaki itu mengulang yang dirasanya pernah dimaknai sebelumnya.

Lelaki itu menatap putih wajah perempuan dihadapannya, dengan bibir yang  masih saja menawan, namun entah tak lagi ada tanjakan cinta yang pernah sebelumnya dilewati. Sampaikah sudah tujuan? Pandre tak mengerti. Apakah seluruh pelajaran cinta telah selesai? Seluruh perjalanan cintanya dengan Demi? Namun Pandre merasa masih tetap berjalan di ketidak tahuan.

Demi membalas tatap kekasihnya, masing masing mata memandang mencari.

"Kamu pikir cinta kita seperti buku? Dimulai dari alfabet, lalu kata, paragraf, bab, lalu penutup dan tamat? Begitu Dre?" Demi berharap jawab, namun lelaki itu cuma menggeleng.

"Kamu absurd!" ada kecewa tergambar diraut  Demi.

Pandre meraba jemari lembut kekasihnya, dan membisikkan tentang betapa bermaknanya cinta dan akan tetap ada sampai kapanpun.  Cinta itu bukanlah sebuah buku yang berakhir di ujung halaman akhir.

"Ini mengenai ketidak tahuan setelah cinta mencapai bentuk terbaiknya, yang dawali dari tatap pertama kita jatuh cinta, Demi.."

"Terus..?"

"Ketika selanjutnya kita mulai saling mengungkap diri, dan lambat-laun cinta bertumbuh hingga memenuhi tatanannya. Tampilan ayu kamu, gerak, sentuhan, tawa dan dukamu dan rahasia kalbu.."

"Terus..?"

"Oo.. Demi. Aku berhenti disitu. Ketika tiba di puncak cinta kita, aku mulai menampak ketidak tahuan.."

"Terus..?"

"Aku mencoba menyapamu lebih lagi, buat menjelaskan yang ternyata tidak aku pahami"

"Ini serius..Dre. Terlalu serius.." Demi menggumam lebih kepada dirinya sendiri. Seraya tubuh langsingnya bangkit menarik lengan lelakinya untuk terus mendekapnya. Mereka berpelukan, sedikit panjang. Seperti sudah selesai, tapi  ada tajam rasa berkelanjutan memanggil, namun itu seperti didalam ruang besar tersaput kabut, mungkin awan atau bahkan langit.

"Bye Dre.." Demi melonggarkan tubuhnya tiba tiba, dan segera pula  cantiknya berlalu, keluar kafe melangkah perlahan masuk ke warna malam.

Pandre diam membeku,  memaksakan untuk menatap bayang lepas Demi yang mulai menjauh, tersamar menyatu dengan malam sehingga tak terlensa lagi.

"Inikah akhir, inikah awal..?" Pandre mendekap kepalanya sendiri. Mendesahkan frasa yang akhir akhir ini terus mengganggu dikepalanya yang terasa nyeri berdenyut.

***  

 Ini setahun kemudian, disuatu pagi.

"Pagi Pandre"

"Pagi, Dok"

"Suntik ya..Tolong suster.."

Pandre memejam saat jarum menembus kulit siku dalamnya, sementara lelaki yang dipanggil dokter itu meraba detak pergelangan lengan satunya dari balik kacamata tebalnya.

"Dokter belum juga menemukan kekasih saya?" Pandre mengulang tanya rutinnya seperti memohon.

"Siapa namanya?" 

"Udara"

 Dokter menggeleng, menepuk bahu Pandre, lalu perlahan menjauh, berlalu keluar pintu.

Ruangan rawat pemulihan  jiwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun