Berpayung ranting kering, terlihat lintasan nestapa. Tiada anak-anak berkecipak  di kolam kehidupan. Memburu di manakah sarang sinar berkilauan.
Di dalam senyuman bayang, langit biru memandang haru. Hari secerah ini masih saja sulit untuk bersendau gurau.
Di antara pasir lembut yang bergelimpangan, sungguh sulit untuk mendengarkan debur hati. Mungkin ini karena tertimbun oleh setumpuk iri.
Saat burung kecil datang berombongan, mereka bernyanyi riang. Apalagi musim mulai banyak gerimis. Suara tik toknya merdu sangat optimis.
Melihat dari kejauhan, punggung gunung pun membiru. Jauh dari kesan terpanggang. Tiada lagi pilu kenangan. Tidak seperti berada di rumah sunyi berjendela satu. Kurang wawasan karena mengharu biru.
Mestinya jendela itu lebih dari satu. Biar udara silang saling bertemu. Segar untuk kebugaran. Tidak bersempit pandang karena kekurangan wawasan.
Lihatlah ke luar. Tegakah membuat onar ? Lebih lega terasa jika mendekati cinta. Karena "katresnan iku ngalahake samubarang. Omnia vincit amor, et nos cedamur amori".Â