Mohon tunggu...
Bagus Kurniawan
Bagus Kurniawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UAJY

Jalan melayang angin menerpa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menikmati Imperalisme Budaya, Mulai dari Minuman Ringan, Resto Cepat Saji, Film hingga Sepatu Tembakan KW Super

10 November 2020   15:53 Diperbarui: 10 November 2020   16:14 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Coca cola, salah satu produk  globalminuman ringan yang mendunia (phere.com)

Kolonialime dan imperalisme dua hal yang tak terpisahkan. Bila olonialisme erat kaitannya dengan rempah-rempah, ketika bangsa Barat atau Eropa mencari wilayah penghasil rempah-rempah di timur yakni di wilayah Swarnadwipa, Jawadwipa dan pulau-pulau lain di nusantara.

Rempah-rempah sejak dulu menjadi komoditas penting di Eropa sehingga mereka mencari sampai ke Indonesia.  Kolonialisme hingga awal abad 20 identik dengan penaklukan suatu bangsa atas bangsa lain untuk menguasa wilayah secara ekonomi.

Pasca Perang Dunia (PD) II, terbenyuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak ada lagi penaklukan wilayah secara fisik. Negara-negara di Asia dan Afrika mulai merdeka dan menjadi negara berdaulat.

Namun kemudian muncul imperalisme yang lebih merujuk pada hubungan suatu negara yakni antara negara maju, kaya dengan negara miskin, berkembang, atau ketiga.

Pola hubungan juga masih sama seperti praktik kolonialisme yakni menguasai sumber-sumber kekayaan suatu negara.

Tujuan imperalisme juga sama menambah kekayaan atau ekonomi negara maju dengan mebguasai aset-aset di negara miskin. baik sumber alam dan manusia

Imperlisme modern yang terjadi saat ini lebih banyak menggunakan budaya dan media yakni untuk menyebarkan ide-ide dan kebudayaan Barat ke seluruh dunia. terutama ke negara-negara ketiga

Negara-negara Barat seperti Amerika Serikat (AS) msalnya menggunakan budaya untuk masuk ke negara ketiga seperti Indonesia. Salah satunya menggunakan media dan teknologi.

Negara Barat mengenalan budaya misalnya mode (fashion), food and beverage atau makanan, musik hingga berbagai perangkat teknologi sebagai pendukungnya. Sedangkan dari sisi industri mereka juga masuk untuk mencari tenaga kerja atau buruh murah.

Dari makanan misalnya Indonesia mulai dikenalan restoran cepat saji, McDonald, Kentucky Fried Chicken, Coca Cola, Root Beer hingga Starbuck.

Dulu di Yogyakarta hingga akhir tahun 1970-an ada minuman berkarbonasi seperti Coca Cola. Namanya Sarsaparella atau orang menyebutnya Saparella. Botolnya khas kecil kemasan 250 ml dengan tutup botol keramik dan ada karet hitam penahan agarsoda tak keluar.

Kemudian ada lagi minuman sejenis namanya bir temulawak kemasan botol 600 ml yang dulu juga banyak dijual oleh pedagang es keliling. Ada rasa moca, lemon, anggir dan lain-lain.

Masuk produk minuman Coca Cola lambat laun menggerus produk minuman-minuman berkarbonasi di berbagai daerah. Satu persatu perusahaan kecil skala industri ruah tangga (IRT) itu musnah terganti produk Coca Cola, Sprite, Fanta, Root Beer, Pepsi dan lain-lain.

Saparella meski masih berproduksi jumlahnya hanya terbatas sekali dan tidak semua tempat atau warung menjualnya.

Hal serupa juga terjadi pada restoran cepat saji semacam McD juga mulai menjamur di tahun 1990-an. Seiring berdirinya pusat-pusat erbelanjaa modern di semua tempat juga ada restoran McD dengan aneka pakaet makanan dan minuman.

Di bidang fashion misalnya kita mengenal celana blue jeans atau denim yang dikenal hingga sekaang. Denim dengan merek-merek terkenal saat ini diproduksi i Indonesia kemudian di ekspor ke negara lain misalnya Amerika Serikat hingga Eropa.

