Mohon tunggu...
Hengky  Yohanes
Hengky Yohanes Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis PALI tinggal di Pendopo

Jika menulis di Kompasiana bisa mendapat predikat menjadi Penulis, insyaAllah saya akan jadi penulis yang baik

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pali "Darurat" Pengawas

26 Agustus 2019   01:13 Diperbarui: 26 Agustus 2019   02:58 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahukah APIP terhadap 'langganan' kasus-kasus temuan yang sudah menjadi rahasi umum ini seperti: proyek/paket sudah dijual terlebih dahulu kepada penyedia sebelum anggaran disetujui atau disahkan, pengadaan tidak sesuai dengan kebutuhan (rekayasa dokumen), persekongkolan antara DPRD dan pihak PA/KPA termasuk (calon) penyedia, proaktif yang biasa dilakukan DPRD, PA/KPA atau penyedia, HPS dan spek teknis dibuat oleh penyedia, mark up harga, suap kepada pihak-pihak terkait, manipulasi pemilihan pemenang, pengumuman terbatas, manipulasi dokumen lelang, persekongkolan KPA, PPK, Pokja ULP/Pimpro, PPHP, Bendahara, manipulasi dokumen serah terima pekerjaan, suap kepada auditor (BPK atau BPKP) untuk menghilangkan temuan audit, dan suap kepada penegak hukum untuk meringankan hukuman.

Lalu apa tindakan APIP sebagaimana yang telah diakomodir dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 yang juga sekaligus menjadi harapan penting kepada APIP dalam memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi dan efektifitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah, memberikan peringatan dini (early warning system) dan meningkatkan manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah dan memelihara serta meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Benarkah kekurangan SDM yang mumpuni dan minimnya anggaran yang tersedia dijadikan alasan (klasik) terhadap keseriusan menciptakan kondisi PBJ yang jujur, transparan dan adil?

 Posisi Lemah UKPBJ

Independensi ULP/UKPBJ selalu menjadi pusat perhatian manakala muncul permasalahan hukum pada PBJ. Umumnya ULP/UKPBJ merupakan instrumen dan hanya menjadi korban dari mata rantai kejahatan yang dikendalikan secara non administratif. Penulis bahkan mendapati adanya oknum orang dalam ULP/UKPBJ yang bisa mengotak-atik 'pembagian'/ mengkondisikan pemenang tender proyek.

Resikonya, ketika kelompok kepentingan merasa tidak puas dengan hasil kerja pokja ULP/UKPBJ maka melalui tangan kekuasaan terjadilah intervensi yang berujung pada pertukaran/rotasi personel ULP/UKPBJ atau dengan kata lain pembersihan/sterilisasi ULP/UKPBJ dari unsur idealis. Apalagi bila dilihat minimnya kesejahteraan dari personel ULP/UKPBJ membuat posisi tawar (idealis) menjadi semakin lemah untuk menjalankan fakta integeritas.

Personel ULP/UKPBJ yang tidak patuh pada intervensi akan mengalami nasib buruk, dipindah atau dinonjobkan. Kondisi yang ada menunjukkan bahwa ULP/UKPBJ nyaris tanpa proteksi sama sekali dari siapapun. Hal ini semakin terlihat ketika terjadi permasalahan hukum. Personel ULP/UKPBJ hanya bermodalkan Perpres sedangkan APH bermodalkan UU/KUHP. Belum lagi ketiadaan dana untuk menyewa pengacara atau menghadirkan saksi ahli.

Tumbal PBJ dan Stressing Hukum

Bagaimanapun juga UU/KUHP mengatur tentang tindak lanjut pengaduan masyarakat. Namun atas beberapa pertimbangan maka APH (kejaksaan dan kepolisian) dengan Kemendagri membuat sebuah MOU yg isinya bahwa semua pengaduan masyarakat harus diserahkan terlebih dahulu kepada Inspektorat Inspektorat Daerah untuk pemeriksan awal, dan apabila hasil pemeriksaan awal menunjukkan adanya tindak pidana yang apabila kerugian negaranya tidak dikembalikan maka kasusnya akan diserahkan ke APH. Hal ini juga telah diatur dalam Perpres nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pasal 77. Namun bagaimana dengan KUHP pada pasal 263 seperti ulasan di atas yang menjerat pejabat pengadaan (PPHP) dan penyedia.

Dapatkah penyedia bungkam dengan dengan cecaran pertanyaan penyidik? Apa motif penyedia melakukan kecurangan dengan mengurangi kuantitas barang sehingga berpengaruh terhadap kualitas pekerjaan. Jawabannya akan mudah ditebak, bahwa penyedia sudah memberikan sejumlah imbalan (fee pekerjaan) kepada pejabat dan panitia pengadaan yang besarannya berfariasi diatas 15%. Lalu, fee pekerjaan tersebut siapa yang menerima? Dan pertanyaan seterusnya dan seterusnya hingga terkuaklah kejahatan PBJ dilakukan secara berjama'ah.

Petisi Sebuah Solusi

Oppps,,, jangan alergi dulu mendengar lema "Petisi". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),  Petisi adalah pernyataan yang disampaikan kepada pemerintah untuk meminta agar pemerintah mengambil tindakan terhadap suatu hal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun