Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Repleksi Manusia: Heidegger, dan Nietzsche [2]

20 Juli 2018   19:55 Diperbarui: 21 Juli 2018   20:36 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Repleksi Manusia: Heidegger, dan Nietzche [2]

Martin Heidegger melakukan interprestasi pada pemikiran Nietzsche sebagai pusat pemikiran barat. Interprestasi Heidegger dengan meminjam pemikiran "Der Wille zur Macht", bahwa apa yang paling penting adalah bukan apa yang dikatakan (dibuat narasinya) tetapi makna apa yang tidak dikatakan, apa hakekat apa yang diungkapkan itu. Dan menurut  Heidegger tugas ilmuwan atau filsuf adalah membawa yang tersembunyi  keluar dari ketersembunyian ("Aletheia"_ Filsafat Heidegger). Maka ketersembunyian ("Aletheia"_ Filsafat Heidegger) dan keteguhan pemikiran Nietzche menjadi guru pada filsuf postmodern.

Pada tulisan (1) sebelumnya tentang Repleksi Manusia: Sein Zum Nietzsche, bahwa akibat selanjutnya dalam dunia yang sudah tanpa Tuhan, tidak ada kebenaran tunggal, dan kepastian sebagai ide fixed, maka disitulah ada "kebebasan manusia", ketika kita semua adalah sama,dan prinsip paling tinggi agung dan kudus adalah kehendak untuk berkuasa (will to power). Keagungan manusia ideal adalah Ubermench,  sebuah upaya pembesaran kekuasaan.

The will to power (German: der Wille zur Macht)  atau kehendak untuk berkuasa sebagai ide sentral dalam pemikiran Friedrich Nietzsche sebagai wujud pada achievement, ambition, and the striving to reach the highest possible position in life.  Pemikiran Nietzsche tentang nihilism adalah kehendak untuk menghapus atau mengeliminasikan semua bentuk kekuasan, dan memulainya dengan hal yang baru sebagai kenyataan terakhir paling wajib harus ada  dan pendasaran konstitusi bagi semua yang ada seada-adanya. 

Jika Platon menggunakan metode episteme dengan alegori Gua, dan pengetahuan ("World of  idea"); bersifat progress melalui (1) Pengetahuan Visible World (Doxa) meliputi Eikasia (konyektur), Pistis (kepercayaan); menuju ke (2) Pengetahuan Intelligible World  (Episteme Knowledge): meliputi  dua yakni Dianoia (rasio diskursif analitis), Noesis (rasio intuitif). Hal ini juga adalah wujud pada kehendak untuk berkuasa, artinya sama dengan ingin menguasai dan demi kekuasan yang bernama ilmu.

Friedrich Nietzsche membalikkan atau antinomy pada pemikiran kemapanan pada ide Platon digagas pada dunia atas (idea), maka pemikiran Nietzsche didasarkan pada dunia bawah, maka Heidegger menyimpulkan baik Platon, dan Nietzsche sama sama memiliki will to power (German: der Wille zur Macht)  atau kehendak untuk berkuasa.

Friedrich Nietzsche   menyatakan umat manusia selalu berusaha untuk memiliki dan menggenggam apa yang disebut sebagai will to power (kehendak untuk berkuasa) dengan cara dan bentuk apapun yang akhirnya tidak hanya mempengaruhi dunia barat, tetapi dunia timur secara keseluruhan. Semua tatanan: ilmu, seni, logika, moral, agama, matematika, statistika, ilmu ekonomi, ilmu hukum, ilmu psikologi, fisika, metafisika seluruhnya adalah manifestasi kehendak untuk berkuasa. Friedrich Nietzsche    dengan tanpa ragu-ragu menyimpulkan bahwa esensi atau inti kehidupan itu sendiri adalah kehendak untuk berkuasa tanpa batas status apapun.

Bahkan hanya tukang sapu, atau seorang supir  atau budak atau kuli pun tidak lepas pada kehendak untuk berkuasa  dengan sangat loyal tanpa batas melayani tuannya, dan sampai tuannya tidak mampu berpergian sendiri tanpa ditemanin sopir pribadinya. Pada posisi ini kehendak berkuasa dapat terjadi malahan budak menguasi majikannya dengan segala kerumitan proses interaksi telah terjadi diantara mereka.

Kekuasan dalam bidang ilmu ekonomi dan akuntansi dengan mudah dipahami sebagai surplus lebih atau nilai lebih atau lebih berkuasa dibandingkan manusia lainnya, sehingga terjadinya apa yang disebut akumulasi modal atau pengumpulan modal  atau  pembesaran semua aspek perusahan asset, harta, modal, pendapatan, dan laba. Maka wajar Friedrich Nietzsche    menyatakan kehendak berkuasa adalah identic dengan khas fenomena kehidupan, keturunan investasi biologis, adat  budaya, seni, masyarakat, negara dan semua system regulasi mendominasi atau bersifat totalitas dalam kehidupan manusia.

###bersambung

Daftar Pustaka: Apollo Daito, 2016., Pembuatan Filsafat Ilmu Akuntansi, Dan Auditing (Studi Etnografi Reinterprestasi Hermenutika Pada Candi Prambanan Jogjakarta

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun