"Tidak, jika kita sepakat!"
"Papa norak!" aku meninggalkannya padam, orang tua lelakiku itu. Sementara mama disampingnya terdiam.
Akupun berbenah, benci diblackmail papa. Take it or leave it. Hari itu juga ku melompat minggat. Ngungsi ke karib kelasku, melepaskan papa, mama dan rumah besar. Aku merasa keji saat cinta itu barteran dan lalu tergambar paras elok Yuli.
Memasuki keempat minggu, aku berhasil cum laude, sepi tanpa papa mama tak mengapa. Yuli melempar pandang berusaha menelan pengertian, aku menggandengnya melihat apa didepan. Bahwa aku mesti nyambut gawe tidak fit lagi dengan cerita mewah lawas.
Bekerja di luar pulau tempat pabrik kimia petro, adalah langkah berikutnya. Kulepas Yuli yang telaten di sastra lanjut. Dia lembut namun tangguh.
 "Aku mau kamu peluk" katanya diperpisahan.
"Baiklah" lalu aku mendekapnya harum. Tubuhnya sedikit hangat.
"Kamu demam" kusapu telapak tangan keleher jenjangnya. Iya sedikit panas. Namun dia menggeleng menepis.
"Kamu enggak usah nyambi lagi. Nanti aku kirim wang kamu dan ibu. Jaga sehat kamu" aku kuatir. Namun dia diam saja, masih memelukku penuh.
Lalu lama dia melepasnya untuk ku berlalu pergi direntang enam bulan kedepan, seterikat kontrak diujung sana.
***