Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melongok Sisa Keangkuhan Benteng Hock di Salatiga

14 September 2016   16:19 Diperbarui: 11 April 2017   21:00 1974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangunan sayap sebelah kiri (foto: dok pri)

Sebagai bekas kota militer di zaman pemerintahan kolonial Belanda, Salatiga memiliki banyak gedung peninggalan masa lalu yang telah berusia ratusan tahun. Salah satunya adalah Benteng Hock yang sekarang dijadikan markas Satlantas Polres setempat. Seperti apa sisa keangkuhan asrama serdadu tersebut? Berikut penelusurannya.

Seperti layaknya bangunan zaman Belanda, Benteng Hock yang terletak di Jalan Diponegoro Kota Salatiga, terkesan angkuh. Bangunan yang bagian bawahnya berupa bebatuan, memiliki pintu dan jendela yang lebar. Ketinggian pintunya berkisar 6 meter, sedangkan jendelanya 3 meter. Ada nuansa keangkeran bila berkunjung ke sini di malam hari, pasalnya di bagian belakang terdapat bunker yang dulunya dijadikan tempat tinggal personil Polres Salatiga.

Halaman Benteng Hock yang luas (foto: dok pri)
Halaman Benteng Hock yang luas (foto: dok pri)
Benteng Hock sekarang ini dikelola Polres Salatiga dan dijadikan kantor Satlantas di mana di bagian belakang yang halamannya sangat luas menjadi tempat penyimpanan barang bukti kecelakaan. Sedang di halaman depan, yang berupa lapangan dimanfaatkan untuk lahan ujian SM serta berfungsi untuk olahraga, baik voly maupun sepak bola. Biasanya, di sore hari banyak mahasiswa yang olah tubuh di sini.

Rabu (14/9) sore, saya melongok bekas markas militer Belanda ini. Sisa-sisa keangkuhan masih terasa lekat di bangunan berusia 166 tahun tersebut. Gedung utama dijadikan tempat penjagaan, ruang SIM, ruang tilang dan ruangan perwira. Sementara di sampingnya terdapat bangunan tambahan untuk ruang kerja Kasat Lantas, begitu pun di sebelah baratnya difungsikan sebagai kantor Laka. Pada bagian samping kiri, ditemui ruangan bawah tanah semacam bunker.

Bangunan sayap sebelah kiri (foto: dok pri)
Bangunan sayap sebelah kiri (foto: dok pri)
Beberapa anggota polisi sempat menyapa sekadar basa-basi, selebihnya cuek bebek. Memasuki bagian dalam, terlihat lantai mirip marmer berukuran besar. Kalau tidak salah, ukurannya mencapai 1 X 1 meteran berwarna putih kecokelatan. Semua pintu maupun jendela yang ada masih tetap utuh. Dari arah pintu depan langsung menembus halaman belakang, yang di pagarnya tertulis “Dilarang Masuk Selain Petugas/Peserta SIM”. Entah apa maksudnya dipasang peringatan yang mampu membuat keder orang awam itu.

Sayap gedung sebelah kiri, kusennya raib (foto: dok pri)
Sayap gedung sebelah kiri, kusennya raib (foto: dok pri)
Dibangun Tahun 1850

Kesan keangkuhan Benteng Hock semakin terasa karena suasananya sangat sunyi, nyaris tak terdengar perbincangan di antara petugas. Satu-satunya yang terus bersuara adalah radio komunikasi yang berada di ruang piket. Di gedung yang termasuk cagar budaya ini, tidak ditemui literatur yang mampu menjelaskan sejarah panjangnya. Artinya, bila ingin mengetahui detail keberadaannya ya harus menyigi tempat lain.

Beruntung, di buku Inventarisasi Benda Purbakala dan Bangunan Bersejarah Kota Salatiga sejarah benteng Hock bisa dirunut. Di mana, di tahun 1700-an, Salatiga dianggap sangat strategis bagi Vereenigde Oostindische Cimpagnie (VOC) yang merupakan perusahaan dagang penjajah. Terkait hal tersebut, di tahun 1746 dibangunlah Benteng Fort De Hersteller. Konon, nama De Hersteller merupakan nama kapal yang dipergunakan Gustaaf Willem Barin van Imhoff untuk berlayar dari Belanda menuju Batavia tahun 1742.

Jendela berukuran raksasa masih utuh (foto: dok pri)
Jendela berukuran raksasa masih utuh (foto: dok pri)
Benteng Fort De Hersteller difungsikan oleh VOC untuk memeram pasukan militer yang setiap saat siap digerakkan untuk memukul mundur segala bentuk gangguan. Salatiga yang terletak di tengah antara Semarang-Surakarta (Solo), sangat menguntungkan militer dalam bergerak. Lokasi benteng ini hingga sekarang masih simpang siur, namun, bila melihat bekasnya, diduga berada di markas Yonif 411/Kostrad.

Entah dengan pertimbangan apa, belakangan keberadaan Benteng Fort De Hersteller diabaikan pihak Belanda. Memasuki tahun 1825, terjadi perang melawan Pangeran Diponegoro yang menguras dana dan mengakibatkan ribuan tentara Belanda tewas. Pasca tertangkapnya Pangeran Diponegoro yang lagendaris tersebut, rupanya bule-bule tersebut mulai berpikir pentingnya sebuah benteng baru.

Bagian belakang Benteng Hock (foto: dok pri)
Bagian belakang Benteng Hock (foto: dok pri)
Salatiga yang tetap dipertahankan menjadi kota militer, bagaimanapun memerlukan benteng untuk markas serdadunya. Pasalnya, ancaman pemberontakan setiap saat bisa meletus kembali. Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya lokasi Jalan Diponegoro dipilih. Alasannya, jalan ini dulunya bernama Jalan Toentang yang merupakan kawasan hunian bangsa Eropa. Pada zaman itu, orang pribumi diharamkan memiliki rumah di Jalan Toentang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun