Viral! Fenomena generasi muda yang melek informasi dan teknologi memanfaatkan chat GPT untuk curhat masalahnya. Ada yang sampai berlebihan mendewakan chat GPT. Hal ini merebak di masyarakat yang merasa ingin curhat tanpa mendapatkan tekanan atau rahasianya bocor. Sehingga menjadi ketergantungan dengan AI.Â
Memang kecanggihan AI bisa menjawab banyak pertanyaan, entah itu mengerjakan tugas atau membantu mencari ide, mengedit dan lainnya. Sayangnya chat GPT bekerja sesuai dengan prompt yang kita berikan.Â
Ada salah satu user chat GPT yang mematok jawaban dari robot tersebut sebagai acuan menjalani langkah hidupnya. Hingga ia tersesat dalam halusinasi dirinya sendiri. Sebagian orang memilih menggunakan chat GPT karena dinilai objektif, cepat dan selalu ada 24 jam.Â
Entah karena bermula dari iseng, mereka bisa mempercayai robot yang tidak memiliki emosi dan hanya mengandalkan data. Robot tidak memiliki daya critical thinking, ia hanya bekerja sesuai dengan apa yang kita inginkan (prompt).
Bagi sebagian manusia yang katanya sudah modern, mereka mengalih fungsi teknologi sebagai teman. Bahkan teman curhat, menurut mereka chat GPT bisa mendengarkan tanpa menghakimi, tanpa membuat perbandingan dan jawaban mereka seolah-olah membuat mereka puas.Â
Padahal cara kerja chat GPT akan terekam jejak digital. NYT dan pihak litigasi lain menuntut OpenAi menyimpan data pengguna selamanya. OpenAI sedang banding. Ini adalah simulasi kebocoran: informasi pribadi sedang mengalir ke sistem yang tidak punya loyalty-lock. Altman (Presiden/direktur OpenAI) sudah menyerukan kerangka hukum baru: AI-client privilege, agar percakapan sensitif ke AI punya level kriminil atau profesional layaknya dokter/psikolog.Â
Chat GPT tidak dilindungi oleh hukum privasi seperti sesi dengan psikolog, dokter atau pengacara sehingga percakapanmu bisa disita bila terjadi gugatan hukum. Percakapan yang dihapus pun berpotensi tetap tersimpan, jika hukum memintanya. Itu fakta yang sudah diakui CEO-nya. Menurut Altman ada kekhawatiran bahwa hidup berlandasan AI secara sosial berdampak buruk dan ini bukan soal teknologi. Ini soal kontrol mental.Â
Ketika seseorang memiliki gangguan kesehatan mental terkait dengan rutinitas masyarakat modern yang tidak jauh dari doomscrolling. Mencari tahu terlalu detail lewat informasi baik di media sosial atau website. Biasanya perilaku ini muncul pada orang yang mengalami fobiasosial, gangguan kecemasan, gangguan panik, ODC maupun PTSD (Sumber: Alodokter).Â
Ada hubungannya antara orang yang kecanduan curhat sama chat GPT dengan rasa takutnya yang membesar kalau mendapatkan jawaban yang tidak sesuai ekspektasi. Butuh validasi tinggi dan tidak mau dibanding-bandingkan. Padahal itu hanya kekhawatiran yang belum tentu terjadi.Â
Mencari alternatif curhat selain pada chat GPT dengan cara menuliskan keresahanmu di buku, tuangkan segala perasaan yang terkadang sulit diungkapkan lewat tulisan. Kalau memang belum mau bercerita kepada manusia. Orang yang amanah dan tanggung jawab juga memiliki keilmuan lebih tinggi. Alangkah lebih baik curhat di sepertiga malam kepada Allah. Allah selalu ada untuk menerima semua keluh kesah hamba-Nya.Â