Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bukan "Saltik" Wahai BPJS

2 Juni 2019   10:10 Diperbarui: 2 Juni 2019   21:15 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Unggahan BPJS membuat heboh dan terkekeh banyak warganet yang membacanya. Pasalnya, unggahan tersebut termasuk tidak bernalar atau tidak logis. Begini lengkapnya tulisan dalam tangkapan layar Twitter.

Meme unggahan BPJS (tangkapan layar Twitter/detik.com)
Meme unggahan BPJS (tangkapan layar Twitter/detik.com)

Mengutip detikHealth (detik.com) disebutkan bahwa Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Maruf, mengatakan adanya salah ketik (typho). Peserta yang sudah meninggal tidak harus mengurus sendiri penonaktifan kepesertaan dengan datang ke kantor cabang BPJS Kesehatan---ya iyalah.

"Itu typho ... mohon maaf. Kesalahannya sudah kami perbaiki. Pengurusan penonaktifan peserta yang sudah meninggal bisa diwakilkan pada anggota keluarga," kata Iqbal pada detikHealth.

Namun, Kepala Humas BPJS itu keliru karena kasus ini bukanlah kasus salah tik (saltik. yang baku 'tik' bukan 'ketik') alias typographical error (typo) sebagaimana dapat dimaklumi. Perhatikan kata-kata di dalam kalimat unggahan tersebut, adakah yang salah tik?

Kasus saltik itu adalah kasus tidak disengaja karena terjadi slip jari di bilah kibor saat mengetik. Alhasil, satu kata yang ditik, tertulis salah ejaannya. Walaupun dianggap tidak disengaja, kasus saltik dapat berakibat fatal di dalam bahasa Indonesia.

Dalam penggunaan kata bahasa Indonesia, kasus saltik dapat menimbulkan arti baru. Contohnya, 'beras' menjadi 'besar' atau 'ketika' menjadi 'ketiak'. Saat mengetik terburu-buru di media sosial atau di Kompasiana ini, penulis sering mengalami saltik. 

Masalahnya penulis atau pengunggah tulisan sering tidak melakukan swasunting atau membaca ulang tulisan/unggahannya. Seringnya saltik dianggap wajar saja, padahal jelas-jelas mengganggu keterbacaan, bahkan dapat mengubah makna.

Di Kompasiana apabila penulis terlalu banyak melakukan saltik atau typho tentu akan mengurangi bobot tulisannya, bahkan mungkin saja terjadi pembaca keliru memaknai. Misalnya, penulis bermaksud menggunakan kata 'persebaran', tetapi yang ditik malah 'perbesaran'. Arti atau maknanya jelas berbeda. 

Apalagi, jika menyangkut hal sensitif seperti ini: mau menulis Menteri Tenaga Kerja karena saltik menjadi Menteri Tenaga Kera. Dapat juga Anda bayangkan jika kata 'kontrol' ditik tanpa huruf 'r'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun