Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Duh, Malangnya Pasutri Uzur di Pelosok Kabupaten Semarang

2 September 2019   17:25 Diperbarui: 3 September 2019   08:27 1650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasutri uzur saat pertama kali ditemui Bamset (Foto: dok pri)

  • Kendati kondisi pasangan suami istri (pasutri) Warli (75) serta Kalinah (70) warga Dusun Watu Setugel RT 20 RW 07, Desa Krandon Lor, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, sangat memperihatinkan. Namun, hingga saat ini belum ada pihak- pihak terkait yang mau memindahkannya ke panti jompo. Seperti apa sih kehidupannya? Berikut penelusurannya untuk Indonesia.

Awal Febuari lalu, sore hari saat hujan mengguyur bumi, saya bersama tiga relawan blusukan ke beberapa desa di wilayah Kabupaten Semarang. Sembari menenteng sedikitnya lima paket  sembako, kami menemui dua janda duafa di perjalanan. 

Usai menyerahkan barang yang kami bawa, mendadak masuk panggilan telepon dari salah seorang warga yang mengabarkan keberadaan pasutri di Dusun Watu Setugel.

Karena kebetulan masih satu jurusan, kami langsung meluncur ke lokasi yang dimaksud. Tak sulit menemukan alamat Warli yang biasa disapa mbah Kruwet, sebab, di Desa Krandon Lor terdapat sedikitnya 6 orang relawan. 

Ternyata, posisi rumah pasutri tersebut berada di tengah kebun bambu. "Rumah itu dibangun warga karena ada bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dari pemerintah," kata Rojabi, relawan yang mendampingi kami.

Rumah mungil yang ditempati mbah Kruwet dan istri (Foto: dok pri)
Rumah mungil yang ditempati mbah Kruwet dan istri (Foto: dok pri)


Rumah berdinding kalsiboard  itu, ukurannya sekitar 6x4 meter, berbentuk kotak tanpa sekat apa pun, juga tak memiliki sarana MCK. Kondisinya gelap gulita, kendati terdapat aliran listrik, namun lampu yang terpasang ternyata sudah putus. 

Mbah Kruwet serta istrinya tengah duduk-duduk di bale kayu yang berbunyi saat mendapatkan beban. Aroma di dalam ruangan, wow! Sedap polllll, berbagai barang hanya tergeletak di sembarang tempat.

Entah sudah berapa tahun mbah Kruwet mau pun istrinya tak mandi, sehingga dari tubuh pasutri tercium bau yang aduhai. Pakaian yang dikenakan pun, tidak jelas warna aslinya (saking kotornya). "Buang air besar mau pun kecil ya biasanya di kebun tanpa dibasuh air," ungkap Rojabi menjawab pertanyaan saya.

Mbah Kruwet dimandikan personil Relintas (Foto: dok pri)
Mbah Kruwet dimandikan personil Relintas (Foto: dok pri)

Setelah mengetahui kedatangan kami, istri mbah Kruwet yang biasa dipanggil mbah Kalinah langsung memeluk saya. Sembari meneteskan air mata, dua tangannya terus memeluk. 

Padahal, selain aroma yang lumayan, ternyata pakaian yang dikenakan juga agak basah (entah disebabkan apa, saya kurang tahu). Belakangan, diketahui dua mata nenek uzur itu telah tak berfungsi. Hanya feelingnya saja yang menangkap tamunya adalah orang baik.

Secara kasat mata, terlihat pasutri ini jelas alami gizi buruk. Tubuh mereka sangat kurus, dibalut pakaian kumal. Menyedihkan menyaksikan pemandangan tersebut, di usia tua, ternyata bukan kebahagiaan yang didapatkan. Malah nestapa berkepanjangan menimpa keduanya.

Berdasarkan keterangan Rojabi mau pun warga lainnya, mbah Kruwet sebenarnya memiliki tiga anak yang tinggal lain desa. Sayang, akibat faktor ekonomi, mereka tak mampu merawat kedua orang tuanya. Hanya kadang- kadang, salah satu anaknya datang menjenguk seraya membawakan makanan.

Usai pak pung baru diganti pakaiannya oleh relawan (Foto: dokpri)
Usai pak pung baru diganti pakaiannya oleh relawan (Foto: dokpri)

Ortu Asuh Relintas

Untuk hidup keseharian, mbah Kruwet sering ke pasar Kota Salatiga yang berjarak sekitar 15 kilometer. Tujuannya, meminta belas kasihan orang alias mengemis. 

Padahal, secara fisik, akibat usia serta kurang gizi, dirinya sudah tak memungkinkan menempuh perjalanan jauh. "Kami berharap setelah nantinya diangkat menjadi orang tua asuh, mbah Kruwet tak lagi mengemis," harap Rojabi.

Sementara di rumahnya pun, tak terlihat peralatan memasak. Kendati terdapat tungku kayu, namun, tanda- tanda mereka berdua melakukan aktifitas masak memasak seperti galibnya orang kebanyakan, sama sekali tidak terlihat. "Biasanya kalau mbah Kruwet pulang dari mengemis, membeli makanan matang yang dibungkus," kata Rojabi.

Mbah Kalinah yang tak mau mandi dalam pelukan relawan (Foto: dok pri)
Mbah Kalinah yang tak mau mandi dalam pelukan relawan (Foto: dok pri)

Kesimpulannya, semisal paket sembako kami tinggal pun, mereka kesulitan mengolahnya. Untuk itu, akhirnya kami menyerahkan kepada warga terdekat agar sudi memasaknya. 

Selanjutnya, berdasarkan kesepakatan personil Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga, pasutri duafa tersebut masuk daftar orang tua asuh yang berhak mendapatkan kiriman paket sembako sebulan dua kali.

Setiap dua minggu, rombongan relawan mengantarkan sembako serta melakukan pengecekan apa yang dibutuhkan mbah Kruwet mau pun istrinya. Kalau biasanya tidur di bale kayu beralaskan tikar, belakangan sudah dikirim kasur kapuk. 

Bahkan, ranjang kayunya terpaksa dibongkar total relawan karena kondisinya cukup mengkhawatirkan. "Yang repot, menyuruh mereka mandi dan berganti pakaian. Sulitnya minta ampun, padahal sudah dikirim beberapa potong pakaian," ujar Rojabi.

Makan siang ala pasutri uzur, maunya disuapi (Foto: dok pri)
Makan siang ala pasutri uzur, maunya disuapi (Foto: dok pri)

Karena tak pernah tersentuh air dan berpotensi muncul penyakit, akhirnya relawan pun memaksa mbah Kruwet untuk dimandikan. Kendati harus digendong akibat gangguan di pinggangnya, akhirnya beliau mau dibersihkan tubuhnya serta dipotong rambutnya. 

Sebaliknya, mbah Kalinah tetap menolak keras dimandikan. "Mungkin khawatir jimatnya raib," celetuk Rojabi seraya tertawa.

Sebagai penanggungjawab Relintas, saya harus mengapresiasi rekan- rekan relawan yang dengan telaten mengunjungi serta merawat pasutri malang itu. Beberapa kali saya memergoki mereka tengah memotongi kuku tangan dan kaki mbah Kruwet beserta istrinya. 

Padahal, selain tidak pernah tersentuh air, bentuk kuku mereka juga eksotis. Panjang- panjang berwarna cokelat kehitaman hikz...

Personil Relintas membawakan kasur untuk mbah Kruwet (Foto: dok pri)
Personil Relintas membawakan kasur untuk mbah Kruwet (Foto: dok pri)

Sampai detik ini, pasutri renta itu masih menjadi orang tua asuh Relintas.Kebutuhan makan mau pun kesehatan relatif aman karena selalu dipantau, hanya yang menjadi ganjalan, apakah mereka bakal seterusnya dibiarkan seperti itu? 

Sebab, bila pihak terkait mau memindahkannya ke panti jompo, tentunya hidup mbah Kruwet serta istrinya akan lebih terjamin. Ah, entahlah! Yang penting kami telah melakukan apa yang harus dilakukan. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun