" Jangan musrik, kita berfikir positif saja. Untuk menuju puncak, orang biasa membutuhkan waktu 8- 10 jam perjalanan, otomatis Allah telah menguji kesungguhan orang tersebut dalam memohon sesuatu. Jadi, ya wajar kalau doanya dikabulkan," jelas Raka.
Di sisi lain, kendati suhu udara jelas sangat tidak bersahabat, namun, menurut Raka, agenda ekspedisi tetap akan dilanjutkan. Setelah melalui hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus lalu, nantinya semua ritual di puncak gunung Merbabu bakal ditutup tanggal 28 Oktober 2017 atau bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda.

Raka yang belakangan berambut gondrong termasuk jenggot dan kumisnya, mengaku sangat berterima kasih atas dukungan logistik yang diberikan para pendaki di Kabupaten Semarang. Meski begitu, dirinya berharap tidak mengirim makanan instan seperti mi kering, pasalnya, yang dibutuhkan di atas adalah sayuran segar seperti bayam, wortel mau pun buah- buahan.
" Secara khusus, kami harus berterima kasih atas segala bantuan dari para pendaki, khususnya pendaki yang berasal dari Ungaran. Mereka setia menemani tiap akhir pekan, juga rutin mengirim logistik," ujar Raka serius.
Apa yang disampaikan Raka, dibenarkan oleh Raditya, seorang pendaki asal Kabupaten Boyolali. Anak muda yang biasa disapa dengan panggilan Radit ini, mengaku seminggu sekali melakukan pendakian ke gunung Merbabu. " Benar sekali, suhu di atas sangat ekstrim. Kalau daya tahan tubuh lemah, pasti ambruk," jelasnya, Selasa (12/9) sore.
Sebagai pendaki junior, Radit mengaku sangat mengapresiasi ekspedisi 100 hari di puncak gunung Merbabu ini. Sebab, dengan suhu yang sangat tidak bersahabat, namun Raka dan Dani mampu menuntaskan restorasi Kentheng Songo. Sehingga, tempat keramat itu sekarang sudah bersih dari berbagai corat- coret, terlihat rapi serta nyaman. " Tanpa peran pak Raka dan mas Dani, Kentheng Songo tidak seperti sekarang," ungkapnya.

Sebelum mengakhiri perbincangannya, Radit sempat menyoroti keberadaan tenda dome yang dipergunakan Raka dan Dani di atas puncak gunung. Di mana, tenda besar itu sebenarnya sudah tidak layak dipakai beristirahat di siang mau pun malam hari. Pasalnya, banyak lobang- lobang yang ditambal seadanya sehingga udara dingin mudah menerobos ke dalam. Begitu pun saat hujan, curahan air sering leluasa menembusnya.
" Terkait hal ini, akan sangat bagus bila ada pihak- pihak terkait yang sudi memberikan pinjaman tenda dome, minimal untuk sisa waktu yang ada. Bagaimana juga, mereka berdua adalah pejuang- pejuang lingkungan yang sangat layak diapresiasi," tukas Radit serius.
Itulah kabar terakhir tentang ekspedisi 100 hari di puncak gunung Merbabu, di tengah suhu yang ekstrim, mereka pantang pulang sebelum menuntaskan misinya. Jadi, semisal ada pihak- pihak yang akan membantu berlangsungnya tugas mulia mereka, bisa mengirimkan logistik berupa sayuran segar dan tenda dome. Semua bantuan bisa diserahkan ke BCT, Batur, Getasan, Kabupaten Semarang. Salam lestari ! (*)