Kawan-kawan lain bawa buku Fisika Kuantum yang berat dan mahal itu. Saya cuma bisa celingak-celinguk dan berharap dikasih pinjam 30 menit saja untuk mencatat hal-hal penting dari materi yang sudah diajarkan dosen itu. Untungnya - hidup kita memang selalu penuh keberuntungan di Indonesia ini - kawan itu mau meminjamkan buku dengan lirikan mata tajam, "Awas kalau sobek!" mungkin tapi nggak mungkin juga dirinya berujar demikian. Toh, ke kampus saja sudah naik Honda Jazz!
Musibah Tak Kenal Arah
Tahu semua pasti. Aceh dihantam tsunami 26 Desember 2004. Sebagian orang menganggap cerita ini basi. Saya akan selalu mengingat sepanjang hayat. Tiap waktu adalah memori untuk dikenang.Â
Dan hari ini, saya mau berucap, uang saku saya sudahlah lenyap sudah!
Saya tidak bisa berkabar dengan orang tua di Meulaboh. Berita di mana-mana, terutama Metro TV menyebut, "Aceh Barat luluh lantak,"Â
Saya lemas. Pasrah. Tayangan Aceh Barat dan sekitarnya diiringi lagu Indonesia Menangis dari Sherina Munaf, benar-benar merekam semua daerah yang saya tahu.Â
Lenyap sudah.Â
Harapan. Putus asa. Cita dan keinginan sudahlah tiada lagi.Â
Saya tidak bisa bangkit. Mendekam di pengungsian dengan air mata pasti.Â
Saya tidak bisa pulang. Tidak ada kabar juga dari keluarga. Sebulan kemudian barulah abang sepupu saya berkata, "Kamu aman,"Â
Saya menghela napas. Abang sepupu saya yang pulang ke Meulaboh memberi kabar kalau saya baik-baik saja di Banda.Â
Tapi, uang saku itu?Â