Setelah berpuluh tahun hanya berkutat di rumah orang tuanya, Senin (1/4) sore, Samsudin (39) warga Desa Gunung Tumpeng RT 1 RW 1, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang yang sejak lahir alami kelumpuhan dan bisu, akhirnya mendapatkan kursi roda idamannya. Seperti apa kehidupan lelaki malang tersebut, berikut liputannya.
Bagi Samsudin, kursi roda memang merupakan barang mewah. Putra sulung pasangan Min Hadi (70) Â dan Siti Khotijah (60) ini , hidup dalam kondisi pas- pasan. Bapaknya yang mulai uzur, hanya mencari nafkah sebagai petani yang hasilnya tak menentu. " Dulu jamannya pak Harto (orde baru) pernah dapat bantuan kursi roda, tapi sudah lama rusak," kata Siti Khotijah.
Karena penghasilannya sebagai petani penggarap hanya cukup untuk makan keseharian, maka, Samsudin yang sejak lahir mengalami kelainan pada dua kakinya, sengaja tidak disekolahkan. Celakanya, dalam perkembangannya, Samsudin juga kesulitan berkomunikasi. Kendati telinganya mampu mendengar, namun, mulutnya sulit berbicara.
Tak hanya saat meminta sesuatu, Samsudin juga tidak suka dengan kehadiran orang asing di rumahnya. Tiap kedatangan orang yang belum dikenalnya, ia selalu mengusirnya. Diduga keras, pertumbuhan otaknya mengalami kelainan, sehingga cara berfikirnya masih seperti anak- anak usia di bawah sepuluh tahun.
Keberadaan Samsudin terendus oleh Bambang Setyawan, dedengkot Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga, Minggu (31/3) sore. Di mana, lelaki yang biasa disapa Bamset itu, mendapatkan informasi dari warga yang menyebutkan nestapa perjaka tua tersebut. Sembari menenteng sembako, akhirnya Bamset melakukan pengecekan ke lokasi.
Ketika Bamset tiba di rumah Min Hadi, kebetulan situasi tengah sepi. Anehnya, Samsudin yang garang terhadap orang asing, ternyata begitu melihat kehadiran Bamset malah tertawa seakan mempersilahkan tamunya untuk masuk. Sembari mulutnya meneteskan air liur, ia terus menerus tertawa.
Hingga Siti Khotijah datang, sang ibu juga sedikit heran dengan perubahan perilaku anak sulungnya itu. Sebab, sepanjang pengetahuannya, Samsudin selalu tidak suka terhadap orang asing. " Ini agak aneh, dia malah tertawa. Padahal, biasanya tak begitu," ujar Siti serius.
Menurut Siti, kendati kondisi putranya termasuk katagori memperihatinkan, namun pihak- pihak terkait seperti abai. Belum pernah rumahnya dikunjungi orang yang merasa bersimpati mau pun berempati terhadap Samsudin. Satu- satunya bantuan yang diterimanya dari pemerintah, hanya sebatas Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp 500.000 tiap tiga bulan.
Bila apa yang diungkapkan Siti benar adanya, rasanya memang tak adil untuk Samsudin. Lelaki yang lumpuh dan bisu ini, harusnya mendapat bantuan minimal sebuah kursi roda, agar dirinya mampu berinteraksi dengan tetangga. Setidaknya, ia bisa menghabiskan hidupnya di luar rumah, bukan sebatas berkutat di ruangan terbatas.
Mirip anak- anak, untuk mandi ibunya memasukkan ke ember besar selanjutnya diguyur air. Karena tak mempunyai kamar mandi yang layak, Samsudin biasanya dimandikan di ruangan depan. Ia juga kesulitan duduk, sehingga, lebih banyak dalam posisi tengkurap berjam- jam sembari ngiler- ngiler.
Setelah hampir 30 menit berbincang, akhirnya Bamset berpamitan. Ada kesedihan yang mendalam di benak Bamset, dalam perjalanan ia terus berfikir bagaimana cara mendapatkan kursi roda untuk Samsudin yang malang itu. Lagian, dirinya juga berjanji pada Siti akan mengupayakan kursi roda kendati bekas pakai.
Hingga tiba di rumah, Bamset langsung melakukan koordinasi dengan Lentera Kasih untuk Sesama (Lensa) Kota Salatiga. Ekspektasinya, komunitas sosial itu memiliki kursi roda yang bisa didonasikan. Untungnya, Atha selaku Ketua Lensa merespon positif keinginan Bamset menyiapkan alat bantu bagi Samsudin.
Pk 14.00 donasi kursi roda sudah dieksekusi Bamset dengan didampingi relawan Relintas yang selain membawakan pakaian pantas pakai, juga menenteng sembako. Perlu diketahui, mengutip pengakuan Siti, anaknya memiliki baju yang jumlahnya terbatas. Bahkan, tiap habis dicuci, begitu kering langsung dipakai kembali.
Seperti galibnya orang berkebutuhan khusus, ia terlihat malu- malu. Maklum, ada 5 perempuan cantik di depannya. Begitu pun ketika disodori dua lembar sarung dalam kondisi baru serta baju- baju baru, awalnya tetap menyembunyikan wajahnya di balik bantal kumal.
Hingga 10 menit kemudian, saat Samsudin mampu beradaptasi, ia mulai tertawa lebar. Terlebih lagi ketika melihat adanya kursi roda yang diidamkannya, spontan tertawanya makin pecah.
Oleh bapaknya, Samsudin dibantu untuk duduk di kursi roda, hasilnya lelaki malang itu terkekeh sembari ngiler- ngiler. " Kami sekeluarga sangat berterima kasih atas bantuan kursi roda ini. Sebab, sampai kapan pun juga, kami tak mungkin mampu membelinya," kata Min Hadi menahan haru.
Bamset sendiri mengakui, realisasi kursi roda untuk duafa ini merupakan kolaborasi dua komunitas sosial, yakni Relintas dan Lensa, terkait hal tersebut, pihaknya berharap agar seluruh komunitas sosial di Kota Salatiga mau pun Kabupaten Semarang bisa menjalin kerja sama yang manis demi kepentingan duafa. " Pasalnya, masih banyak duafa- duafa di luar sana yang butuh bantuan kita," jelasnya. (*)