Bersamaan dengan itu, harga celana Blue Jeans yang mahal itu juga muncul istilah jeans tembakan atau KW yang dperoduksidi berbaai daerah di Indonesia. Jeans dengan nama merek asli itu diproduksioleh perusahaan konveksi kecil. Kualitas bahan mungkin bisa disebut kelas dua atau istilahnya KW (kwalitas) super, KW 1, KW 2 dan setreusnya.

Selanjutnya adalah mode sepatu dengan merek-merek ternama seperti Reebok, Nike, Adidas, Puma hampir semuanya sejak tahun 1990-an diproduksi di Tangerang Indonesia. Semua produk sepatu itu diekspor dengan harga mahal lebih dari Rp 1 juta. Sepatu-septu tersebut dipakai oleh banyak para pemain top bolabasket NBA dan pemain sepakbola dunia.

Namun kenyataan di Indonesia saat ini ada banyak produk dengan merek sama seperti Nike, Rebook, Adidas, Puma yang KW. Harga jauh dibawah harga sepatu yang asli.

Namun banyak masyarakat yang senang dengan produk semacam itu. Yang penting adalah sepatu bermerek mahal. Dari sisi kualitas adalah nomor sekian.

Untuk produk hiburan seni dan budaya musik dan film juga ada banyak contohnya. Imperalisme budaya seperti ini juga tdak terasa namum hampir setiap hari merasakan tanpa disadari atau tidak.

Mulai tahun 1980-an industri film AS membanjiri bioskop-bioskop di Indonesia sehingga mengakibatkan berkurang produksi film-film nasional. Film-film laga, action produksi Hollywood hampir setiap hari membanjiri semua bisokop dari bioskop kelas utama hingga grade ketiga.

Selain itu idstribusi film di semua jaringan bioskop juga diatur sehingga mengakibatkan produksi film semakin berkurang hingga terpuruk dan habis.

Tak hanya itu, masuknya berbagai teknologi juga mendukung imperalisme budaya yang semakin membuat masyarakat tidak sadar akan masuknya sebuah infiltrasi budaya modern. Salah satu dampak yang dikhawatir oleh banyak pihak adalah hilangnya akar budaya lokal.

Seacara ekonomi masyarakat Indonesia tetap menjadi konsumen akan produk-produk yang dihasil oleh negara industri. Masyarakt tetap menjadi kelas terpinggirkan atau menjadi konsumen produk global. Mereka tetap menjai kelas pekerja dengan upah murah.

Refernsi

Distributor Asing Yakin Pasar Film Indonesia Naik Drastis

https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20200212191525-220-474060/distributor-asing-yakin-pasar-film-indonesia-naik-drastis

Fuchs, Christian & Vincent Mosco. 2015. Marx and the Political Economy of the Media. Leiden, Netherlands: Koninklijke Brill NV.

Globalisasi dan Imperlisme Budaya di Indonesia, Malik, Dedy Djamaluddin,  Vol 5 No 2 (2014). https://journal.budiluhur.ac.id/index.php/comm/article/view/26

NcPhailm Thomas L. McPhail, Global Communication: Theories, Stakeholders, andTrends: Theories, Stakeholders and Trends, 4th Edition 4th Edition

Sejarah Festival Film Indonesia: Enam Dekade Saksi Pasang Surut https://tirto.id/sejarah-festival-film-indonesia-enam-dekade-saksi-pasang-surut-dbsm

Sepatu Legendaris Air Jordan Melambungkan Bisnis Nike https://www.cnnindonesia.com/olahraga/20150217135649-178-32767/sepatu-legendaris-air-jordan-melambungkan-bisnis-nike

Tak Disangka, Inilah 9 Perusahaan Multinasional yang Merajai Produk Idaman Konsumen Seluruh Dunia. 

https://www.cermati.com/artikel/tak-disangka-inilah-9-perusahaan-multinasional-yang-merajai-produk-idaman-konsumen-seluruh-dunia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun