Bayu Ramadhan  salah satu personil tim ekpedisi 100 hari di puncak gunung Merbabu , akhirnya mengundurkan diri. Diduga karena beratnya suhu di atas, juga akibat faktor keluarga. Di mana, ia harus menemani ibu kandungnya yang tinggal sendirian.
"Bayu sendiri kebetulan pamitnya bukan untuk ikut ekspedisi 100 hari, tapi pamitnya dengan keluarga mencari pekerjaan. Jadi, menjelang satu bulan di puncak, setelah kita berdiskusi, Bayu memutuskan pulang ke Gunung Kidul, DIY," kata koordinator ekpedisi 100 hari di gunung Merbabu, saat ia turun mengambil logistik.
Sebagaimana diketahui, tim ekspedisi 100 hari di puncak gunung Merbabu yang terdiri atas Raka Metta Wantoro, Bayu Ramadhon dan Dani Adi Kusuma, Kamis (20/7) lalu secara resmi meninggalkan Base Camp Thekelan (BCT), Batur, Getasan, Kabupaten Semarang untuk memulai pendakian. Kendati minim dukungan, namun, mereka bertekad akan tinggal selama 100 hari di ketinggian 3.142 mdpl.

"Yang paling penting, kami juga menggelar sosialisasi  terhadap para pendaki agar tak meninggalkan sampah, menebang pohon, etika pendakian dan teknik resque sehingga pendaki mampu bertahan di segala medan serta cuaca," ungkap Raka.
Hingga hampir satu bulan berada di puncak gunung Merbabu, Bayu Ramadhon yang merupakan warga Tambakromo, Panjong, Kabupaten Gunung Kidul, DIY terpaksa harus menyerah. Ia dipanggil pulang keluarganya, pasalnya sang ibu membutuhkan tenaganya. " Ternyata Bayu, pamitnya mencari pekerjaan. Setelah kami berdiskusi, akhirnya pilihannya hanya satu, Bayu harus kembali pada keluarganya," kata Raka saat turun mengambil logistik, beberapa hari lalu.
Kendati sekarang hanya berdua bersama Dani, namun, ekspedisi tetap berlanjut. Sebab, tiap Sabtu malam selalu ada rombongan pendaki yang naik ke puncak, sehingga situasinya menjadi meriah. Terlebih lagi, bila muncul pendaki- pendaki senior, maka pekerjaan restorasi bakal sangat terbantu. Bahkan, memasuki bulan September, praktis restorasi Kentheng Songo sudah tuntas sehingga agenda lainnya mampu direalisasi.

Menurut Raka yang pernah tinggal di puncak Merbabu selama 30 hari sendirian, suhu di atas sulit ditebak. Pada malam hari, suhu melorot hingga 0 derajat celcius hingga dinginnya mampu menembus tulang. Sebaliknya, di siang hari suhunya akan melonjak tajam sampai 40 derajat celcius. " Antara pk 11.00 sampai pk 14.00, sukses menghitamkan kulit," kata Raka sembari memperlihatkan kulitnya yang gosong.
Begitu pun medan di gunung Merbabu juga relatif berat, di mana, untuk merestorasi Kentheng Songo yang oleh warga setempat dianggap sakral, Raka dan Dani kerap mengambil bebatuan di bawah yang rata- rata beratnya mencapai 20 an kilogram. Selanjutnya, batu- batu tersebut dimanfaatkan sebagai pagar keliling guna melindungi Kentheng Songo.
Ada sisi menarik atas keberadaan Kentheng Songo, menurut Raka, terdapat kepercayaan bagi sebagian orang bahwa berdoa di Kentheng Songo segala permintaannya akan terkabulkan. Bahkan, di tahun 2016 bulan lalu, Raka sempat mendampingi pasangan suami istri asal Kuningan, Jawa Barat yang telah menikah lima tahun tapi belum mempunyai keturunan. Setelah melalui perjuangan panjang menuju puncak dan berdoa secara khusus, belakangan sang istri dinyatakan mengandung.