Pada suatu siang di bulan September 2025, Menteri Agama Nasaruddin Umar berbicara di hadapan publik tentang peran guru dalam pembentukan moral bangsa. Namun, pernyataannya justru memicu gelombang kemarahan nasional. Ia menyebut bahwa banyak guru "kurang disiplin" dan "tidak menjadikan profesi sebagai panggilan jiwa." Pernyataan itu cepat menjadi viral, bukan karena mendapat dukungan, tapi karena membuka luka kolektif dari jutaan pendidik yang selama ini bekerja dengan gaji pas-pasan dan beban kerja yang tinggi.
Yang lebih mencemaskan dari blunder tersebut bukan hanya kecerobohan komunikasi, tapi satu pertanyaan besar yang muncul: apakah pejabat ini benar-benar membaca data, laporan, atau realitas yang sebenarnya terjadi di lapangan?
Ini bukan kasus pertama. Baru beberapa minggu sebelumnya, seorang kepala badan pangan nasional menyatakan bahwa program MBG (Makanan Berbahan Gizi) adalah "terobosan untuk ketahanan pangan lokal," tanpa menyebut sama sekali temuan Menkes yang mengungkap adanya 8 bakteri dan 2 virus penyebab keracunan massal pada produk tersebut. Apakah ia tidak membaca laporan teknis? Atau sengaja mengabaikannya?
Kita sedang menghadapi darurat baca pejabat: kondisi di mana para pemimpin negeri membuat pernyataan publik dan kebijakan penting tanpa dasar literasi yang memadai terhadap isu yang mereka kelola.
Blunder Bukan Hanya Soal Public Speaking
Topik `#PublicSpeakingPejabat` yang sedang hangat memang penting---cara bicara pejabat harus santun, jelas, dan empatik. Tapi masalahnya lebih dalam dari sekadar gaya pidato. Blunder adalah gejala, bukan akar masalah.
Akar masalahnya adalah ketidakpahaman substantif. Seorang menteri bisa saja fasih berpidato, tapi jika isi ucapannya menunjukkan ketidaktahuan akan data, konteks sosial, dan konsekuensi kebijakan, maka pidatonya hanyalah retorika kosong.
Ketika pejabat menyebut guru "tidak profesional," padahal 60% guru honorer belum digaji tiga bulan, itu bukan kesalahan public speaking---itu bukti ia tidak membaca laporan lapangan.
Ketika pejabat mempromosikan program pangan yang ternyata berbahaya bagi kesehatan, itu bukan salah narasi---itu bukti ia tidak membaca hasil uji laboratorium.
Generasi Z Melihat Semua Ini dengan Mata Telanjang
Bagi Gen Z, fenomena ini bukan kejutan. Mereka tumbuh di era informasi, di mana setiap data bisa diverifikasi dalam hitungan detik. Mereka melihat pernyataan pejabat, lalu langsung mencari:
- Apa data terbaru dari BPS?
- Bagaimana tanggapan ahli?
- Apakah ada laporan investigatif media?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!