Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Mengapa Saat Hubungan Seks Keluar Air?

14 Desember 2019   00:03 Diperbarui: 17 Desember 2019   20:22 9309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pixy.org/tara halstead

Pertanyaan ini harus disikapi dengan kedewasaan berpikir, yang menjadi dasar episteme jawaban, bukan dengan otak picik, ngeres, porno, dan kekakuan, sampai sikap naif.

Pertanyaan ini tentu membutuhkan kerangka kajian yang memadai, berkelanjutan, dan menyentuh aspek sub-sadar menjadi kesadaran yang mencerahkan.

Jawaban filsafat bisa diperoleh. Apalagi jika didukung dengan kajian empirik (baca: berdasarkan fakta) atau data, sehingga ada validitas reliabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan dalam kaidah-kaidah diskursus publk.

Mengapa Saat Hubungan Seks Keluar Air atau mengapa saaat seks air bisa hadir?

Jawaban gamblang pasti mengarah pada apa yang disebut klimaks atau awal proses rangsangan, sehingga memungkinkan keluarnya apa yang disebut sperma laki-laki, dan atau pada alat reproduksi wanita.

Dan hal itu tanda dan sarana manusia untuk melakukan pelestarian diri, atau kemenjadian manusia baru, dalam proses regenerasi manusia sejak ada dalam sejarah.

Tentu jawaban seperti ini belumlah jawaban memadai alasan Mengapa Saat Hubungan Seks Keluar Air [cairan] ditandai dengan optimalisasi semua otot. semua kehendak disalurkan melalui organ biologis, yang tidak jauh berbeda dengan hewan kucing, anjing, dan hewan lainnya.

Untuk menjawab pertanyaan Mengapa Saat Hubungan Seks Keluar Air [cairan] maka saya meminjam rerangka pemikiran sederhana pada apa yang dikatakan dalam pemikiran Thales dari Miletus (lahir sekitar 624-620 sM dan meninggal c. 548-545 sM ), filsuf yang terkenal sebagai salah satu dari tujuh Pria Bijaksana yang legendaris, atau Sophoi, dari zaman kuna.

Ia dikenang, terutama, karena kosmologinya yang didasarkan pada air sebagai esensi dari semua materi. Thales menyatakan semua yang ada di dalam realitas alam dan kemenjadian di dunia ini adalah air.

Thales menyatakan asal dan penyebab pada substratum material tunggal untuk alam semesta yaitu, air, atau kelembaban, kemudian mengubahnya menjadi gerak serta perubahan (atau kapasitas untuk memindahkan atau mengubah hal-hal lain) menjadi ciri terbentuknya makhluk hidup.

Air sperma atau wujud cairan sebagai substansi esensial daripada dalam upayanya untuk menjelaskan alam dengan penyederhanaan fenomena dan dalam pencariannya akan sebab-sebab di dalam alam itu sendiri, untuk menjembatani dunia mitos dan akal. Dan persis di sini jawaban episteme diperoleh sebagai acuan awal jawaban pada pertanyaan diskursus ini.

Thales (624-546SM) menyatakan "Air adalah prinsip awal", yang menghidupkan dan memunculkan segala sesuatu. Air tanpa sebab dari luar dirinya, mampu tampil dalam berbagai bentuk, Air bersifat abadi, dan tak dapat dibinasakan.

Di atas manusia (air awan), di bawah manusia (tanah ada air) dan dalam manusia adalah berasal dari air (sperma) sebagai jawaban primordial filsafat.

Dan hal ini bersesuaian dengan jawaban pada 4 ansir kehidupan ada wangsa air, wangsa api, wangsa tanah, dan wangsa api.

Jadi seks adalah eksistensi wangsa Air yang hadir dalam kehendak [wille] buta metafisik yang menerabas umat manusia menjadi wujud fisik [air] untuk melestarikan diri dalam wujud lain dalam siklus kenormalan hukum alam semesta.

Maka ada makna lebih dalam lagi jika ingin diberikan penjelasan Diskursus Mengapa Saat Hubungan Seks Keluar Air [kehadiran air].

Dalam filsafat Indonesia lama {Jawa Kuna} hasil riset saya bisa memberikan jawaban lain dengan argumentasi Mengapa Saat Hubungan Seks Keluar Air [kehadiran air], yaitu dengan metafora korelasi mikro kosmos, dengan makro kosmos dalam artian filsafat seni; Bagimana penjelasannya;

Sekalipun metafora korelasi mikro kosmos, dengan makro kosmos adalah wujud dokrin mental atau mitos berubah menjadi logos sebagai pitutur (dalam artian moral atau etika) dalam kebudayaaan universal. Bukti artefak yang muncul ada di Candi Sukuh [Candi Seksuasi] di Karanganyar Jawa Tengah.

dokpri
dokpri
Metafora dan studi filologi saya pada korelasi mikrokosmos, dengan makrokosmos langit atau atas, dan bumi dan tanah [bagian bawah] symbol seksuasi alam semesta [makro kosmos].

Di mana hubungan keduanya bisa terwujud dalam bentuk air [embun] membasahi bumi pada malam hari antara jam 00 sampai jam 03.00 dini hari. Akibatnya bumi menjadi tempat turunnya air embun, yang diteteskan dari langit. 

Proses inilah adalah seksuasi alam antara dua hal berbeda meng-ada menjadi bentuk kehidupan. Maka jikapun ada kemarau panjang bumi tetap hidup dengan segala tumbuhan dan kehidupan biotiknya karena malam hari air turun dari langit ke bumi.

Kemudian dalam kebudayaan Indonesia Lama {Jawa Kuna} studi filologi saya pada korelasi mikrokosmos, dengan makrokosmos" digeser menjadi bentuk kedua dalam pemahaman filsafat seni Bumi adalah gambaran representasi pada kata sebagai "ibu", atau kemudian digeser menjadi "Demeter" sebutan ibu pertiwi (Indonesia), untuk (mother land), atau (mater), atau Bunda Alam Semesta) atau diubah menjadi wangsa Sanjaya, atau diubah menjadi Wangsa Tanah, dan Wangsa Air dalam kebudayaan kemudian dikenal dengan "Tanah Air". 

Ada dua wangsa yang memerintah (wangsa) dan memelihara yakni Wangsa Air, dan Wangsa Tanah. Dua wangsa ini dalam wujud nyata menjadi dibekukan oleh manusia dalam kebudayaan sebagai tatanan (order) menjadi pusat wangsa disebut "ibu" dan "kota" atau ibu kota, sehingga memunculkan kebudayaan, etika Jawa, dan etika peradaban manusia universal Tanah Air Indonesia;

Materi dan kesadaran intrumentalisasi alam kepada diri manusia ini disebut sebagai {Manunggal; penyatuan diri manusia] kemudian dilakukan Transubstansi "Mataram Kuna" sebenarnya berarti "kebudayaan" dikaitkan dengan semua keputusan tindakan (etika) harus memiliki pendasaran jiwa rasional pada "fakultas akal, budi manusia".

Kata sifat {Manunggal; penyatuan diri manusia] ini kemudian ditiru [mimesis] oleh manusia dalam bentuk hubungan seks antara pria dan wantia dalam kebudayaan, dimana Seks yang dianggap sesuai adalah malam hari antara jam 00 sampai jam 03.00 subuh, dan bukan siang hari; karena meniru tanda alam, menimbulkan sejarah tradisi apa yang disebut tanda dan sarana perjumpaan sesuatu yang indah, baik, berguna, dan mengacu pada kemenjadian dalam Weton Jawa Kuna [pahing, wage, kliwon, legi, pon] kemudian menciptakan apa yang disebut mutu manusia takdir manusia, dan berjalannya reinkarnasi, atau kekembalian hal yang sama secara abadi; sebagimana metafora korelasi bumi, dan langit, dihubungkan dalam embun menjadi sperma kemenjadian alam makro kosmos;

Diskursus Mengapa Saat Hubungan Seks Keluar Air, dapat digeser secara rerangka {"Manunggal"] atau menyatunya, kemudian menjadi atau Semacam filsafat Gadamer pada apa yang disebut Bildung ["membangun kehidupan"].

Tetapi, sebelum itu, boleh ada dan terjadi maka alam semesta memberikan dokrin symbol-simbol pada peristiwa lain pada air hujan turun dari atas (langit) memberitahukan sebelum airnya turun ke tanah atau bumi. 

Air sebelum turun izin atau pamit dengan simbol petir [wangsa api], angin [wangsa angin], guntur geledek [suara tanpa rupa].

Maka, sifat air adalah sikap tindakan membutuhkan restu izin dalam etika kerja, cita-cita dan tindakan. Maknanya izin disini bisa macam-macam izin (restu), dari semua aspek rasional jiwa berkeutamaan. 

Jadi etika justru muncul disini dimana tindakan seks atau Hubungan Seks Keluar Air tidak boleh sembarangan dilakukan, dua manusia ini harus diberikan izin oleh apa yang disebut izin pada masyarakat berupa upacara manten [atau nikah dulu] baru boleh berhubungan badan [air resmi seperma yang legal formal].

Dan persis di sini apa yang disebut air kehidupan {Indonesia lama} semacam metafora Air Purwita Sari, karena kehidupan yang baik harus sesuai dengan kaidah tata karma 3 dimensi keutamaan manusia: Papan, Empan, Andepan tanda berbudi luhur manusia;

Wajar jika kemudian Filsuf Nietzsche menyatakan "kekembalian hal yang sama secara abadi" atau air adalah kekal bersiklus dalam mikrokosmos, dengan meniru gerak alam [makrokosmos] dalam harmoni gerak ruang dan waktu.

Maka, trans-substansi Mengapa Saat Hubungan Seks Keluar Air [cairan] adalah idedentik dengan makna yang sejajar pada moral sebagai seni [meniru tindakan] atau "tidak boleh lupa kewajiban" semacam etika deontologis Kant, bersifat mutlak tanpa syarat [kategoris imperative Kant].

Air seperma keluar pada saat Seks adalah symbol "peringatan keras" pada etika Kewajiban atau ingat ("eling" Jawa Kuna). Yakni Simbol mengingatkan umat manusia secara universal pada ruang dan waktu pada apa saja, pada usia, pada asal usul, pada kematian, pada penderitan, ingat dosa, pada keterbatasan, pada suara hati, pada negara, ingat pasangan, pada orang tua, pada kantor, pada keluarga, pada jabatan, pada tugas, akhirnya ingat pada Tuhan.

Daftar Pustaka:
Apollo Daito, 2016., Pembuatan Filsafat Ilmu Akuntansi, Dan Auditing (Studi Etnografi Reinterprestasi Hermenutika Pada Candi Prambanan Jogjakarta
__,.2014., Rekonstruksi Epistimologi Ilmu Akuntansi Pendekatan Fenomenologi, dan Hermeneutika Pada Kraton Jogjakarta
_,.2014., Ontologi Ilmu Akuntansi: Pendekatan Kejawen Di Solo Jawa Tengah Indonesia
__.,2015., Laporan Penelitian., Pembuatan Diskursus Teori Akuntansi Keagenan (Agency Theory) Studi Etnografi Reinterprestasi Hermeneutika Candi Sukuh Jawa Tengah"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun