Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kehilangan Identitas

22 Juli 2019   02:34 Diperbarui: 22 Juli 2019   02:42 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah menelan habis bulan keempat semenjak kematian istrinya. Tom, tentu saja masih disaput kesedihan. Meski usianya telah menginjak dua pertiga abad sebaya dengan almarhumah istrinya yang baru saja mangkat itu. Tetap saja, kematian belahan jiwa tak lah menghitung umur, meskipun istrinya sudah masuk zonasi umur akhir rata rata orang kita. Namun ini risalah hati, bukan matematika rusak. Tom ,menjalani panjangnya kehampaan, pasnya kekosongan. Bener! Kematian Luk, istrinya itu teramat mengambil lebih dari separuh, baik yang ada didalam tubuhnya maupun dikitarannya.

Ritual keseharian hidupnya pun menjadi kacau balau. Dari mandi pagi, sarapan, makan obat, bobok, hingga membaca kompasiana, mulai terdisorientasi. Kepergian Luk, istrinya yang sekaligus berfungsi sebagai pengatur ritme yang dipikir ringan bahkan receh remeh temeh, menjadi begitu bernilai sepeninggalnya. Buat menyaji minuman teh manis di pagi hari saja, semakin kemari, terasa begitu berat, juga riweh. Sehingga membuatnya segan, belum lagi aktivitas lain, semakin membuat malasnya bertubi tubi.

Tom mulai malas dan banyak melamun, diapun terlihat berantakan. Malas ini malas itu. Pokoknya males. Titik!

***

Hari itu jam menunjuk pukul delapan malam.

"Dok, dok, dok! Suara pintu rumah diketuk bergetar. Tom melongok dari ruang tengah, memeriksa siapakah petandang di balik kayu pintu luarnya, namun sudut matanya terhalang tirai depan yang menjuntai.

"Sebentar.." Tom menyahut enggan namun perlahan beringsut maju ke ruang tamu lalu meraih pintu.

"Oh bapak RT" Tom menyilakan masuk.

"Aku kawatir pak Tomi, sampeyan sudah satu minggu ini tidak tampak?" pak RT berkumis baplang langsung membidik.

Tom hanya senyum samar, tak menjawab.

"Sakit pak Tomi? Kurang sehat penampakan sampeyan?" lagi Tom cuma mingkem, kali ini wajahnya sedikit dingin membeku.

"Seperlunya pak Tomi, kita akan membantu sampeyan. Jangan sungkan" pak RT menatap Tom seperti memohon gimana gitu, karena Tom terlihat kelu dan lusuh.

"Pak RT..."

"Iya iya bagaimana..?"

"Saya..."

"Iya..iya bagaimana?"

"Saya ingin ke surga, pak RT.."

Gdubrak! Jantung pak RT terkesiap, namun masih menyimpan kaget, pak RT mulai merasa bisa memahami, menurut pikirannya. Dia pun merapatkan letak duduknya menempel Tom.

"Eling pak Tomi. Saya ngerti rasa hati sampeyan. Tapi ndak boleh seperti itu. Pasrah dan banyak doa. Meski sampeyan sekarang sebatang kara, kami warga siap menjaga dan membantu sampeyan. Ndak pareng putus harapan model begini..ya.." Pak RT menasehati.

"Saya sudah tidak kuasa lagi tinggal di rumah tua ini pak RT.." Tom menjelaskan lirih.

"Ssshhh.. tidak ilok. Rumah sampeyan ini rumah tembok bagus lho. Sapa yang kata rumah tua? Sudah pokoknya begini saja, pak Tomi ndak usah kebanyakan nglangut. Besok saya temani saja sampeyan nyekar istri sampeyan sekalian ke makam ibu sampeyan, kan bersebelahan to? Minta doa agar pak Tomi tenang dan adem"

"Tapi.. maksud saya.."

"Sudah sudah. Saya pamit dulu. Besok pagi saya tunggu sampeyan di makam istri sampeyan ya? Inget lupakan pikiran soal surga dan rumah tua sampeyan pak Tomi. Mengerti ya?"

Tom mengangguk setengah, sementara menghantar pak RT mencapai halaman untuk pulang.

Sepeninggal pak RT yang baik hati, Tom tak hendak masuk kedalam rumah. Kepalanya terasa pusing, tiba tiba dia merasa tidak memiliki apapun, bahkan dia merasa seperti berhenti memiliki dirinya sendiri. Tom hanya berjalan menjauhi rumahnya, yang dipandangnya menjelma menjadi rumah tua, yang semakin membuatnya jauh dari dirinya sendiri bahkan tidak mengenalnya lagi. Tom meraba telapak tangannya sendiri untuk meyakinkan rasa hidupnya bahwa masih ada identitas disekujurnya. Namun hanya rasa yang akhir akhir ini dikenalnya, yang menariknya ke jembatan masa lalu. Dan itulah, Tom berspekulasi inilah surga. Selanjutnya Tom terus melangkah entah, hilang di gelap malam yang tak berhingga.

***

Pagi ini di kuburan umum dibatas komplek perumahan, terlihat cukup ramai berkumpul pak RT dan sebagian penghuni komplek. Mereka terkejut, mendapati kuburan istri Tom dan makam lama ibunda Tom, terlihat bekas digali dan telah di tutup kembali.

Namun kedua batu nisannya telah bertukar tempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun