Mohon tunggu...
bambang riyadi
bambang riyadi Mohon Tunggu... Praktisi ISO Management Sistem dan Compliance

Disclaimer: Informasi dalam artikel ini hanya untuk tujuan umum. Kami tidak bertanggung jawab atas tindakan yang diambil berdasarkan informasi ini. Konsultasikan dengan profesional sebelum membuat keputusan. Kami tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari penggunaan informasi ini. Artikel lainnya bisa dilihat pada : www.effiqiso.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ketika Anak Nelayan Lulus Kuliah: Perjuangan yang Ditempa Ombak dan Impian

15 September 2025   19:00 Diperbarui: 15 September 2025   19:37 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak nelayan yang menulis di buku usang | Canva


Hujan gerimis membasahi toga biru tua yang ia kenakan. Di pelataran kampus perguruan tinggi negeri di Surabaya, seorang pemuda berdiri tegak, memegang erat ijazah S1-nya. Tangannya yang kasar, penuh kapalan bekas menarik jaring, bergetar saat membaca nama lengkapnya di atas kertas bergelar. Ia menunduk sejenak, lalu mengangkat wajah ke langit. Air mata bercampur hujan mengalir di pipinya. Tidak ada sorak dari keluarga mewah di tribun. Hanya satu ponsel tua yang merekam dari jauh, dikirim oleh teman lamanya ke kampung halaman di pesisir Madura.

"Assalamu'alaikum, Bu. Saya lulus," bisiknya, seolah sang ibu bisa mendengar dari 300 kilometer jauhnya.

Namanya Bayu. Anak bungsu dari pasangan nelayan yang setiap hari bertaruh nyawa di laut. Ayahnya, Pak Ridwan, berangkat melaut sejak pukul tiga pagi dengan perahu bocor yang ditambal dengan semen ikan. Ibunya, Bu Siti, menjual hasil tangkapan di pasar dengan wajah lelah, sambil sesekali memijat kaki yang bengkak karena berdiri seharian.

"Dulu, waktu Bayu lulus SMA, kami sempat menangis," kenang Bu Siti saat saya temui di gubuk mereka di tepi pantai. "Kami tidak punya uang. Ia bilang mau kerja di kapal. Tapi gurunya datang, bawa formulir beasiswa. Katanya, 'Bu, anak Ibu pintar. Jangan sia-siakan.'"

Keputusan itu berat. Untuk biaya awal, Pak Ridwan menjual jangkar cadangan---satu-satunya tabungan darurat jika perahu rusak di tengah laut. "Saya tahu risikonya," katanya, menatap laut dengan mata sayu. "Tapi saya lebih takut kalau anak saya hidup seperti saya. Hidup di ujung, digerogoti kemiskinan."

Dua Dunia, Satu Hati

Di kota, Bayu bukan hanya berjuang melawan kurikulum. Ia berperang melawan rasa minder, rasa asing, dan tekanan ekonomi yang tak pernah berhenti. Ia tinggal di kamar sewa 2x3 meter, tanpa kipas angin. Kuliah pagi, siang kerja di warung kopi, malam bimbingan belajar anak-anak untuk tambahan uang. Makan nasi dengan ikan asin adalah kemewahan. Kadang, ia hanya minum teh tawar karena uang makan habis dikirim ke adiknya yang masih SMP.

"Ada teman yang tanya, 'Bayu, bapakmu kerja di mana?' Saya jawab, 'Nelayan.' Lalu dia ketawa, 'Oh, pasti kaya, kan dapat ikan banyak.' Saya diam. Mau jelasin, tapi malas. Mereka tidak tahu, kadang ayah pulang tanpa ikan sama sekali," katanya, suaranya pelan.

Tapi di balik kesulitan, ada cahaya. Ada dosen yang tahu kondisinya, lalu membiarkannya mengumpulkan tugas lebih lambat karena harus kerja. Ada teman kos yang meminjamkan buku catatan. Dan ada komunitas mahasiswa dari keluarga nelayan yang terbentuk secara alami, saling berbagi cerita, saling meminjam uang receh untuk bayar listrik.

Lulus, Lalu Pulang?

Saat wisuda tiba, Bayu memutuskan tidak pulang. Tiket kapal terlalu mahal. Keluarganya pun tidak bisa datang. Tapi malam harinya, ia video call keluarga. Saat wajah ibunya muncul di layar kecil ponsel, semua air mata yang ditahan selama empat tahun akhirnya pecah.

"Ibu bangga, Nak," kata Bu Siti sambil tersenyum, matanya berkaca-kaca. "Sekarang kamu bisa jadi apa saja."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun