Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Satu Pendaki Ekspedisi 100 Hari di Merbabu Mengundurkan Diri

12 September 2017   16:55 Diperbarui: 16 September 2017   17:19 6063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Begini kondisi tenda tim ekpedisi (foto: dok Radit)

Bayu Ramadhan  salah satu personil tim ekpedisi 100 hari di puncak gunung Merbabu , akhirnya mengundurkan diri. Diduga karena beratnya suhu di atas, juga akibat faktor keluarga. Di mana, ia harus menemani ibu kandungnya yang tinggal sendirian.

"Bayu sendiri kebetulan pamitnya bukan untuk ikut ekspedisi 100 hari, tapi pamitnya dengan keluarga mencari pekerjaan. Jadi, menjelang satu bulan di puncak, setelah kita berdiskusi, Bayu memutuskan pulang ke Gunung Kidul, DIY," kata koordinator ekpedisi 100 hari di gunung Merbabu, saat ia turun mengambil logistik.

Sebagaimana diketahui, tim ekspedisi 100 hari di puncak gunung Merbabu yang terdiri atas Raka Metta Wantoro, Bayu Ramadhon dan Dani Adi Kusuma, Kamis (20/7) lalu secara resmi meninggalkan Base Camp Thekelan (BCT), Batur, Getasan, Kabupaten Semarang untuk memulai pendakian. Kendati minim dukungan, namun, mereka bertekad akan tinggal selama 100 hari di ketinggian 3.142 mdpl.

Raka mengamati Ketheng Songo yang sarat misteri (foto: dok Radit)
Raka mengamati Ketheng Songo yang sarat misteri (foto: dok Radit)
Menurut Raka yang bertindak sebagai koordinator ekspedisi, keberadaan mereka di puncak gunung Merbabu bukan untuk mencari sensasi. Pasalnya, selama 100 hari mereka memiliki misi merestorasi Kentheng Songo yang banyak  dicorat coret oknum tidak bertanggungjawab, konservasi berbagai jenis tanaman, konservasi beragam binatang, konservasi jalur pendakian hingga pembuatan tanda petunjuk di jalur- jalur pendakian.

"Yang paling penting, kami juga menggelar sosialisasi  terhadap para pendaki agar tak meninggalkan sampah, menebang pohon, etika pendakian dan teknik resque sehingga pendaki mampu bertahan di segala medan serta cuaca," ungkap Raka.

Hingga hampir satu bulan berada di puncak gunung Merbabu, Bayu Ramadhon yang merupakan warga Tambakromo, Panjong, Kabupaten Gunung Kidul, DIY terpaksa harus menyerah. Ia dipanggil pulang keluarganya, pasalnya sang ibu membutuhkan tenaganya. " Ternyata Bayu, pamitnya mencari pekerjaan. Setelah kami berdiskusi, akhirnya pilihannya hanya satu, Bayu harus kembali pada keluarganya," kata Raka saat turun mengambil logistik, beberapa hari lalu.

Kendati sekarang hanya berdua bersama Dani, namun, ekspedisi tetap berlanjut. Sebab, tiap Sabtu malam selalu ada rombongan pendaki yang naik ke puncak, sehingga situasinya menjadi meriah. Terlebih lagi, bila muncul pendaki- pendaki senior, maka pekerjaan restorasi bakal sangat terbantu. Bahkan, memasuki bulan September, praktis restorasi Kentheng Songo sudah tuntas sehingga agenda lainnya mampu direalisasi.

Restorasi Kentheng Songo bersama pendaki lain (foto: dok Radit)
Restorasi Kentheng Songo bersama pendaki lain (foto: dok Radit)
Suhu Ekstrim

Menurut Raka yang pernah tinggal di puncak Merbabu selama 30 hari sendirian, suhu di atas sulit ditebak. Pada malam hari, suhu melorot hingga 0 derajat celcius hingga dinginnya mampu menembus tulang. Sebaliknya, di siang hari suhunya akan melonjak tajam sampai 40 derajat celcius. " Antara pk 11.00 sampai pk 14.00, sukses menghitamkan kulit," kata Raka sembari memperlihatkan kulitnya yang gosong.

Begitu pun medan di gunung Merbabu juga relatif berat, di mana, untuk merestorasi Kentheng Songo yang oleh warga setempat dianggap sakral, Raka dan Dani kerap mengambil bebatuan di bawah yang rata- rata beratnya mencapai 20 an kilogram. Selanjutnya, batu- batu tersebut dimanfaatkan sebagai pagar keliling guna melindungi Kentheng Songo.

Ada sisi menarik atas keberadaan Kentheng Songo, menurut Raka, terdapat kepercayaan bagi sebagian orang bahwa berdoa di Kentheng Songo segala permintaannya akan terkabulkan. Bahkan, di tahun 2016 bulan lalu, Raka sempat mendampingi pasangan suami istri asal Kuningan, Jawa Barat yang telah menikah lima tahun tapi belum mempunyai keturunan. Setelah melalui perjuangan panjang menuju puncak dan berdoa secara khusus, belakangan sang istri dinyatakan mengandung.

" Jangan musrik, kita berfikir positif saja. Untuk menuju puncak, orang biasa membutuhkan waktu 8- 10 jam perjalanan, otomatis Allah telah menguji kesungguhan orang tersebut dalam memohon sesuatu. Jadi, ya wajar kalau doanya dikabulkan," jelas Raka.

Di sisi lain, kendati suhu udara jelas sangat tidak bersahabat, namun, menurut Raka, agenda ekspedisi tetap akan dilanjutkan. Setelah melalui hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus lalu, nantinya semua ritual di puncak gunung Merbabu bakal ditutup tanggal 28 Oktober 2017 atau bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda.

Begini kondisi tenda tim ekpedisi (foto: dok Radit)
Begini kondisi tenda tim ekpedisi (foto: dok Radit)
Butuh Bantuan Tenda Dome

Raka yang belakangan berambut gondrong termasuk jenggot dan kumisnya, mengaku sangat berterima kasih atas dukungan logistik yang diberikan para pendaki di Kabupaten Semarang. Meski begitu, dirinya berharap tidak mengirim makanan instan seperti mi kering, pasalnya, yang dibutuhkan di atas adalah sayuran segar seperti bayam, wortel mau pun buah- buahan.

" Secara khusus, kami harus berterima kasih atas segala bantuan dari para pendaki, khususnya pendaki yang berasal dari Ungaran. Mereka setia menemani tiap akhir pekan, juga rutin mengirim logistik," ujar Raka serius.

Apa yang disampaikan Raka, dibenarkan oleh Raditya, seorang pendaki asal Kabupaten Boyolali. Anak muda yang biasa disapa dengan panggilan Radit ini, mengaku seminggu sekali melakukan pendakian ke gunung Merbabu. " Benar sekali, suhu di atas sangat ekstrim. Kalau daya tahan tubuh lemah, pasti ambruk," jelasnya, Selasa (12/9) sore.

Sebagai pendaki junior, Radit mengaku sangat mengapresiasi ekspedisi 100 hari di puncak gunung Merbabu ini. Sebab, dengan suhu yang sangat tidak bersahabat, namun Raka dan Dani mampu menuntaskan restorasi Kentheng Songo. Sehingga, tempat keramat itu sekarang sudah bersih dari berbagai corat- coret, terlihat rapi serta nyaman. " Tanpa peran pak Raka dan mas Dani, Kentheng Songo tidak seperti sekarang," ungkapnya.

Bagian dalam tenda tim ekpedisi (foto: dok Radit)
Bagian dalam tenda tim ekpedisi (foto: dok Radit)
Kentheng Songo sendiri, menurut Radit adalah salah satu puncak gunung Merbabu yang sampai sekarang masih diliputi misteri. Di mana, di sini terdapat batu berlobang yang kalau dilihat secara kasat mata, hanya terdapat empat lobang. Eloknya, sebenarnya lobang yang ada berjumlah sembilan sehingga dinamakan Kentheng Songo. Di lokasi yang sakral tersebut, seluruh pendaki dilarang keras bertingkah laku kurang ajar, sebab, salah- salah bakal menuai petaka.

Sebelum mengakhiri perbincangannya, Radit sempat menyoroti keberadaan tenda dome yang dipergunakan Raka dan Dani di atas puncak gunung. Di mana, tenda besar itu sebenarnya sudah tidak layak dipakai beristirahat di siang mau pun malam hari. Pasalnya, banyak lobang- lobang yang ditambal seadanya sehingga udara dingin mudah menerobos ke dalam. Begitu pun saat hujan, curahan air sering leluasa menembusnya.

" Terkait hal ini, akan sangat bagus bila ada pihak- pihak terkait yang sudi memberikan pinjaman tenda dome, minimal untuk sisa waktu yang ada. Bagaimana juga, mereka berdua adalah pejuang- pejuang lingkungan yang sangat layak diapresiasi," tukas Radit serius.

Itulah kabar terakhir tentang ekspedisi 100 hari di puncak gunung Merbabu, di tengah suhu yang ekstrim, mereka pantang pulang sebelum menuntaskan misinya. Jadi, semisal ada pihak- pihak yang akan membantu berlangsungnya tugas mulia mereka, bisa mengirimkan logistik berupa sayuran segar dan tenda dome. Semua bantuan bisa diserahkan ke BCT, Batur, Getasan, Kabupaten Semarang. Salam lestari ! (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun