Saat ini aku sedang merasa seperti Arjuna, bukan ketampanannya, tapi kekecewaan yang dirasa Arjuna ketika Abimanyu putra kesayangannya tewas dalam formasi curang  Jayadrata, di salah satu episode penting dari perang panjang Baratayuda.
Perasaan yang aku maksud itu adalah rasa atas keluarnya keputusan Mahkamah Agung  untuk mantan narapidana kasus korupsi diperbolehkan mendaftarkan diri sebagai caleg. Dalam pertimbangannya MA menilai aturanPKPU nomor 20 bertentangan dengan UU nomor 7 tentang Pemilu.
Sejak mendengar keputusan itu, aku juga kerap mengalami mimpi malam yang buruk  (nightmare) yang membuatku selalu terjaga dengan kepala terasa berat seperti memakai helm tabung gas elpiji 3 kilo.
Aku memaklumi undang undang  nomor 7 lebih superior dari pkpu nomor 2, karena berada diatasnya. Tapi kan masih ada UUD yang lebih superior atau Pancasila sebagai sumber dari hukum yang ada. Apalagi kalo berpikir lebih transenden akan kesempurnaan hukum Tuhan YME. Â
Eks koruptor akan menjadi wakil rakyat, wakil saya. Setelah menjalani hukuman, mereka bukan tobat tapi malah nyaleg dan boleh. Keputusan ini memang tidak mencederai undang undang atau hukum tertulis tapi melukai saya.  Keputusan  MA memang tanpa cela secara hukum, tapi keputusan ini memadamkan sifat ksatria mantan narapidana, tidak mengencourage  untuk  kembali menyadarkan nilai nilai etika dan perbaikan kerusakan hati nurani.
Kembali ke laptop wayang, Kresna yang mewujud sebagai pemegang keadilan dalam kisah Mahabrata, melepaskan senjata cakra ke langit sehingga menutupi mentari menjadikan langit redup, sehingga menggoda Jayadrata keluar dari persembunyian Kurawa. Pada saat itulah panah Arjuna bisa menembus tubuh dan menewaskannya.
Disinilah senjata cakra digunakan untuk keseimbangan keadilan, mengembalikan pertarungan ksatria di alur sejatinya.
Encouraging Kresna kepada Arjuna yang terkenal juga ada didalam kitab Bhagawadgita :
Kapanpun dan dimanapun kebajikan merosot, dan kejahatan merajalela, pada saat itulah aku menjelma, wahai keturunan Bharata (Arjuna). Untuk menyelamatkan orang saleh dan menghukum orang jahat, serta menegakkan kebenaran, aku lahir dari zaman ke zaman. (Bhagawadgita, 4:7--8)
Selanjutnya aku termenung sendiri, mencoba menatap dan membaca lukisan cakra pada lambang Mahkamah Agung.
Dalam cerita wayang (pewayangan), cakra adalah senjata Kresna berupa panah beroda yang digunakan sebagai senjata " Pamungkas " (terakhir). Cakra digunakan untuk memberantas ketidak adilan.