Mohon tunggu...
Baizul Zaman
Baizul Zaman Mohon Tunggu... Dosen - -

lahir di pulau Muna, Desa Pure, Kelurahan Labunia, Tahun 1988. Setelah tamat Sekolah di SMA 2 RAHA, saya melanjutkan kuliah di STMIK Dipanegara Makassar sampai tahun 2010. Tahun 2013 melanjutkan Studi S2 Bidang Teknik Informatika Universitas Hasanuddin.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Agar Listrik Tak Selalu Jadi Polemik

23 Desember 2017   12:21 Diperbarui: 23 Desember 2017   12:33 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain itu, ada beberapa hal yang menjadi alasan utama mengapa pemanfaatan energi surya akan menjadi masa depan peradaban kita, yaitu : perkembangan teknologi nano, skalabilitas, model bisnis, dan komputasi. Ke 4 keunggulan ini tak dimiliki pemanfaatan sumber energi lain baik yang terbarukan maupun tidak.

Perkembangan teknologi nano sendiri memungkinkan terjadinya evolusi berkelanjutan pada 2 elemen penting pada pemanfaatan energi surya, yaitu: photo voltaic (PV) atau panel surya, dan baterai (storage). Dengan teknologi nano, PV tak hanya bisa diubah secara fisik ke bentuk yang lebih efisien. Seperti panel genting atap yang sangat tipis dan kuat yang diciptakan Tesla Solar Roof, hingga PV yang ditanam sebagai jalan raya ala Solar Roadways. Namun nano teknologi juga memungkinkan PV menyerap energi lebih maksimal. Rekor resmi inovasi efisiensi PV atap yang tercatat saat ini adalah 22,8% oleh National Renewable Energy Laboratory.

Yang masih dalam tahap pengembangan, MIT berhasil menaikkan efisiensi ke 35%. Terbaru, Techion Israel Institute of Technology menaikkannya ke efisiensi 70%. Angka ini akan terus naik, dan secara fisik PV akan terus berevolusi ke bentuk yang lebih efisien dan kontekstual. PV ini sangat memungkinkan untuk dibuat sendiri. Dengan menggunakan printer 3D yang mulai popular, kita bisa membuatnya dan mudah untuk diletakkan di mana saja. Namun demikian, untuk mewujudkan listrik tenaga surya masih cukup mahal. Akan tetapi, banyak yang memperkirakan bahwa dalam jangka panjang ia akan mudah untuk dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.

Berangkat dari kenyataan ini, maka tentunya sebagai Negara tropis, kita patut berbangga. Karena hampir semua bagian wilayah negeri ini mendapatkan pasokan sinar matahari yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energy listrik baik itu dalam skala kecil ataupun besar. Dengan demikian maka pemanfaatan listrik tenaga surya ini, bisa mengeluarkan kita dari persoalan yang selama ini selalu dialami berualng kali. Selain itu, ketergantungan terhadap jaringan listrik sentralistik yang menggunakan bahan bakar fosil pun bisa dikurangi. Dan apabila mayoritas bangunan dan rumah menjadi produsen energi bersih, maka masa depan bumi akan selalu bisa terjaga. Namun, apakah kita bisa melakukan ini?

Paradigma Pemikiran Baru

Pada dasarnya setiap perubahan itu hanya bisa terjadi jika dilakukan upaya yang sungguh-sungguh. Terkait dengan pemanfaatan energy surya sebagai pembangkit listrik, tentu saja sudah banyak orang-orang yang berhasil melakukan ini. Salah satu contoh misalnya seperti yang dilakukan oleh pasangan Gordon dan Susan Fraser di timur Ontario Kanada. Pada Tahun 2006, pasangan yang sudah pensiun bekerja ini memulai eksperimen secara otodidak membangun pembangkit listrik tenaga matahari melalui solar panel atau panel surya1,5 kilowatt (kW) di atap rumah.

Sebagai mantan programmer komputer, Gordon membuat dudukan panel surya yang bisa bergerak mengikuti arah sinar matahari untuk memaksimalkan energi yang masuk. Dudukan itu terintegrasi dengan integrated satellite receiver and descrambler (IRD) untuk mengontrol pergerakannya. IRD biasa digunakan untuk piringan satelit, tapi Gordon memakainya untuk panel surya. Energi yang masuk kemudian ditampung ke dalam baterai besar sebagai storage.

Setahun kemudian, dengan menambah satu baterai lagi pasangan Fraser bisa memenuhi 94% kebutuhan listrik rumah tangga mereka lewat panel surya. Mei 2007, mereka keluar dari jaringan listrik utama dan hanya menggunakan panel surya untuk kebutuhan listrik. Mereka juga menambah turbin angin di belakang rumah sebagai pembangkit yang membuat mereka surplus listrik. Pasutri ini telah membuktikan bahwa penyediaan energi di lingkup mikro bisa dilakukan secara mandiri, inovatif dan bebas emisi. Tak hanya itu, surplus energi bisa mereka kirimkan ke dalam jaringan listrik utama untuk membantu orang lain.

Apa yang dilakukan oleh pasangan suami istri ini tentu bisa saja dijadikan acuan bagi kita untuk melakukan hal yang serupa. Apalagi, dari sisi ketersediaan sumber daya matahari sangat mencukupi. Hanya saja, kenyataan bahwa untuk melakukan itu butuh biaya yang cukup besar maka dibutuhkan campur tangan pemerintah untuk mulai mencanangkanya.

Belajar Dari Negara Denmark

Kalau misalnya pemangku kebijakan bangsa ini merasa bahwa mewujudkan pemerataan pemanfaatan energy surya untuk pembangkit listrik itu adalah hal yang sulit, maka tentunya kita harus malu dengan Negara kecil seperti Denmark.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun