Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tafsir Perilaku Gunung Merapi

1 Juni 2018   22:30 Diperbarui: 1 Juni 2018   22:53 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Antara Foto/Muhammad Ayudha)

Lalu setelah 3 asumsi atau kerangka teori pendasaran untuk menafsir Mitos Gunung Merapi, dan simbol  alam, berikut ini hasil repleksi yang disampaikan sebagai berikut:

Pertama sebagai objek (gunung Merapi) sebagai yang lain dibiarkan bicara sesuai ada pada dirinya, kita ikut rasakan dengarkan, Supaya dia menyingkapan diri yang berbeda (itu yang dicari); supaya terjadi peleburan, tapi masih ada jarak. Aku menangguhkan pendapatkan ku, demikian juga engkau, supaya kita temukan sesuatu yang baru.

Yang butuh kita (saya) dengarkan adalah volcano (gunung Merapi) dan ketidaksadaran pada pemahaman rasionalitas kita. Dalam psikologi  kreativitas metafora dialog dalam asosiasi simbolik, dimana ketidaksadaran rasionalitas yang membentuk kebudayaan, dan pemandangan alam semesta (natural landscape). Volcano  (gunung Merapi) ada di Jawa sebagai alat menemukan kreativitas pemahaman, moralitas, dan sifat dirinya sendiri. 

Tetapi yang paling mudah dapat dimaknai bahwa kita dapat melihat volcano (gunung Merapi) sebagai kekuatan alami didunia ini.  Bentuk semburan gas dan lava atau  erupsi secara umum dapat dimetaforakan sebagai bentuk letusan kehidupan manusia, karakter individu, budaya atau  political nature.

Tetapi ada kesulitan menemukan implikasi erupsi pada Volcano  (gunung Merapi) dikaitkan dengan social masyarakat, termasuk isu klas ekonomi, geder, race untuk kekuatan suatu negara.

Beberapa persepsi dapat dilakukan analisis misalnya pendekatan psikologi, bahwa memahami erupsi pada Perilaku Gunung Merapi ("volcanic behavior") sebagai bentuk attribute ketidaksadaran rasionalitas manusia.


Maka saya bisa meminjam pemikiran Carl Gustav Jung (1875-1961) teori kesadaran, ketidaksadaran personal, dan ketidaksadaran kolektif'. Maka untuk memahami Perilaku Gunung Merapi ("volcanic behavior") saya meminjam dua pendekatan yakni Personal Unconscious, dan Collective Unconscious ["ketidaksadaran kolektif"].

Jika dikaitkan dengan fenomena Perilaku Gunung Merapi ("volcanic behavior"), dikaitkan dengan mitologi Jawa, atau sumbu imajiner Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Pantai Parang Kusumo di Laut Selatan, dan Gunung Merapi berada dalam satu garis lurus dihubungkan oleh Tugu Jogja di tengahnya  atau simbol pusat kebudayaan ilmu mistis Republik Indonesia. 

Nalar Republik Indonesia disumbangkan sebagian besar pada sejarah Mataram Kuna, sampai saat ini   Gunung Merapi terletak di perbatasan DIY dan Jawa Tengah, sebagai batas utara Yogyakarta. Disinilah garis lurus itu dimulai. Membujur ke arah selatan, terdapat Tugu Yogya. Tugu menjadi simbol kesadaran idiologi  'Manunggaling Kawulo Gusti' berarti bersatunya antara raja (golong) dan rakyat (gilig). 

Simbol ini dapat dilihat dari segi mistis yaitu persatuan antara Pencipta dan ciptaan. Atau sesuai pemikiran Paul  Ricoeur tetang ["Theory of Interpretation: Discourse and the Surplus Meaning"] adalah "simbol menimbulkan makna".

Maka dapat dijelaskan bahwa fenomena Perilaku Gunung Merapi ("volcanic behavior"), bahwa bangsa dan warga negara Indonesia posisinya saat ini memiliki  pengalaman-pengalaman yang pernah disadari tetapi dilupakan dan diabaikan (dilupakan) dibuang, dengan cara represi atau supresi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun