Mohon tunggu...
Baiq Cynthia
Baiq Cynthia Mohon Tunggu... Blogger, Content Writer, dan Mom to Be

Menulis membuatmu ada. Email: Baiq_cynthia@yahoo.com IG : BaiqCynthia Facebook : Baiq Cynthia Sribulancer : Baiqcynthia

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Krisis Kesehatan Mental Hingga Curhat Chat GPT

20 Agustus 2025   02:26 Diperbarui: 20 Agustus 2025   14:13 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi remaja yang sedang mengobrol dengan AI. (Canva)


Viral! Fenomena generasi muda yang melek informasi dan teknologi memanfaatkan chat GPT untuk curhat masalahnya. Ada yang sampai berlebihan mendewakan chat GPT. Hal ini merebak di masyarakat yang merasa ingin curhat tanpa mendapatkan tekanan atau rahasianya bocor. Sehingga menjadi ketergantungan dengan AI. 

Memang kecanggihan AI bisa menjawab banyak pertanyaan, entah itu mengerjakan tugas atau membantu mencari ide, mengedit dan lainnya. Sayangnya chat GPT bekerja sesuai dengan prompt yang kita berikan. 

Ada salah satu user chat GPT yang mematok jawaban dari robot tersebut sebagai acuan menjalani langkah hidupnya. Hingga ia tersesat dalam halusinasi dirinya sendiri. Sebagian orang memilih menggunakan chat GPT karena dinilai objektif, cepat dan selalu ada 24 jam. 

Entah karena bermula dari iseng, mereka bisa mempercayai robot yang tidak memiliki emosi dan hanya mengandalkan data. Robot tidak memiliki daya critical thinking, ia hanya bekerja sesuai dengan apa yang kita inginkan (prompt).

Bagi sebagian manusia yang katanya sudah modern, mereka mengalih fungsi teknologi sebagai teman. Bahkan teman curhat, menurut mereka chat GPT bisa mendengarkan tanpa menghakimi, tanpa membuat perbandingan dan jawaban mereka seolah-olah membuat mereka puas. 

Edit di canva
Edit di canva

Padahal cara kerja chat GPT akan terekam jejak digital. NYT dan pihak litigasi lain menuntut OpenAi menyimpan data pengguna selamanya. OpenAI sedang banding. Ini adalah simulasi kebocoran: informasi pribadi sedang mengalir ke sistem yang tidak punya loyalty-lock. Altman (Presiden/direktur OpenAI) sudah menyerukan kerangka hukum baru: AI-client privilege, agar percakapan sensitif ke AI punya level kriminil atau profesional layaknya dokter/psikolog. 

Chat GPT tidak dilindungi oleh hukum privasi seperti sesi dengan psikolog, dokter atau pengacara sehingga percakapanmu bisa disita bila terjadi gugatan hukum. Percakapan yang dihapus pun berpotensi tetap tersimpan, jika hukum memintanya. Itu fakta yang sudah diakui CEO-nya. Menurut Altman ada kekhawatiran bahwa hidup berlandasan AI secara sosial berdampak buruk dan ini bukan soal teknologi. Ini soal kontrol mental. 

Ketika seseorang memiliki gangguan kesehatan mental terkait dengan rutinitas masyarakat modern yang tidak jauh dari doomscrolling. Mencari tahu terlalu detail lewat informasi baik di media sosial atau website. Biasanya perilaku ini muncul pada orang yang mengalami fobiasosial, gangguan kecemasan, gangguan panik, ODC maupun PTSD (Sumber: Alodokter). 

Ada hubungannya antara orang yang kecanduan curhat sama chat GPT dengan rasa takutnya yang membesar kalau mendapatkan jawaban yang tidak sesuai ekspektasi. Butuh validasi tinggi dan tidak mau dibanding-bandingkan. Padahal itu hanya kekhawatiran yang belum tentu terjadi. 

Mencari alternatif curhat selain pada chat GPT dengan cara menuliskan keresahanmu di buku, tuangkan segala perasaan yang terkadang sulit diungkapkan lewat tulisan. Kalau memang belum mau bercerita kepada manusia. Orang yang amanah dan tanggung jawab juga memiliki keilmuan lebih tinggi. Alangkah lebih baik curhat di sepertiga malam kepada Allah. Allah selalu ada untuk menerima semua keluh kesah hamba-Nya. 

Allah memerintahkan kita untuk berpikir dan mencari ilmu, maka jika tidak mendapatkan di buku, mencari ilmu di seminar maupun kajian ilmu pengetahuan tentang psikologi. Karena jika sudah memiliki ilmunya, bisa meminimalisir dari kegelisahan, kecemasan atau hal yang membuat ragu-ragu dalam bertindak. 

Saya suka mempelajari tentang otak dan bagaimana cara kerja otak. Saya pun sering mendengarkan kajian dari seorang dokter praktisi, neuroparenting--dr Aisah Dahlan, CMHt, CM.NLP. Kajian, maupun seminar online membuat saya sadar ada perbedaan besar pada otak laki-laki dan perempuan. Belajar bagaimana cara membangun komunikasi yang efektif dengan lawan bicara tanpa harus saling 'ngotot'. Belajar ilmu parenting, dan sejatinya manusia akan terus belajar. 

Perempuan memang rentan mengalami fase depresi, karena bagian tubuhnya dipengaruhi oleh hormon. Mereka butuh untuk bercerita, tetapi dr. Aisha menyarangkan bercerita kepada orang yang dipercaya, kepada konselor dan kepada Allah. 

Seorang peneliti neurosains yang bernama Paul R. Albert (2015) menyebutkan fakta bahwa peningkatan tingkat depresi pada wanita berkorelasi dengan adanya perubahan hormonalnya. Siklus tersebut terjadi pada masa pubertas, pra-menstruasi, pasca persalinan maupun perimenopause. 

Terlebih setiap hari wanita harus menghabiskan jatah berbicara 20.000 kata berbeda dengan laki-laki yang 7000 kata. Tetapi 7000 kata pada laki-laki terdiri dari; 2000-4000 kata.1000-2000 bunyi vocal. 2000-3000 gerakan tubuh. 

Perempuan sangat istimewa, dengan kelebihannya itu. Jauh dari itu, perempuan butuh berbicara dan didengarkan. Terkadang ia merasa kesepian dan kosong. Bukan berarti jalan keluarnya adalah kecanduan curhat dengan AI/Chat GPT. Perempuan bisa bersosialisasi, menjalin silaturahmi atau bergabung di forum yang isinya tentang meningkatkan produktivitas diri.

Selama 24 jam pun sudah diatur oleh agama, adanya ibadah wajib dan sunnah. Lewat menyambungkan diri kepada yang Maha Menciptakan diri ini adalah salah satu komunikasi yang dibutuhkan oleh tubuh. Manusia memiliki kebutuhan itu, berdoa, memanjangkan frekuensi kekuatan pikiran. 

Kita diciptakan bukan sekadar stimulasi kimia di otak. Kita diciptakan untuk tetap terkoneksi ke Allah, kebenaran dan makna. Allah berfirman: 

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), "Aku itu dekat". Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran" (QS. Al Baqarah: 186)

"Tempat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah do'a ketika itu" (HR. Muslim no. 482).

Pada surat lain dijabarkan Surah Thaha ayat 124 tentang , "Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, ...."

"Penghidupan yang sempit" atau "kehidupan yang sulit" tidak selalu berarti kekurangan materi, tetapi bisa juga berupa kesempitan dalam hati, pikiran, dan jiwa, serta kesulitan dalam menghadapi masalah kehidupan. 

Ketika berusaha mencari solusi lewat chat GPT, ada dua kemungkinan, berusaha mencari dopamin karena lemah motivasi. Pun kencanduan sosial media/teknologi AI yang menyebabkan mudah anxiety dan depresi. 

Saat semua waktu dikerahkan untuk mencari jawaban di AI, sehingga lalai untuk mencari jawaban dari Allah. Pertolongan Allah jauh lebih dekat dan biarkan banyak doa yang dilambungkan di langit. Mungkin jawabannya tidak instan, karena pola doa itu butuh konsisten, ikhtiar yang kuat. Mungkin saat ini kamu mengalami permasalahan, maka lewat berdoa--sekencang mungkin bisa membuat hati lebih tenang. Al-Quran jawabannya. Kitab yang berisi petunjuk, pedoman dan membuat ketenangan jiwa. 

Ini merupakan usaha mencari motivasi, mengisi energi yang semakin hari terkikis dengan beragam informasi dari media sosial maupun kesenangan semu di dunia maya. 

Tawakkal salah satu jalan untuk menghilangkan penyakit kecemasan. Bukankah Allah menciptakan masalah sepaket dengan penyelesaian? 

Kembalikan semua pada dirimu sendiri, bahwa otak manusia jauh lebih sempurna dan canggih. Minimalisir penggunaan chat GPT jika hanya ingin mengeluarkan sampah. Karena chat gpt tidak menawarkan penyelesaian. Hanya memberi petunjuk sesuai data yang ia kelola.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun