Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Literasi Semu dan Semur Literasi

7 Mei 2017   21:48 Diperbarui: 7 Mei 2017   22:42 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: M. Iqbal Dawami

Saya tidak terlalu memikirkan soal royalti atau imbalan karena ini sebuah perjuangan. Jika ingin mendapatkan royalti yang nendang, buku saya harus laris. Itu saja, titik tanpa koma.

Mengapa saya harus gusar merasa diperlakukan "tidak adil" dengan buku-buku yang laku keras itu, seperti novel Tere Liye, Pidi Baiq, Dee, dan Raditya? Dunia ini terasa tidak adil karena sebenarnya kapasitas menulis saya tidak sebaik Tere, Pidi, Dee, atau Raditya dalam fiksi. Ya, berarti itu salahnya saya, mengapa tidak menjadi penyanyi dulu seperti Dee (hehehe). Kalau saya mau seperti mereka, saya harus melakukan riset terhadap fenomena keunggulan karya mereka karena mereka pada dasarnya juga dulu memulai dari bawah.

Boleh jadi kita sedikit "nyinyir" kok buku begitu bisa laku. Itulah kelebihan penulis buku best seller yang mampu meraba hati para pembacanya. Mereka membuat buku yang "baik dan bagus" untuk pembacanya, bukan untuk kita yang tidak ingin membacanya.

Soal ini saya sudah sedikit insaf. Ya, sedikit, yaitu tidak lagi ingin "nyinyir" dengan penulis sebelah. Kita punya jalan masing-masing, termasuk jalan writerpreneurship. Memang ada indikasi pseudo bahwa tidak semua writerpreneur itu benar-benar penulis. Lho, kok bisa?

Ya bisa saja, orang yang merasa mampu menulis, padahal tidak mampu, menawarkan jasanya untuk menulis. Orang yang tidak mampu mengedit, tiba-tiba berani jadi editor. Satu lagi pseudo itu, orang yang baru lulus kuliah, mengaku menjadi penulis freelance. Kalau pengertian freelance di luar negeri adalah mereka yang sudah pernah bekerja secara profesional di perusahaan, lalu keluar karena ingin bebas. Lha, di kita karena tidak diterima kerja di mana-mana, lalu mendeklarasikan dirinya jadi freelancer.

Tingkah ini saya lihat juga pada beberapa penulis. Awalnya ia melamar menjadi editor di penerbit, tetapi tidak diterima. Terus mulai dia gembar-gembor jadi writerpreneur itu lebih bermakna dan mengasyikkan daripada kerja kantoran. Nah, ini yang baru dapat disinyalir sebagai pelarian.

Kembali yang saya tangkap bentuk kegelisahan Iqbal soal sistem yang tidak menghargai penulis di negeri ini. Ya, itu saya akui sampai-sampai saya harus berbusa-busa ikut merumuskan RUU Sistem Perbukuan yang sudah disahkan DPR. Semuanya ingin saya bela dan belah, penulis, penerjemah, penyadur, editor, ilustrator, desainer, dan penerbit. Harus ada produk hukum tertinggi yang menjadi dasar untuk "menggugat" negara memperhatikan nasib pelaku perbukuan.

Mungkin ada juga yang tidak suka kalau saya mengidekan perlunya sertifikasi penulis. Ngapain coba jadi dibuat susah dengan sertifikasi segala? Kalau sudah bicara sistem, memang harus ada standar, indikator, dan lain-lain, termasuk pengorbanan. Hal yang tidak dapat distandardisasi dan diukur adalah kreativitas. Karena itu, sulit mengukur harga buku hanya dari fisiknya, bukan dari kontennya.

Ada yang bilang harga buku A mahal jika dibandingkan buku B. Ternyata yang dibandingkan fisiknya, bukan kontennya. Ini juga pseudo-literasi!

Bahasan ini tampaknya sudah berkepanjangan. Hehehe. Maaf Mas Iqbal, yang pasti Anda sudah menulis buku yang menyengat, terutama menyengat orang yang memuji-muji buku Anda, tetapi tidak membelinya. Mereka itu ibarat semur literasi--tampak menggiurkan, tetapi tidak ada dagingnya.

Mas Iqbal ini juga sebenarnya sedang melakukan "pelarian". Lha di dalam biografi singkatnya ia mengajak orang bekerja sama dalam penulisan, editing, penerbitan buku, seminar literasi, dan pelatihan menulis .... Artinya, Mas Iqbal lagi nawarin jasa. Apakah ini pseudo-literasi juga?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun