Padahal, selain aroma yang lumayan, ternyata pakaian yang dikenakan juga agak basah (entah disebabkan apa, saya kurang tahu). Belakangan, diketahui dua mata nenek uzur itu telah tak berfungsi. Hanya feelingnya saja yang menangkap tamunya adalah orang baik.
Secara kasat mata, terlihat pasutri ini jelas alami gizi buruk. Tubuh mereka sangat kurus, dibalut pakaian kumal. Menyedihkan menyaksikan pemandangan tersebut, di usia tua, ternyata bukan kebahagiaan yang didapatkan. Malah nestapa berkepanjangan menimpa keduanya.
Berdasarkan keterangan Rojabi mau pun warga lainnya, mbah Kruwet sebenarnya memiliki tiga anak yang tinggal lain desa. Sayang, akibat faktor ekonomi, mereka tak mampu merawat kedua orang tuanya. Hanya kadang- kadang, salah satu anaknya datang menjenguk seraya membawakan makanan.
Ortu Asuh Relintas
Untuk hidup keseharian, mbah Kruwet sering ke pasar Kota Salatiga yang berjarak sekitar 15 kilometer. Tujuannya, meminta belas kasihan orang alias mengemis.Â
Padahal, secara fisik, akibat usia serta kurang gizi, dirinya sudah tak memungkinkan menempuh perjalanan jauh. "Kami berharap setelah nantinya diangkat menjadi orang tua asuh, mbah Kruwet tak lagi mengemis," harap Rojabi.
Sementara di rumahnya pun, tak terlihat peralatan memasak. Kendati terdapat tungku kayu, namun, tanda- tanda mereka berdua melakukan aktifitas masak memasak seperti galibnya orang kebanyakan, sama sekali tidak terlihat. "Biasanya kalau mbah Kruwet pulang dari mengemis, membeli makanan matang yang dibungkus," kata Rojabi.
Kesimpulannya, semisal paket sembako kami tinggal pun, mereka kesulitan mengolahnya. Untuk itu, akhirnya kami menyerahkan kepada warga terdekat agar sudi memasaknya.Â
Selanjutnya, berdasarkan kesepakatan personil Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga, pasutri duafa tersebut masuk daftar orang tua asuh yang berhak mendapatkan kiriman paket sembako sebulan dua kali.